Kerangka Teoritis dan Konsepsi

yang membahas mengenai Hukum Persaingan Usaha dan Hukum Investasi. Penelitian lanjutan ini mengkaji mengenai kebijakan tarif khususnya masalah cukai tembakau dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau DBH CHT dengan rumusan masalah dan kajian yang berbeda dan menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah, oleh karena itu penelitian ini adalah benar keasliannya baik dilihat dari materi, permasalahan, dan kajian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi

Penelitian tesis ini menggunakan teori hukum mengenai “peranan hukum dalam kegiatan ekonomi“ rule of law in economic development, teori analisis ekonomi terhadap hukum economic analysis of law. Dalam analisis hukum mengenai peranan hukum dalam kegiatan ekonomi digunakan teori Erman Rajagukguk yang mengatakan bahwa : ”faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum itu mampu menciptakan stability, predictability dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas adalah potensi hukum untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan- kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan hukum untuk meramalkan predictability akibat dari suatu langkah-langkah yang telah diambil khususnya penting bagi negara yang sebagian rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan fairness seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan”. 36 36 Erman Rajagukguk, ”Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, Bali : Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, tanggal 14-18 Juli 2003, dalam Ningrum Natasya Sirait, et.al., Op.cit., hal. 106-107. Universitas Sumatera Utara Hukum dapat memainkan peran yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi, apabila peraturan hukum yang dihasilkan memenuhi unsur stabilitas stability, keterprediksian predictability dan berkeadilan fairness. Peraturan hukum dapat menciptakan stabilitas jika peraturan hukum tersebut memiliki kepastian baik dari segi substansi maupun struktur dan didukung oleh budaya hukum yang baik. Maksudnya adalah bahwa peraturan mengenai kebijakan tarif cukai seharusnya tidak cepat berubah-ubah dengan demikian akan memudahkan para pelaku usaha untuk mengerti dan memahami hukum yang berlaku terkait dengan kebijakan tarif cukai. Prediktabilitas dari peraturan hukum akan membantu para pelaku ekonomi dalam merumuskan perencanaan dan pengorganisasi kegiatan ekonomi yang lebih efektif dan efisien. Hal ini bisa tercapai dengan dukungan stabilitas dan kepastian hukum. Hubungannya adalah dengan izin, biaya, politik, keamanan, ekonomi, sosial, dan lainnya. Hukum yang terprediksi harus bisa berkepastian hukum agar dapat memprediksi seluruh ketentuan yang berlaku. Keadilan hukum akan memberikan hak dan kewajiban secara berimbang kepada setiap orang untuk meningkatkan taraf hidupnya, akomodatif terhadap berbagai kepentingan dan melindungi pihak-pihak yang kurang beruntung. Peraturan berkeadilan hukum maksudnya adalah kebijakan tarif cukai di Indonesia tidak hanya mementingkan penerimaan negara tetapi juga harus memperhatikan dampak kesehatan dan lebih berpihak kepada Industri Hasil Tembakau. Mengenai keadilan sangat diperlukan dalam substansi hukum. Khususnya dalam hukum ekonomi, pranata hukum harus mengakomodasi secara adil berbagai Universitas Sumatera Utara kepentingan kelompok masyarakat yang berbeda-beda strata ekonomi dan sosialnya. Hukum di bidang ekonomi dengan demikian harus berimbang dalam mengatur kepentingan pelaku usaha yang berbeda-beda skala ekonominya. Hal ini merupakan implementasi dari pesan konstitusional yang tidak mengizinkan adanya keberpihakan negara hanya pada satu pilar ekonomi. Peran negara sangat dibutuhkan untuk menciptakan keadilan bagi kelompok-kelompok masyarakat yang lemah melalui hukum yang menata sedemikian rupa ketidakmerataan sosial dan ekonomi agar lebih menguntungkan kelompok masyarakat yang lemah. 37 Dalam teori analisis ekonomi terhadap hukum digunakan teori Posner yang menyatakan bahwa : ”Ilmu ekonomi merupakan suatu alat yang tepat a powerfull tool untuk melakukan analisis terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi di lingkungan kita. Pendekatan analisis ekonomi terhadap hukum ini belum berkembang di Indonesia. Walaupun begitu, pemikiran-pemikiran ataupun dasar-dasar ilmu ekonomi sudah diterapkan dalam membentuk ketentuan- ketentuan dalam hukum perbankan”. 38 Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung, hukum berpengaruh dalam setiap aktivitas ekonomi, karena hukum merupakan payung yang melindungi para pelaku usaha. Peranan hukum dalam aktivitas ekonomi terlihat, contohnya dalam menentukan kebijakan tarif cukai, yang dalam hal ini hukum berfungsi mencegah Industri Hasil Tembakau mengalami kerugian yang besar namun tidak terlepas dari pengendalian kesehatan masyarakat oleh pemerintah. 37 Ibid., hal. 108. 38 Mahmul Siregar, “Modul Perkuliahan Teori Hukum : Teori Analisa Ekonomi”, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009. Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain, pendekatan ekonomi terhadap hukum memfokuskan pemikiran tentang bagaimana hukum-hukum yang ada agar dapat membantu meningkatkan efisiensi ekonomi, baik pada awal pembentukan hukum melalui badan legislatif, melalui pendekatan hukum adat, hukum kontrak, dan hukum pidana. 39 Hukum ekonomi di Indonesia menjamin kepastian hak setiap orang untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi, peluang-peluang ekonomi yang ada untuk meningkatkan derajat kesejahteraannya. Oleh karena itu, hukum di Indonesia tidak menghendaki adanya konsentrasi penguasaan sumber daya ekonomi pada satu atau beberapa pelaku usaha. Konsentrasi ini cenderung akan menimbulkan berbagai macam masalah yang akan dihadapi. Kehadiran Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Tembakau adalah untuk meningkatkan penerimaan negara demi kepentingan nasional tanpa mengenyampingkan para pelaku usaha untuk tetap eksis di jalur Industri Hasil Tembakau. Uraian-uraian teoritis tersebut dipandang relevan untuk menjelaskan fenomena Industri Hasil Tembakau dan kebijakan tarif cukai yang ditetapkan Pemerintah. Banyak pandangan yang mengisyaratkan bahwa kebijakan cukai yang ditetapkan oleh pemerintah tidak konsisten dengan Roadmap Industri Hasil Tembakau yang telah disepakati bersama. Salah satunya adalah pembinaan Industri Hasil Tembakau untuk membuka peluang kesempatan berusaha dan kesempatan kerja yang lebih luas. Kebijakan tarif hasil tembakau yang ditetapkan justru tidak konsisten dengan kesepakatan tersebut. Tarif yang tinggi dan kedepan akan diterapkan secara 39 Ibid. Universitas Sumatera Utara seragam untuk semua jenis Industri Hasil Tembakau lebih berorientasi pada aspek penerimaan negara. Kebijakan yang demikian sangat dikhawatirkan akan menekan Industri Hasil Tembakau Indonesia, khususnya Industri Hasil Tembakau yang berskala kecil dan menengah. Kebijakan yang demikian diprediksikan akan menimbulkan kecenderungan semakin menyempitnya ruang kesempatan berusaha bagi Industri Hasil Tembakau, khususnya yang tergolong dalam Usaha Mikro Kecil Menengah. Produktifitas Industri Hasil Tembakau akan menurun, rasionalisasi tenaga kerja, kehilangan pendapatan dan penurunan tingkat kesejahteraan adalah peluang- peluang yang sangat mungkin terjadi. 40 Keadaan ini akan diperburuk oleh sejumlah permasalahan domestik yang dihadapi oleh Industri Hasil Tembakau di Indonesia, antara lain iklim usaha yang kurang kondusif, infrastruktur yang kurang mendukung, masalah bahan baku, ekonomi biaya tinggi dan semakin maraknya produk rokok ilegal. 41 Kecenderungan lain yang sangat mungkin terjadi adalah banyak Industri Hasil Tembakau yang akan keluar dari pasar karena tidak sanggup bertahan dan bersaing, dan yang bertahan akan sangat terbuka peluang untuk menyelamatkan keberadaan perusahaannya melalui restrukturisasi perusahaan, baik dengan menggunakan metode merger penggabungan, konsolidasi peleburan atau menyerahkan perusahaan untuk diakuisisi pengambilalihan oleh perusahaan-perusahaan yang lebih kuat. Praktik monopoli akan sangat berpeluang dalam pasar hasil tembakau di Indonesia, karena keadaan-keadaan sebagaimana dikemukakan diatas, akan menyisakan beberapa 40 Ningrum Natasya Sirait, et.al., Op.cit., hal. 109. 41 Ibid., hal. 110. Universitas Sumatera Utara pelaku usaha Industri Hasil Tembakau saja, khususnya yang berskala besar dan kuat, tidak tertutup kemungkinan adalah Industri Hasil Tembakau asing. 42 Tidak disangkal bahwa hasil Industri Hasil Tembakau, khususnya rokok, memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan dan meningkatkan belanja kesehatan masyarakat akibat rokok. Hal ini harus dikendalikan untuk kepentingan masyarakat luas. Hanya saja cara untuk mengendalikan tersebut harus proporsional, dan akomodatif terhadap berbagai kepentingan masyarakat yang berbeda-beda. Tidak dikehendaki adanya kebijakan yang diambil tanpa mempertimbangkan secara proporsional dampak yang mungkin timbul dari regulasi yang dikeluarkan. 43 Lalu untuk mengkaji pandangan mana yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Teori Utility oleh Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa kegunaan dari hukum itu adalah demi kemaslahatan masyarakat banyak. Apabila menemui kasus yang permasalahannya seperti pedang bermata dua. Jadi, untuk memilih peraturan mana yang paling baik untuk mengatur permasalahan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau DBH CHT dalam Industri Hasil Tembakau di Indonesia adalah dengan melihat posisi mana yang lebih banyak diuntungkan apakah pro dengan Industri Hasil Tembakau atau kontra dengan Industri Hasil Tembakau. Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan : 42 Ibid. 43 Ibid., hal. 111. Universitas Sumatera Utara 1. Industri Hasil Tembakau IHT adalah industri yang menghasilkan, atau mendistribusikan atau memasarkan atau menjual produk yang dihasilkan dari pengolahan tembakau. 44 2. Manfaat ekonomi adalah berkaitan dengan penerimaan negara untuk meningkatkan pendapatan negara melalui cukai yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dan pemerintah. 3. Hambatan Industri Hasil Tembakau adalah berupa kebijakan tarif cukai hasil tembakau, Framework Convention on Tobacco Control, Fatwa Majelis Ulama Indonesia, peraturan daerah yang melarang merokok pada tempat-tempat tertentu, kampanye anti rokok, rokok ilegal, iklim usaha yang tidak mendukung, dan ketersediaan bahan baku. 4. Tarif Cukai adalah yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. 5. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 85PMK.072009 tentang Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2009 atau penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang diterapkan di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil tembakau sebesar 2. 6. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang. 45 Dalam tulisan ini adalah cukai hasil tembakau. 44 Ibid. 45 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 2007, Op.cit. Universitas Sumatera Utara 7. Iklim Usaha adalah keadaan perekonomian pada satu bidang usaha, seperti Industri Hasil Tembakau ditinjau dari sisi keamanan, infrastruktur, dan lain sebagainya. 8. Hukum adalah setiap peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan jajarannya serta pemerintah daerah dan jajarannya yang terkait dengan pengaturan industri hasil tembakau. 46 9. Industri Rokok adalah industri yang menghasilkan, atau mendistribusikan atau memasarkan atau menjual hasil olahan tembakau berupa rokok. 47 10. Roadmap Industri Hasil Tembakau adalah program pemerintah yang dicanangkan sejak tahun 2007 – 2020 untuk mengembangkan Industri Hasil Tembakau. 11. Kebijakan Single Tariff adalah kebijakan dimana setiap jenis hasil olahan tembakauproduk keluaran dikenakan cukai dengan tarif yang sama. 12. Transaction Cost adalah biaya-biaya non-produktif yang harus ditanggung oleh Industri Hasil Tembakau untuk mencapai suatu transaksi ekonomi. 48

G. Metode Penelitian