BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah kekurangan pangan bukanlah merupakan hal yang baru, namun masalah ini tetap aktual terutama di negara-negara sedang berkembang Salah satu
faktor yang menyebabkan keadaan ini terjadi adalah bertambahnya jumlah penduduk di berbagai negara yang sedang berkembang yang cenderung meningkat terus,
sedangkan pertambahan produksi belum mengimbanginya, walaupun telah diterapkan beragam teknologi mutakhir Suhardjo, 1996.
Era globalisasi ikut berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat, terutama masyarakat perkotaan. Selera terhadap produk
teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal tetapi menjadi global. Dalam waktu yang relatif singkat telah berkembang pola makan fast food yang cenderung tinggi lemak
jenuh dan gula, rendah serat, dan rendah zat gizi mikro. Tentu saja perubahan selera makan yang jauh dari konsep seimbang akan berdampak terhadap kesehatan dan
status gizi. Dalam kaitannya dengan produsen, era globalisasi juga akan berpengaruh terhadap sistem ketahanan dan keamanan pangan Baliwati, 2006.
Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang diterima tubuh seseorang akan sama mempunyai dampak yang negatif, perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan status
gizi sesuai atau seimbang dengan yang diperlukan tubuh jelas merupakan unsur penting yang berdampak positif bagi peningkatan kualitas hidup manusia, sehat,
kreatif dan produktif. Apabila pemenuhan kebutuhan tubuh akan makanan tidak dapat diperhatikan maka tubuh akan menunjukkan beberapa gejala yaitu tubuh menjadi
lesu, kurang bergairah untuk menimbulkan berbagai kegiatan, dan kondisi yang demikian tentunya akan banyak menimbulkan kerugian seperti peka akan macam-
macam penyakit, kemalasan untuk mencari nafkah, produktifitas kerja sangat lemah dan lain-lain.
Pola konsumsi pangan sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi rumah tangga seperti tingkat pendapatan, harga pangan, selera dan kebiasaan makan. Pola
konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga yaitu jumlah anggota rumah tangga, struktur umur jenis kelamin, pendidikan dan lapangan
pekerjaan. Dalam masa pembangunan dewasa ini secara umum pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia telah berubah. Umumnya pola konsumsi telah beralih
ke bahan pangan yang lebih bergizi, sehingga kesehatan masyarakat secara umum dapat diperbaiki.
Pendidikan gizi merupakan suatu proses belajar tentang pangan, bagaimana tubuh kita menggunakannya dan mengapa diperlukan untuk kesehatan umumnya.
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah merupakan hal yang baru yang mempunyai dampak sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor
yang menyebabkan keadaan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk, disamping itu masalah gizi dapat timbul disebabkan oleh beberapa faktor yang mencakup aspek-
aspek ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya serta agama Suhardjo, 1996. Menurut Suhardjo, 1996, kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang
kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor
penting dalam masalah kurang gizi. Sebab penting dari gangguan gizi adalah
kekurangan pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan pengetahuan gizi yang cukup diharapkan seseorang dapat mengubah perilaku yang kurang benar sehingga dapat memilih bahan makanan bergizi serta
menyusun menu seimbang sesuai dengan kebutuhan dan selera serta akan mengetahui akibat adanya kurang gizi. Pemberian pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat
mengubah kebiasaan makan yang semula kurang menjadi lebih baik. Di era globalisasi dan pasar bebas AFTA 2003, kesehatan dan keselamatan
kerja merupakan salah satu persyaratan yang ditetapkan dalam hubungan antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh anggota termasuk Indonesia. Beban ini cukup berat
dimana dari data Badan Pusat Statistik BPS tahun 2007, penduduk Indonesia dewasa ini diperkirakan berjumlah 228,5 juta. Pada tahun 2001 angkatan kerja
perempuan berbanding laki-laki perbandingannya adalah 5,1 juta berbanding 7,6 juta menjadi 5,3 juta berbanding 8,7 juta di tahun 2008. Dalam keadaan ini dimana jumlah
pekerja pria lebih banyak dari wanita, maka ada hal yang harus diperhatikan dalam tujuan membantu kesehatan yang optimal.
Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan di tanah air, kondisi kekurangan gizi yang melanda masyarakat kita semakin luas. Banyaknya PHK telah
meningkatkan jumlah pengangguran. Hak dan perlindungan tenaga kerja belum terwujud, jumlah penduduk miskin semakin membengkak, dan derajat kesehatan
masyarakat menurun drastis Rahardja, 2001. Banyaknya pengangguran dan tingkat pengetahuan yang rendah membuat
sebagian masyarakat memilih pekerjaan sebagai supir angkot, khususnya pria. Supir
angkot adalah mereka yang mencari nafkah dengan membawa mobil angkotan kota dan mencari penumpang sebanyak-banyaknya sehingga sesama supir-supir angkot
sering kejar-mengejar mencari penumpang. Kehidupan supir Angkot sudah terpuruk karena tidak sebandingnya pengeluaran dengan pendapatan. Apalagi supirnya adalah
kepala keluarga yang harus menafkahi keluarganya. Pastinya mereka pusing memikirkan pendapatan yang sedikit dan setoran kepada bos-nya. Tidak seperti lelaki
yang belum menikah, lelaki yang sudah menikah harus menyesuaikan pengeluarannya dengan kebutuhan istri dan anak-anak mereka Wirawan, 2006. Jadi
mereka harus memperhatikan pola konsumsi pangannya supaya tercapai kesehatan yang optimal.
Berdasarkan pengamatan penulis sebagian besar supir angkot Rahayu Medan Ceria RMC trayek 104 memiliki pola konsumsi pangan yang salah yaitu waktu
makan yang tidak teratur dan mereka mengonsumsi jenis makanan yang tidak bergizi hal ini dicurigai penyebabnya adalah kurangnya kesadaran para supir angkutan kota
akan kesehatan terhadap pola konsumsi pangan, dan masih memiliki pengetahuan gizi yang kurang. Sementara salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola
konsumsi seseorang adalah tingkat pengetahuan gizi. Seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik, seharusnya memiliki pola konsumsi pangan yang
baik dan benar. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut sejauh
mana gambaran pengetahuan gizi, pola konsumsi pangan dan status gizi pada supir angkot RMC trayek 104 di kota Medan.
1.2. Rumusan Masalah