cukai tersebut adalah dengan menjalankan kegiatan pita cukai palsu secara tertutup dengan kedok kegiatan penjualan.
76
Tabel 5 Kasus Pita Cukai Palsu dari Tahun 2006 – Juli 2009
Tahun Jumlah Kasus yang Ditangani
2006 31
2007 146
2008 750
2009 415
Sumber :
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Republik Indonesia, 2010.
Disini Departemen Perindustrian dan Perdagangan lebih berperan dalam menjaga kestabilan penerimaan negara dalam hal cukai hasil tembakau. Dapat dilihat
pada Tabel 5 di atas bahwa proses law enforcement begitu gencar dilakukan oleh Dirjend Bea dan Cukai bersinergi dengan POLRI Kepolisian Republik Indonesia
dalam melakukan pengawasan pita cukai palsu tersebut. Setiap departemen pemerintahan mempunyai pandangan yang berbeda-beda
dalam hal cukai hasil tembakau tersebut dikarenakan ada tugas yang berbeda pula pada setiap departemennya. Perbedaan persepsi yang ada ini tidak mungkin untuk
disatukan melihat perbedaan tanggung jawab dan wewenang dari setiap departemen.
3. Departemen Pertanian
Pada Departemen Pertanian dalam hal kebijakan tarif cukai hasil tembakau adalah melalui perkembangan dari jumlah lahan yang digunakan dalam pertanian
tembakau dan penelitian-penelitian untuk mencari substitusi produk. Departemen
76
Antara News, “Pita Cukai Palsu Rugikan Negara Rp. 1,5 Triliun”, Rabu, 29 Juli 2009, http:www.antaranews.comberita1248854047pita-cukai-palsu-rugikan-negara-rp1-5-triliun., diakses
pada 30 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pertanian mendukung sepenuhnya perkembangan lahan dan penelitian mengenai pengembangan tembakau tersebut.
Isu strategis untuk komoditas tembakau adalah ditetapkannya rokok sebagai salah satu industri prioritas. Industri rokok di Indonesia menggunakan 80 bahan
baku tembakau lokal. Tembakau cerutu merupakan komoditas ekspor yang sudah terkenal sejak lama. Areal pertanaman tembakau setiap tahun mencapai 220.000 ha,
sekitar 60 di Jawa Timur, selebihnya tersebar di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Pada umumnya tembakau diusahakan oleh
petani berskala kecil, hanya sebagian yang diusahakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Swasta.
77
Sumbangan tembakau terhadap pendapatan petani dan negara cukup besar. Usaha tani dan industri tembakau dapat menghidupi 10 juta jiwa yang meliputi 4 juta
petani, 600.000 orang tenaga kerja di pabrik-pabrik rokok, 4,5 juta orang yang terlibat dalam perdagangan, dan 900.000 orang terlibat dalam transportasi dan periklanan.
Tembakau memberikan sumbangan pendapatan negara dalam bentuk cukai dan devisa dari ekspor tembakau. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan
tembakau adalah rendahnya produktivitas dan beragamnya mutu yang dihasilkan, serta tekanan masyarakat internasional terkait isu kesehatan.
78
Oleh karena itu Departemen Pertanian menggalakkan penelitian yang diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu tembakau serta mengurangi
77
Balittas, “Status
Komoditi Tembakau”,
Departemen Pertanian,
http:balittas.litbang.deptan.go.idindindex.php?option=com_contentview=categoryid=56Itemid =60., diakses pada 30 Agustus 2010.
78
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
senyawa-senyawa yang mempengaruhi kesehatan perokok misalnya kandungan nikotin yang lebih rendah.
79
Apabila dilihat dari sisi petani tembakau, tembakau sebagai tanaman industri yang merupakan pilihan oleh petani dalam berusaha tani. Pilihan yang dipilih petani
tersebut didasarkan pada pemikiran dan kondisi yang sangat rasional dan menguntungkan. Petani pada prinsipnya tidak memilih menanam komoditas
tembakau apabila tanaman tersebut tidak memberikan keuntungan.
80
Pemilihan petani berusaha tani tembakau mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang No. 12
Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Dalam Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan bahwa : ”Petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis
tanaman dan pembudidayaannya”.
81
Berdasarkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, hak-hak petani sebagai seorang warga negara mendapat
perlindungan hukum. Seperti diketahui bahwa berbagai jenis tanaman memiliki sifat lokal dan spesifik, misalnya kelapa sawit kurang sesuai ditanam di Pulau Jawa.
Demikian juga dengan tembakau memiliki sifat dan lokalisasi dan spesifik. Artinya, tanaman ini sangat sesuai apabila ditanam pada wilayah-wilayah tertentu, seperti
Madura, Bojonegoro, Besuki, Sleman, Temanggung, Deli, Lombok, dan lainnya. Sifat yang lokal dan spesifik tersebut sangat sesuai dengan pola tanam yang telah
79
Ibid.
80
Direktorat Jenderal Perkebunan, “Perlu Dikembangkan Tembakau Rendah Nikotin Tar Untuk
Mengurangi Dampak
Rokok Terhadap
Kesehatan”, http:ditjenbun.deptan.go.idweb.oldindex.php?option=com_contenttask=viewid=303Itemid=6
2., diakses pada 30 Agustus 2010.
81
Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3478.
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan oleh para petani di masing-masing lokasi penanaman tembakau. Oleh karena itu, sangat naif sekali apabila petani diminta untuk mengurangi atau
mengendalikan tanaman tembakau. Apabila hal ini dilakukan maka perusahaan- perusahaan rokok akan mengalami kesulitan dalam bahan baku untuk membuat rokok.
Kesulitan bahan baku tersebut akan dipenuhi dengan melakukan impor daun tembakau, yang pada akhirnya dapat mengurangi devisa negara.
82
Jika sudah mengancam pengurangan devisa negara, pastilah pemerintah sudah mulai mengambil sikap untuk mempertahankan penerimaan negara tersebut.
Pengurangan devisa berasal dari masuknya barang impor ke dalam negeri. Berbagai upaya ditempuh untuk menggalakkan kembali pertanian tembakau, salah satunya
adalah dengan mengembangkan penelitian terhadap tembakau rendah nikotin dan tar untuk mengurangi dampak rokok terhadap kesehatan.
C. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau di Indonesia Dilihat Dari Dana Bagi