transmigrasi adalah berkaitan dengan industri rokok yang dapat menampung banyak tenaga kerja yang ada. Pandangan sosial adalah mengenai dampak dari industri rokok
menampung banyak tenaga kerja yang sudah pasti akan mengurangi pengangguran di suatu negara. Pada akhirnya, departemen agama berbicara mengenai haramnya
merokok. Selanjutnya akan dipaparkan pada sub-sub bagian di bawah ini.
1. Departemen Keuangan
Dari paradigma Departemen Keuangan mengenai kebijakan tarif cukai hasil tembakau di Indonesia yang berbicara mengenai pendapatan negara melalui
penerimaan negara. Negara mendapat pemasukan dari pengutipan cukai yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah Departemen
Keuangan. Pengutipan cukai ini dilakukan Pemerintah melalui Departemen Keuangan,
Direktorat Bea dan Cukai adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kuangan No. 181PMK.0112009, tanggal 16 November 2009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau. Peraturan Menteri Keuangan ini mencabut dan menyatakan tidak belaku lagi Peraturan Menteri Keuangan mengenai tarif cukai hasil tembakau sebelum-
sebelumnya, yaitu : 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 43PMK.042005; 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 118PMK.042006; 3 Peraturan Menteri Keuangan
No. 134PMK.042007; dan 4 Peraturan Menteri Keuangan No. 203PMK.0112008. Hal-hal
yang diatur
dalam Peraturan
Menteri Keuangan
No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau adalah mengenai Golongan
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau, Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri, dan Tarif Cukai dan Harga
Jual Eceran Minimum Hasil Tembakau yang Diimpor. Adapun pengaturan penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau yang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau di atas dapat dilihat pada tabel yang tertera sebagai lampiran
pada peraturan tersebut, yaitu :
Tabel 2 Golongan Pengusaha Hasil Tembakau
Golongan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau
No. Urut
Jenis Golongan
Batasan Jumlah Produksi
I Lebih dari 2 milyar batang
1. Sigaret Kretek
Mesin II
Tidak lebih dari 2 milyar batang I
Lebih dari 2 milyar batang 2.
Sigaret Putih Mesin
II Tidak lebih dari 2 milyar batang
I Lebih dari 2 milyar batang
II Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak lebih dari 2 milyar
batang 3.
Sigaret Kretek Tangan atau
Sigaret Putih Tangan
III Tidak lebih dari 500 juta batang
I Lebih dari 2 milyar batang
4. Sigaret Kretek
Tangan Filter atau Sigaret
Putih Tangan Filter
II Tidak lebih dari 2 milyar batang
5. Tembakau Iris
Tanpa Golongan
Tanpa batasan jumlah produksi 6.
KLM atau Klobot
Tanpa Golongan
Tanpa batasan jumlah produksi 8.
Cerutu Tanpa
Golongan Tanpa batasan jumlah produksi
9. Hasil
Pengelolaan Tembakau
Lainnya Tanpa
Golongan Tanpa batasan jumlah produksi
Sumber : Lampiran I, Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Universitas Sumatera Utara
Jika dibandingkan dengan tarif cukai hasil tembakau sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 203PMK.0112008 tentang
Tarif Cukai Hasil Tembakau, maka Peraturan Menteri Keuangan 181PMK.0112009 tersebut telah menaikkan tarif cukai tembakau hasil seluruh jenis dan golongan,
kecuali TIS Tembakau Iris, KLB Rokok Daun atau Klobot, CRT cerutu dan HPTL Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya tidak mengalami peningkatan tarif
cukai. Apabila diperbandingkan, maka kenaikan cukai rokok berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan No.181PMK.0112009 adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3 Perbandingan Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau Berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan 203PMK.0112008 dan Peraturan Menteri Keuangan 181PMK.0112009
[dalam Rupiah]
Golongan Pengusaha Pabrik Hasil
Tembakau Nilai Cukai
No. Urut
Jenis Golongan
Batasan Harga Jual Eceran Per Batang atau Gram
Peraturan Menteri
Keuangan 2032008
Peraturan Menteri
Keuangan 1812009
Kenaikan
Lebih dari Rp 660,- 290
310 20
6.89 Lebih dari Rp 630 sampai
dengan Rp 660 280
300 20
7.14 I
Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630
260 280
20 7.69
Lebih dari Rp 430 210
230 20
9.52 Lebih dari Rp 380 sampai
dengan Rp 430 175
195 20
11.42 1.
Sigaret Kretek
Mesin II
Paling rendah Rp 374 sampai dengan Rp 380
135 155
20 14.81
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari Rp 600 290
310 20
6.89 Lebih dari Rp 450 sampai
dengan Rp 600 230
275 45
19.56 I
Paling rendah Rp 375 sampai dengan Rp 450
185 225
40 21.62
Lebih dari Rp 300 170
200 30
17.64 Lebih dari Rp 254 sampai
dengan Rp 300 135
165 30
22.22 2.
Sigaret Putih Mesin
II Paling rendah Rp 217 sampai
dengan Rp 254 80
105 25
31.25 Lebih dari Rp 590
200 215
15 7.50
Lebih dari Rp 550 sampai dengan Rp 590
150 165
15 10
I Paling rendah Rp 520 sampai
dengan Rp 550 130
145 15
11.53 Lebih dari Rp 379
90 105
15 16.67
Lebih dari Rp 349 sampai dengan Rp 379
80 95
15 18.75
II Paling rendah Rp 336 sampai
dengan Rp 349 75
90 15
20 3.
Sigaret Kretek
Tangan atau SPT
III Paling rendah Rp 234
40 65
25 62.5
Lebih dari Rp 660,- 290
310 20
6.89 Lebih dari Rp 630 sampai
dengan Rp 660 280
300 20
7.14 I
Paling rendah Rp 600 sampai dengan Rp 630
260 280
20 7.69
Lebih dari Rp 430 210
230 20
9.52 Lebih dari Rp 380 sampai
dengan Rp 430 175
195 20
11.42 4.
Sigaret Kretek
Tangan Filter atau
Sigaret Putih
Tangan Filter
II Paling rendah Rp 374 sampai
dengan Rp 380 135
155 20
14.81 Lebih dari Rp 250
21 21
0.00 Lebih
dari 149
sampai dengan Rp 259
19 19
0.00 5.
Tembakau Iris
Tanpa Golongan
Paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp 149
5 5
0.00 Lebih dari Rp 250
25 25
0.00 6.
Klobot Tanpa
Golongan Paling rendah Rp 180 sampai dengan Rp 250
18 18
0.00 7.
KLM Tanpa
Golongan Paling rendah Rp 180
17 17
0.00 Lebih dari Rp 100.000
100.000 100.000
0.00 Lebih dari Rp 50.000 sampai
20.000 20.000
Universitas Sumatera Utara
dengan Rp 100.000 0.00
Lebih dari Rp 20.000 sampai dengan Rp 50.000
10.000 10.000
0.00 Lebih dari Rp 5.000 sampai
dengan Rp 20.000 1.200
1.200 0.00
8. Cerutu
Tanpa Golongan
Paling rendah Rp 275 sampai dengan Rp 5.000
250 250
0.00 9.
Hasil Pengelolaan
Tembakau Lainnya
Tanpa Golongan
Paling rendah Rp 275 100
100 0.00
Sumber : Lampiran II, Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau; Lampiran II, Peraturan Menteri Keuangan No. 203PMK.0112008
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau; dan Tabel 6, Perbandingan Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 203PMK.0112008 dan
Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009, Ningrum Natasya Sirait, et.al., Analisis Hukum Kebijakan Tarif Terhadap Industri Hasil Tembakau di Sumatera Utara,
Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 83.
Berdasarkan data tersebut di atas, dapat diberikan beberapa catatan terhadap Peraturan Menteri Keuangan No. 181PMK.0112009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau, sebagai berikut
72
: 1.
Seluruh tarif cukai pada industri yang menghasilkan sigaret rokok, baik yang menggunakan mesin ataupun tangan, baik yang menggunakan filter maupun
tanpa filter mengalami kenaikan tarif cukai. 2.
Hasil tembakau berupa Tembakau Iris, Klobot, KLM, Cerutu dan Hasil Pengelolaan Tembakau Lainnya tidak mengalami kenaikan tarif cukai.
3. Kenaikan tarif cukai terbesar adalah pada jenis industri sigaret putih mesin
golongan I dengan batasan harga jual eceran paling rendah Rp. 450,-batang sampai dengan Rp. 600,-batang, dengan besaran kenaikan tarif Rp. 45,-
batang.
72
Ningrum Natasya Sirait, et.al., Loc.cit., hal. 216-217.
Universitas Sumatera Utara
4. Persentase kenaikan cukai terbesar adalah pada industri jenis Sigaret Kretek
Tangan dan SPT Golongan III dengan batasan harga jual eceran paling rendah Rp. 234,-batang, yakni sebesar 62,5.
5. Tarif cukai pada industri sigaret kretek mesin untuk golongan I dan Golongan
II naik seluruhnya sama sebesar Rp. 20,- per batang. Persentase kenaikan terendah ada pada Sigaret Kretek Mesin Golongan I dengan harga jual eceran
lebih dari Rp. 660,-perbatang, yakni sebesar 6,89 dan tertinggi pada Sigaret Kretek Mesin Golongan II dengan harga eceran terendah Rp. 374,- sampai
dengan Rp. 380,-, yakni sebesar 14,81. 6.
Tarif cukai pada industri sigaret putih mesin naik secara bervariasi. Jumlah kenaikan tarif terbesar adalah pada Sigaret Putih Mesin Golongan I dengan
harga jual eceran lebih dari Rp. 450,- sampai dengan Rp. 600,-, dengan kenaikan tarif cukai sebesar Rp. 45,- per batang. Sedangkan terendah pada
Sigaret Putih Mesin Golongan I dengan harga juel eceran lebih dari Rp. 660,- batang. Persentase kenaikan terbesar adalah pada Sigaret Putih Mesin
Golongan II dengan harga eceran paling rendah Rp. 217,- sampai dengan Rp. 254,-batang, yakni sebesar 31,25 dan persentase terenedah pada Sigaret
Putih Mesin Golongan I dengan batasan harga jual eceran lebih dari Rp. 600,- batang yakni sebesar 6,89.
7. Tarif cukai pada industri sigaret kretek tangan dan sigaret putih tangan
mengalami kenaikan yang sama yakni sebesar Rp. 15,-batang, kecuali untuk golongan III dengan harga eceran paling rendah Rp. 234,-batang naik sebesar
Rp. 25,-batang. Persentase kenaikan terbesar adalah pada Golongan III
Universitas Sumatera Utara
dengan harga eceran paling rendah Rp. 234,-batang, yakni sebesar 62,5 dan persentase terendah pada Sigaret Kretek Tangan atau SPT Golongan I dengan
batasan harga jual eceran Rp. 590,-batang yakni sebesar 7,20. 8.
Tarif cukai pada industri sigaret kretek tanpa filter dan sigaret putih tanpa filter mengalami kenaikan tarif yang sama untuk semua golongan, yakni
sebesar Rp. 20,-batang. Persentase kenaikan terbesar adalah pada Sigaret Kretek Tangan Filter dan Sigaret Putih Tangan Filter Golongan II dengan
harga eceran paling rendah Rp. 374,- sampai dengan Rp. 380,-batang, yakni sebesar 14.81 dan persentase terendah pada Sigaret Kretek Tangan Filter
atau Sigaret Putih Tangan Filter Golongan I dengan batasan harga jual eceran Rp. 660,-batang yakni sebesar 6,89.
9. Terdapat perbedaan besaran persentase kenaikan berdasarkan Harga Jual
Eceran untuk golongan yang sama antara Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Putih Mesin, misalnya untuk Sigaret Putih Mesin Golongan I dengan Harga
Jual Eceran lebih dari Rp 660,- besarnya cukai adalah Rp 310,- dengan sebesar 46.97 sedangkan untuk Sigaret Putih Mesin Golongan I dengan
Harga Jual Eceran lebih dari Rp 600,- besarnya cukai Rp 310,- dengan kenaikan sebesar 51.67 . Artinya lebih besar beban persentase kenaikan
pada Sigaret Putih Mesin dibandingkan Sigaret Kretek Mesin. Kebijakan seperti yang disebutkan di atas lebih berorientasi pada aspek
penerimaan negara. Apabila cukai dinaikkan, produksi rokok akan dikurangi tapi penerimaan negara harus ditingkatkan. Kebijakan seperti inilah yang disebut
kebijakan simplifikasi tarif atau single tariff.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah memutuskan kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 7 yang dilaksanakan pada 1 Februari 2009 untuk mengendalikan konsumsi rokok dan
mencapai target penerimaan cukai senilai Rp. 53.30 triliun. Kenaikan setoran Industri Hasil Tembakau ini harus dibarengi penurunan konsumsi rokok. Untuk mencapai
target tersebut, pemerintah akan menekan pertumbuhan konsumsi rokok di level 5 dengan menaikkan beban cukai rokok rata-rata sebesar 7. Peraturan tersebut di atas
juga mengatur penyederhanaan jumlah golongan pabrik, dari tiga golongan menjadi dua golongan untuk jenis Sigaret Kretek Mesin SKM dan Sigaret Putih Mesin
SPM. Untuk jenis Sigaret Kretek Tangan SKT tetap terdiri dari tiga golongan. Pemerintah dari waktu ke waktu akan terus melakkukan penyederhanaan golongan
pabrik menjadi dua jenis, yakni Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Kretek Tangan. Untuk Sigaret Putih Mesin, akan dimasukkan dalam kategori Sigaret Kretek Mesin.
73
Inilah yang disebut simplifikasi tarif atau sama dengan single tariff. Jadi, Industri Hasil Tembakau kecil dipaksa untuk bersaing melawan raksasa Industri Hasil
Tembakau.
Berikutnya dapat dilihat penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau dari tahun 2005 sampai 2009, sebagai berikut :
73
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Cukai Rokok Diputuskan
Naik 7”,
http:www.fiskal.depkeu.go.id2010edef-konten- view.asp?id=20080511101818., diakses pada 30 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4 Target dan Realisasi Penerimaan Cukai
Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005-2010
Tahun Target
Rp. Triliun Realisasi
Rp. Triliun Rasio Cukai
Persen
2005 32.24
33.26 103.16
2006 38.52
37.80 98.13
2007 42.03
44.70 106.35
2008 45.72
51.25 112.10
2009 53.30
- -
Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2010.
Dari sisi penerimaan negara, benar bahwa penerimaan negara melalui cukai sangat tinggi dan terealisasi dengan baik. Departemen keuangan sudah bekerja
dengan baik sehingga dana tersebut mendapatkan angka yang baik. Namun, tanpa disadari oleh pemerintah kebijakan tersebut dapat menyulitkan Industri Hasil
Tembakau untuk bertahan.
2. Departemen Perindustrian dan Perdagangan