d.   Telaah Kepustakaan Dalam  penelitian  terhadap  kiprah  dakwah  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar
digunakan  telaah  pustaka  Library  Research,  penulis  mencari dan  membaca sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas untuk di jadikan
landasan teoritis dalam penulisan skripsi ini.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah  penulis  amati  dan  telusuri,  baik  di  perpustakaan  utama  UIN Syarif  Hidayatullah  Jakarta  dan  juga  perpustakaan  Fakultas  Dakwah  dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan ternyata tidak ada satu pun skripsi  yang  membahas  tentang  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar  dengan  judul  dan
pembahasan yang sama atau hampir sama dengan yang penulis angkat. Oleh  karena  itu,  apa  yang  penulis  lakukan  ini  pada  dasarnya  tidak
adanya  tulisan  yang  penulis  jadikan  suatu  perbandingan  terhadap  skripsi  ini, sehingga skripsi yang saya angkat benar-benar hasil karya penulis.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika  penulisan  yang  digunakan  penulis  pada  tulisan  ini  terdiri dari lima bab yang tentunya disesuaikan dengan pokok masalah  yang hendak
dibahas. Adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah, sebagai berikut: Bab  Satu  :  Pendahuluan  yang  di  dalamnya  meliputi  latar  belakang
masalah  yang  akan  diteliti,  Batasan  dan  Rumusan  Masalah,  Tujuan  dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika
Penulisan.
Bab  Dua  :  Landasan  Teoritis  Tentang  Dakwah  yang  didalamnya meliputi,  Pengertian  Kiprah,  Pengertian  Dakwah,  Unsur-Unsur  Dakwah,
Landasan Hukum Dakwah. Bab  Tiga  :  Sekilas  Tentang  Biografi  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar  yang
mencangkup,  Riwayat  Hidup  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar,  Pendidikan  dan Karya-Karya  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar,  Perjalanan  Dakwah  Dra.  Hj.  Lutfiah
Sungkar. Bab Empat : Aktivitas Dakwah Dra.  Hj. Lutfiah  Sungkar  yang terdiri
dari,  Bentuk-Bentuk  Aktivitas  Dakwah  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar,  Materi Dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Tujuan dan Sasaran Aktivitas Dakwah Dra.
Hj.  Lutfiah  Sungkar,  Metode  Dakwah  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar,  Tahapan- Tahapan  Aktivitas  Dakwah  Dra.  Hj.  Lutfiah  Sungkar,  Dakwah  Dra.  Hj.
Lutfiah Sungkar. Bab Lima : Penutup yang di dalamnya meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS TENTANG DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
Dakwah  secara  etimologi,  kata  “dakwah”  berasal  dari  bahasa  arab yang  berarti  seruan,  panggilan,  ajakan,  atau  jamuan.  Bentuk  kata tersebut dalam
bahasa  Arab  disebut  masdar,  diambil  dari  kata  kerja -
yang  berarti menyeru,  memanggil,  mengajak  atau  menjamu.
14
Dalam  kamus  kontemporer, dakwah  diambil  dari  kata
- -
yang  berarti  panggilan  atau  seruan.
15
Pegertian dakwah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah:
` q
y 00 G z i+, -
n +2
{ G| G }g
OC~ i+, - VuM KZ• €r•
- F ‚
x f
Artinya:  Allah  menyeru  manusia  ke  darussalam  surga,  dan  menunjuki orang  yang  dikehendaki-Nya  kepada  jalan  yang  lurus  Islam
Q.S.Yunus: 25. Dakwah  hakikatnya  adalah  upaya  untuk  menumbuhkan  kecenderungan
dan  ketertarikan,  menyeru  seseorang  pada  agama  Islam  maknanya  adalah  Anda
14
Abdur Rasyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam,  Jakarta: Bulan Bintang,1997 , Cet ke-3, h. 7
15
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, kamus kontemporer Arab Indonesia,
Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1998 , Cet, ke-3, h. 895
berupaya  untuk  menumbuhkan  kecenderungan  dan  ketertarikan  pada  apa  yang anda serukan, yakni Islam.
16
Dalam  hal  ini  juga,  Mansyur  Amin  memberikan  makna  dakwah  secara bahasa sebagai berikut:
17
a.  Mengharap dan Berdoa kepada Allah Maka ini sesuai dengan Al-Qur’an yaitu:
ƒ - l
„k  { j 0  5…7 0
C† ‡X  2zY   q  ‰2eZ7Š +C
‹h Œ
ƒ - f?
q q
je • E
X2X ,
q 0e=
Ž L W82N
• Gg\
z v f
Artinya:  Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka  jawablah,  bahwasanya  Aku  adalah  dekat.  Aku
mengabulkan  permohonan  orang  yang  berdoa  apabila  ia memohon  kepada-Ku,  Maka  hendaklah  mereka  itu  memenuhi
segala  perintah-Ku  dan  hendaklah  mereka  beriman  kepada- Ku,  agar  mereka  selalu  berada  dalam  kebenaran.Q.S.  Al-
Baqarah: 186
b. Memanggil dengan Suara Lantang
Makna ini sesuai dengan Al-Qur’an yaitu: Tw
E z
g ?
‘ S- }g
u“nF” w+Y =
„ m  i  LN ƒ -  Lg_
C :
“nF” ƒ -
F9 ?
070 =z x f
Artinya:  Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  berdirinya langit  dan  bumi  dengan  iradat-Nya.  Kemudian  apabila  dia
memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu juga kamu keluar dari kubur.”  Q.S. Ar-Rum: 25
16
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, Kajian Kritis Terhadap MetodeDakwah Rasullah
,  Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2000  Cet. Ke-i. h. 13
17
Mansyur Amin. Dakwah dan Pesan Moral,  Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997 , Cet ke-1, h. 8
c. Mendorong seseorang untuk memeluk sesuatu keyakinan tertentu.
Makna ini sesuai dengan Al-Qur’an yaitu: ..
q Zp 
B _ K • = i5–r
0z  i  U ]”
˜UCD ‚
K : lU_ K •‚
Lgp E j• 0 p
. q
Zp N ; _ K • =
i5–r q
0z  i  5GlN h
‚ K :
l€ K •‚
Lgp j• 0 p lR8
„ Š ?
00 G z +, -
n q
` q
y 00 G z +, -
UD•= C
T= =
w 9=ƒ ‡ m  q
;  l0z w
E z
g   D2
L W82N ?
0 \_e E z xxvf
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka  beriman.  Sesungguhnya  wanita  budak  yang  mukmin
lebih  baik  dari  wanita  musyrik,  walaupun  dia  menarik  hatimu. dan  janganlah  kamu  menikahkan orang-orang  musyrik  dengan
wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak  yang  mukmin  lebih  baik  dari  orang  musyrik,  walaupun
dia  menarik  hatimu.  mereka  mengajak  ke  neraka,  sedang  Allah mengajak  ke  surga  dan  ampunan  dengan  izin-Nya.  dan  Allah
menerangkan  ayat-ayat-Nya  perintah-perintah-Nya  kepada manusia  supaya  mereka  mengambil  pelajaran.    Q.S.  Al-
Baqarah: 221 .
18
Jadi  yang  di  maksud  dengan  ayat  di  atas  berdakwah  adalah merupakan  salah  satu  aspek  penyampaian  yang  mempunyai  tujuan
dakwah,  untuk  disampaikan  kepada  khalayak  luas  dengan  cara  yang ditentukan  oleh  syar’i  untuk  mencapai  yang  lebih  baik  benar,  sesuai
dengan  apa yang di inginkan oleh seorang da’i dan Agama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dakwah memiliki dua
arti  yaitu:  “1  penyiaran,  propaganda:  2  penyiaran  agama  dan pengembangan
dikalangan masyarakat:
seruan untuk
memeluk,
18
Ibid
mempelajari  dan  mengamalkan  ajaran  agama.”
19
Dan  Ensiklopedi  Islam, dakwah  yang  berarti    setiap  kegiatan  yang  menyeru,  mengajak,  dan
memanggil untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syariat, dan akhlak Islami.
20
Sedangkan  dakwah  secara  terminologi  istilah  banyak  diartikan adalah  suatu  proses  upaya  mengubah  sesuatu  situasi  kepada  situasi  lain
yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah  yaitu al-Islam. Proses tersebut terdiri dari unsur-unsur atau
komponen-komponen  yang  terdiri  dari:  subjek  dakwah  da’i,  materi dakwah, metode dakwah, media dakwah, dan objek dakwah.
21
Arti  dakwah  menurut  pandangan  beberapa  pakar  ilmuan  adalah sebagai berikut:
a. H. Endang S. Anshari mengatakan sebagai berikut:
1 Arti dakwah dalam arti terbatas  ialah: penyampaian  Islam  kepada
manusia  secara  lisan,  maupun  secara  tulisan,  ataupun  secara lukisan  panggilan, ajakan, seruan, kepada manusia pada Islam
2 Arti  dakwah  dalam  arti  luas:  penjabaran,  penterjemahan  dan
pelaksanaan  Islam  dalam  kehidupan  dan  penghidupan  manusia
19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia R.I.., h. 232
20
Kafrawi Ridwa, dkk,. Ensiklopedi Islam, Jakarta: P.T.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, Cet. Ke-6, h, 181
21
DR. wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Komunikasi Dakwah, Jakarta: Logos, 1997, Cet. Ke-1, h.31
termasuk  didalamnya  politik,  ekonomi,  sosial,  pendidikan,  ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya .
22
b. Prof. Toha Yahya Omar MA:
1 Definisi dakwah menurut Islam adalah: mengajak manusia dengan
jalan  yang  benar  sesuai  dengan  perintah  Tuhan,  untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.
2 Definisi ilmu dakwah secara umum ialah:  ilmu pengetahuan  yang
berisi  cara-cara  atau  tuntunan,  bagaimana  seharusnya  menarik perhatian  manusia  untuk  menganut,  menyetujui,  melaksanakan,
suatu ideologi pendapat pekerjaan tertentu.
23
.
Menurut  Quraish  Shihab  memberikan  definisi  “  dakwah  adalah seruan  atau  ajakan  menuju  pada  keinsyafan  atau  usaha  untuk  mengubah
situasi  yang  lebih  baik  dan  sempura,  baik  terhadap  pribadi  maupun terhadap masyarakat.
24
Dakwah  keagamaan  dalam  perkembangannya  telah  mengalami berbagai  perubahan  bentuk,  cara,  dan  penekanan.  Dahulu  pemaparan
ajaran  agama  dititik  beratkan  pada  usaha  mengaitkan  ajarannya  dengan alam  metafisika.  Sehingga  surga,  neraka,  nilai  pahala,  dan  beratnya
siksaan mewarnai hamper setiap ajakan keagamaan.
22
H.M.S.Hasanudin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah,  Jakarta: Firama
23
Ibid . , h. 28
24
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat.
Bandung : Mizan 1998 Cet Ke-17. h. 194
Dari pendapat di atas dapat disimbulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas  yang menuju kebenaran dan mengubah keadaan yang lebih
baik yang sesui dengan syar’i yang ditentukan oleh Allah SWT. Bertitik  tolak  dari  beberapa  definisi  dakwah  yang  telah
dikemukakan  diatas,  terlihat  bahwa  dakwah  telah  menjadi  kewajiban setiap  mukmin  di  tengah-tengah  kehidupan  masyarakat.  Kewajiban
tersebut sesuai dengan kesanggupan dan proposinya. Hal ini diungkapkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
gp F= LgpD
U Š ? 00 G z
+, - K z=V
? 0 0 X„ z Z
NU9Xš m  ? W   z
Y pD = i  lR8
„ Š 0LNQ
• 2=T =
v f Artinya:    Dan  hendaklah  ada  di  antara  kamu  segolongan  umat  yang
menyeru  kepada  kebajikan,  menyuruh  kepada  yang  maruf dan mencegah  dari  yang  munkar  merekalah  orang-orang  yang
beruntung. Q.S. Al-imran: 104 . .
Dan hadits Rasullah saw :
: ﻡ    ﻡ
ﻡ     ﺏ       +,-   -   ﻥ     +,- 0  1 2
3 -ﻡ
Artinya:  Diriwayatkan  dari  Abu  Sa’id  al-khudri  r.a.  ia  berkata:  saya pernah mendengar Rasullah saw bersabda. “siapa yang melihat
sebuah  perbuatan  munkar,  haruslah  mengubahnya  dengan tangannya  tindakan.  Jika  tidak  sanggup,  maka  dengan
mulutnya  kata-kata.  Jika  tidak  sanggup  pula,  maka  dengan hatinya  ketidak  setujuannya  namun  yang  terakhir  ini
merupakan manifestasi yang paling lemah.” H.R. Muslim.
25
25
Abu Zakariyya Yahya ibn Syaraf an-Nawawi, Riyad as-Solihin, Bairut: Dar al-fikr 1992, h. 67
Dakwah  adalah  sebuah  proses  berkesinambungan  harus  dibangun oleh  unsur  kesadaran,  keteraturan,  peningkatan,  dan  fleksibilitas.  Karena
itu  aplikasi  dakwah  harus  disesuaikan  oleh  kondisi  dan  situasi  yang  ada. Allah  telah  memberikan  rambu-rambu  kebijaksanaan  untuk  orang-orang
beriman  dalam  melaksanakan  dakwah  seperti  yang  terdapat dalam    Q.S. Al-Nahl: 125.
Dalam  ayat  tersebut  terkandung  tiga  prinsip  bagi  pelaksanaan dakwah yaitu:
1. Hikmah,  yaitu  yang  berlandaskan  informasi  tentang  hakikat
kehidupan  psikologi  manusia  suatu  kebijaksanaan  yang  diambil berdasarkan  atas  pertimbangan  matang  sebagai  objek  dakwah
informasi  tersebut  merupakan  bahan  pengetahuan  yang  secara objektif menggambarkan tentang kehidupan manusia dalam segala
dimensi  dan  aspeknya  menurut  situasi  dan  kondisi  yang melengkapinya.
2. mau’izah  hasanah,  yaitu  prilaku  yang  dinyatakan  dalam  bentuk
penasihatan  atau  ajakan  serta  keterangan-keterangan  yang disampaikan  dengan  metode  yang  cukup  baik  dilihat  dari  segi
kedayagunaan psikologi manusia. 3.
Sistem penyampaian secara tatap muka face to face meeting antar pribadi  dan  kelompok  yang  dilakukan  secara  tertib  dan
berlangsung  secara  konsisten  atas  dasar  pendekatan-pendekatan psikologi.
26
Dari  uraian    ayat  di  atas  bahwa  dakwah  adalah  merupakan  suatu kewajiban  bagi  setiap  umat  bukan  da’i  saja  untuk  menyampaikan
kebenaran  Allah  SWT.  Oleh  karena  itu  dakwah  adalah  sifatnya  wajib menurut ayat yang di atas tanpa adanya pengecualian.
2. Unsur-unsur Dakwah
26
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Penghantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet, ke-5, h. 8
Yang  dimaksud  dengan  unsur-unsur  dakwah  adalah  komponen- komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah, unsur-unsur tersebut
adalah subyek dakwah da’i, obyek dakwah mad’u, materi dakwah, metode dakwah, media dakwah serta tujuan dakwah.
27
a.     Subjek Dakwah da’i
Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yaitu orang  yang berusaha  mengubah  situasi  yang  sesuai  dengan  ketentuan-ketentuan  Allah
SWT,  baik  secara  individu  maupun  kelompok  organisasi  sekaligus  sebagai pemberi informasi dan pembawa misi atau lebih jelas disebut dengan da’i.
28
Hendaknya  seseorang  subjek  dakwah  harus  mempunyai  kemampuan- kemampuan
yang  dapat  mendukung keberhasilan  dakwah  adapun
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh subjek dakwah: a.
Memiliki pemahaman agama Islam secara tepat dan benar b.
Memiliki pemahaman hakekat gerakan atau tujuan dakwah c.
Memiliki akhlak karimah d.
Mengetahui perkembangan pengetahuan yang relatif luas e.
Mencintai audiens atau mad’u dengan tulus f.
Mengenal kondisi dengan baik.
29
27
Moh. Ali Azis. M.Ag, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004, Cet, ke- 1. h. 61
28
M. Hapi Ashari,Pemahaman Dan Pengalaman Dakwah, Surabaya: Al- Ikhlas, 1993 Cet ke-, h. 179
29
Abdul Munir Mulkham, Idiologi Gerakan Dakwah, Yogyakarta : Sipress, 1996 Cet. Ke-1. h. 237-239
Di dalam buku yang lain juga ada kemampuan-kemampuan   yang harus di miliki seorang subjek dakwah adalah:
a. Kemampuan berkomunikasi
b. Kemampuan menguasai diri
c. Kemampuan berfsikologi
d. Kemampuan pengetahuan pendidikan
e. Kemampuan di bidang umum
f. Kemampuan di bidang umum Al-Qur’an
g. Kemampuan di bidang ilmu agama secara umum.
30
Dalam  Al-Qur’an  dan  sunnah,  terdapat  penjelasan  tentang  amar  ma’ruf nahi  munkar  dan  perintah  terhadap  mereka  yang  layak  untuk  membawa
bendera  dakwah  Islam.  Merekalah  yang  mampu  mengajarkan  agama,  baik melalui  tulisan,  ceramah  maupun  pengajaran  sehingga  individu  dan
masyarakat  dapat  memahaminya.
31
Ini  menunjukan  bahwa  siapa  saja  yang menyatakan  pengikut  Nabi  Muhammad  hendaknya  menjadi  seorang  da’i,
dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata dan kokoh. Seorang  da’i  harus  tahu  apa  yang  disampaikan  dakwahnya  untuk
memberikan solusi, terhadap problema  yang dihadapi manusia. Juga metode- metode  yang  dihadirkannya  untuk  menjadikan  agar  pemikiran  dan  perilaku
manusia tidak salah dan tidak melenceng. Berkaitan dengan hal-hal ilmu, dan
30
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, Yogyakarta: Sipress 1996 Cet. Ke-1
31
Mustofa ar-Rafi,I, Potret Juru Dakwah, Jakarta: Pustaka Al-Kausar 2002, h. 51
keterampilan  khusus,  memang  kewajiban  berdakwah  terpikul  orang-orang tertentu. Seperti dalam surat An-Nahl ayat 43 yang berbunyi:
X2kn ‹
l 2j  › -
n ;5
œ9 L|K
- i
q y N2
X  . Q Y =_ •
? - EDg_ .  ?  ž N
Yf Artinya:  Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang  kami  beri  wahyu  kepada  mereka;  Maka  bertanyalah  kepada orang  yang  mempunyai  pengetahuan  jika  kamu  tidak  mengetahui,
Q.S. An-Nahl: 43. Menurut Siddiq Amin, da’i atau muballigh dan pengelola dakwah, seperti
ormas  dakwah.  Untuk  melakukan  aktivitas-aktivitas  sebagai  da’i,  agar mempunyai  kredibilitas  dalam  berdakwah  dan  ilmu pengetahuan.  Maka  bagi
seorang da’i harus memperhatikan syarat-syarat tertentu: a.
Syarat yang bersifat akidah. Para da’i harus yakin bahwa agama Islam dengan  segenap  ajaran-ajarannya  itu  benar.  Mereka  harus  beriman
terlebih dahulu dengan iman yang mantap sebelum mereka mengajak orang lain untuk ikut beriman. Dalam surat Al-Baqarah ayat 285:
: g
04 k
m 4Y{9Š
=e -
w +m n
? 0 =
i ,g_
: g
m w
FpR8 +2 w
lFg_ w
k}n . gŸY…
T9 A  m
lG w
k‚n i
q g
N k CD N
q l 9
=Tg˜ CDtm n
¡=e -
K ZI= x f
Artinya:    Rasul  Telah  beriman  kepada  Al  Quran  yang  diturunkan  kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya
beriman  kepada  Allah,  malaikat-malaikat-Nya,  kitab-kitab-Nya  dan rasul-rasul-Nya.  mereka  mengatakan:  Kami  tidak  membeda-
bedakan  antara  seseorangpun  dengan  yang  lain  dari  rasul-rasul- Nya,  dan  mereka  mengatakan:  Kami  dengar  dan  kami  taat.
mereka  berdoa:  Ampunilah  kami  Ya  Tuhan  kami  dan  kepada Engkaulah tempat kembali. Q.S. Al-Baqarah: 285.
. b.
Syarat  yang bersifat ibadah. Komunikasi terus menerus dngan Allah SWT  bagi  seorang  da’i  merupakan  suatu  kewajiban  yang  harus
dilakukan  terus  menerus.  Tidak  hanya  komunikasi  yang  berbentuk ibadah-ibadah  fardlu  belaka,  tetapi  juga  ibadah-ibadah  sunnah
lainnya terutama shalat tahajjud. c.
Syarat  yang  bersifat  akhlakul  karimah.  Para  da’i  dituntut  untuk membersihkan  hatinya  dari  kotoran-kotoran  yang  bersifat  amoral,
seperti hasud, takabbur dan sebagainya. Serta harus mengisi hatinya dengan sifat-sifat sabar, syukur dan lain-lain.
d. Sayarat yang bersifat ilmiah. Para da’i harus mempunyai kemampuan
ilmiah  yang  luas lagi  mendalam,  terutama  yang  menyangkut  materi dakwah yang hendak disampaikan kepada khalayak.
e. Syarat yang bersifat jasmani. Selayaknyalah para da’i itu mempunyai
kondisi fisiknya baik dan sehat. f.
Syarat  yang  bersifat  kelancaran  bicara.  Sebai  da’i  yang  layak mempergunakan  bahasa  kata-kata  untuk  menyampaikan  pesannya
tentang kebenaran Islam dan ajaran-ajarannya, selayaknyalah apabila para da’i itu mempunyai kemampuan berbicara yang lancar lagi fasih
seirama  dengan  aturan-aturan  logika  yang  cepat  diterima  akal  dan mampu menembus dan menyentuh perasaan para pendengarnya.
g. Syarat  yang  bersifat  mujahadah.  Artinya  para  da’i  hendaknya
mempunyai  semangat  berdedikasi  kepada  masyarakatnya  di  jalan Allah  SWT  dan  semangat  berjuang  untuk  menegakkan  kebenaran,
yaitu, kalimatullahhi hiyul ulya. Dalam  hal  ini para da’i diharapkan menjadi  contoh  sebagai  seorang  da’i  diharapkan  menjadi  contoh
sebagai  seorang  mujahid  yang  baik,  melalui  perjuangan  dan pengorbanannya sebagai bakti dan ujian atas kadar keimanannya.
32
Da’i  adalah  pembawa  agama  Allah  untuk  meluruskan  kejalan  yang benar,  tetapi  da’i  juga  harus  mempunyai  kriteria  yang  bijaksana  untuk
menjalankan  misi  dakwahnya  dengan  mengikuti  syarat-syarat  yang  ada, seperti yang diungkapkan oleh seorang da’i Siddiq Amin.
b.     Objek dakwah mad’u
Objek dakwah ini disebut juga mad’u atau sasaran dakwah,  yaitu orang- orang  yang  diseru,  dipanggil,  atau  diundang  maksudnya  ialah  orang  yang
diajak  kedalam  Islam  sebai  penerima  dakwah.
33
Sudah  jelas  bahwa  objek dakwah  adalah  manusia  mulai  dari  individu,  keluarga,  kelompok,  golongan,
massa dan umat seluruhnya. Masyarakat  yang  beraneka  ragam  latar  belakangnya  merupakan  sasaran
objek  dakwah.  Selain  itu  juga  sasaran  dakwah  harus  mampu  mencangkup segala  aspek  kehidupan  secara  utuh,  baik  sebagai  makhluk  pribadi  dan
makhluk sosial. Sasran dakwah dari diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, bahkan dunia.
Sasaran dakwah secara sistematis dibagi menjadi beberapa bagian:
32
M. Masyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al- Amin Press, 1997, cet. Ke-1, h. 70-71
33
A. H. Hasanuddin, Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan
Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1982 h. 34.
1. individu,  sasaran  dakwah  terhadap  diri  sendiri  individu
merupakan  suatu  yang  esensial  sekali.  Sebab,  jika  seorang  da’i menanamkan  kebaikan  dalam  dirinya  maka  akan  mempengaruhi
segala  tingkahlakunya.  Dengan  begitu,  untuk  dapat  diterima  oleh sasaran  dakwah  atas  apa  yang  disampaikan  da’i  dan  untuk
mengharapkan respon sasaran dakwah mengikuti ajarannya, maka da’i harus memberikan teladan yang baik.
2. Keluarga,  didalam  keluarga  ,  orang  tua  merupakan  oarang  yang
pertama kali memperkenalkan ajaran agama kepada anak-anaknya dan  orang  tualah  yang  dapat  memberikan  pengaruh  kedalam  diri
anak dalam pergaulan sehari-hari. 3.
Masyarakat,  masyarakat  umat  manusia  sebagai  sasaran  dakwah merupakan kumpulan individu yang beraneka ragam. Oleh karena
itu,  hendaknya  seorang  da’i  mengadakan  penelitian  untuk memperoleh gambaran mengenai sasaran dakwah.
34
M.  Nasir  dalam  bukunya  Fiqhud  dakwah  mengatakan  bahwa sasaran dakwah yaitu:
1. Ada  golongan  cendik-cendikiawan  yang  cinta  kebenaran  berfikir
kritis dan cepat tanggap. Mereka itu harus dihadapi dengan hikmah, yakni  dengan  alasan-alasan,  dalil  dan  hujjah  yang  dapat  diterima
oleh kekuatan akal mereka.
34
M. Nasir, Fiqhud Dakwah, Solo: Ramadhani, 1987, h. 7
2. Ada  golongan  awam,  orang  yang  belum  dapat  berfikir  kritis  dan
mendalam.  Belum  dapat  menangkap  pengertian  tinggi-tinggi. Mereka  ini  panggil  dengan  sebutan  mau’idzotul  hasanah,  dengan
ajaran  dan  didikan  yang  baik-baik.  Dengan  ajaran-ajaran  yang mudah dipahami.
3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan
tersebut. Mereka ini  yang dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan,
yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong agar pikiran secara sehat.
35
Mad’u dalam Islam ma’ul dan do’a, berarti orang yang diajak, atau di  karenakan  perbuatan  dakwah,  Mad’u  adalah  objek  sekaligus  subjek
dalam  dakwah  yaitu  seluruh  manusia  tanpa  terkecuali,  siapapun  mereka, laki-laki  maupun  perempuan,  tua  maupun  muda,  seorang  bayi  baru  lahir
ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua adalah mad’u dalam dakwah Islam.
36
Kegiatan  dakwah  sangat  ditentukan  oleh  sasaran  dakwah,  karena tanpa  adanya  sasaran  dakwah  maka  dapat  dikatakan  dakwah  itu  pada
hakikatnya  tidak  ada.  Dengan  demikian,  masyarakat  sebagai  sasaran dakwah  mencakup  sebagai  aspek  kehidupan  yang  memiliki  strata  sosial
yang berbeda-beda, yang semunya harus dihadapi secara proporsional dari para da’i.
35
Ibid
36
Cahyadi Takariawan “ Prinsip-Prinsip Dakwah, Yang Tegar di Jalan Allah  Yogyakarta Izzan Pustaka, 2005  Cet, Ke-4. h. 25
Sasaran dakwah adalah manusia, baik  individu maupun kelompok masyarakat.  Dalam  hal  ini  Amarullah  Ahmad  mengkalsifikasikan
sasaran dakwah menjadi tujuh kelompok, yaitu: a.
Kelompok  sasaran  dakwah  berdasarkan  tempat  tinggal  yaitu penduduk desa dan kota
b. Kelompok
sasaran dakwah
berdasarkan struktur
kemasyarakatan, yaitu masyarakat agraris dan industri. c.
Kelompok sasaran dakwah berdasarkan tingkat pendidikan. d.
Kelompok sasaran dakwah berdasarkan peranan  dan struktur kekuasaan, yaitu pemimpin dan rakyat.
e. Kelompok  sasaran  dakwah  berdasarkan  agama,  yaitu  Islam
dan non Islam. f.
Kelompok sasran dakwah berdasrkan siakp terhadap dakwah yaitu orang yang cinta terhadap Isalm atau sebaliknya.
g. Kelompok  sasaran  dakwah  berdasarkan  usia,  misalnya  anak
6-13  th,  remaja14-16  th,  dewasa18-35  th,  orang  tua35- 55 th, dan lanjut usia55-keatas.
37
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Prof.H.M. Arifin, M.Ed. dalam bukunya  psikologi  dakwah.  Ia  mengklasifikasikan  sasaran  dakwah
menjadi delapan kelompok, kelompok masyarakat dilihat dari segi: a.
Sosiologis: yaitu masyrakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
b. Struktur  kelembagaan:  yaitu  masyrakat,  pemerintah,  dan
keluarga. c.
Sosio-kultural:  yaitu  golongan  priyayi,  abangan,  dan  santri, klasifikasi ini terdapat dalam masyrakat jawa.
d. Tingkat  usia:  yaitu  golongan  anak-anak,  remaja,  dan  orang
tua. e.
Okupasional  propesi  atau pekerjaan  yaitu petani,  pedagang, seniman, buruh, pegawai negri, dan sebagainya.
f. Tingkat  sosio-ekonomi:  yaitu  orng  kaya,  menengah,  dan
miskin. g.
Jenis kelamin: yaitu wanita, pria, dan sebagainya.
37
Amarullah Ahmad,ed, Dakwah Islam dan Perbuatan Sosial, Yogyakarta: PLP2M, 1985. Cet, ke-2. h. 300
h. Masyarakat khusus: yaitu tuna susial, tuna wisma, tuna karya,
narapidana, dan sebagainya.
38
Masing-masing kelompok
masyarakat tersebut
memiliki karakteristik  yang  berbeda.  Hal  ini  menurut  adanya  sistem  dan  metode
dakwah yang berbeda pula. Dengan demikian, kegiatan dakwah akan lebih efektif dan efesien jika penggunaan sistem dan metodenya sesuai dengan
kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
c. Materi Dakwah
Pada dasarnaya  materi  dakwah,  tidak  lain  adalah  Al-Qur’an  dan  Al- Hadits sebagai sumber utama yang meliputi: aqiadah, syariah, dan akhlak
dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.
39
Materi  dakwah  tergantung  pada  tujuan  dakwah  yang  hendak  dicapai, namun  secara  umum  bahwa  materi  dakwah  adalah  mencangkup  ajaran
Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam.  Karena  sangat  luasnya  ajaran  yang  terkandung  dalam  Al-Qur’an
dan  Hadits,  maka  da’i  harus  cermat  dan  mamapu  dalam  memilih  materi yang akan disampaikan  kepada mad’u dengan mempertimbangkan situasi
dan kondisi masyarakat. Barmawi  Umay  lebih  spesifik  menjelaskan  bahwa  materi  dakwah
yaitu:
38
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Penghantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet, ke-5, h. 3-4
39
Ibid, h. 7
a. Akidah,  menyebarkan  dan  menanamkan  pengertian  akidah
Islamiyah  yang  berpangkal  dari  rukun  Iman  yang  prinsipil  dan segala perincianya.
b. Akhlak,yaitu  menerangkan  akhlakul  karimah  akhlak  yang  mulia
dan akhlak madzmumah akhlak yang tercela dengan segala dasar, hasil  dan  akibatnya  kemudian  diikuti  dengan  contoh-contoh  yang
telah berlaku dalam sejarah. c.
Ukhuwah,  yaitu  menggambarkan  persaudaraan  yang  dikehendaki Islam antar penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap
golongan lain non Islam. d.
Ahkam, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi soal- soal  ibadah,  muamalah,  awal  al-sahsiyah  yang  wajib  diamalkan
oleh muslim dan masalah lainnya. e.
Pendidikan,  yaitu  melukiskan  sistem  pendidikan  Islam  yang  telah dipraktikan  oleh  tokoh-tokoh  pendidikan  Islam  dimasa  sekarang
dan masa yang akan datang. f.
Sosial, yaitu mengemukakan bagaimana solidaritas menurut hukum agama,  tolong  menolong,  kerukunan  hidup  sesuai  dengan  ajaran
Islam dan hadits-hadits Nabi. g.
Kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama, mengingat pertumbuhan
kebudayaan dengan sifat asimilasi dan aktualisasi sesuai ruang dan waktu.
h. Kemasyarakatan,  yaitu  mengurangi  kontruksi  masyarakat  yang
penuh berisi ajaran Islam dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.
i. Amar  ma’ruf,  yaitu  mengajak  manusia  untuk  berbuat  baik  agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. j.
Nahi  munkar,  yaitu  melarang  manusia  dari  berbuat  jahat  agar terhindar dari malapetaka yang akan datang.
40
Da’i  atau  da’iah  dalam  menyampaikan  dakwahnya  baik  melalui  lisan maupun  tulisan  harus  sesuai    degan materi  yang  akan  disamapaikannya  pada
mad’u, untuk menjalankan perintah Allah SWT.
d.  Tujuan Dakwah
40
Amarullah Ahmad, ed, Dakwah Islam dan Perbuatan Sosial, Yogyakarta: PLP2M 1985, Cet, ke-1, h. 300
Tujuan dakwah adalah merupakan salah satu faktor  yang sangat penting dengan  tujuan  itulah  dapat  dirumuskan  suatu  landasan  tindakan  dalam
pelaksanaan dakwah.
41
Sedangkan tujuan dari kegiatan dakwah adalah untuk memanggil  kepada syariat dan memecahkan persoalan hidup perseorangan atau persoalan berumah
tangga, berjamaah, bermasyarakat, berbangsa, bersuku bangsa, bernegara, dan berantara  negara.  Dakwah  juga  bertujuan  memanggil,  kepada  fungsi  hidup,
sebagai  hamba Allah, diatas dunia terbentang luas ini  yang berisikan manusia sebagai  jenis  dan  bermacam  kepercayaannya,  yakni  fungsi  sebagai  syuhada
‘ala  an-nas, menjadi  pelopor  dan  pengawas  bagi  umat  manusia.  Dakwah  juga
dapat memanggil kepada tujuan hidup yang hakiki, yakni menyembah Allah.
42
Syekh    Ali  Mmahfudz  merumuskan,  bahwa  tujuan  dakwah  ada  lima perkara yaitu:
1. menyiarkan tuntunan Isalm, membetulkan aqidah dan meluruskan amal
perbuatan manusia, terutama budi pekertinya. 2.
memindahkan hati dari kesadaran jelek kepada kesadaran yang naik. 3.
membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara kaum muslimin.
4. menolak faham ateisme, dengan mengimbangi dengan cara-cara mereka
bekerja. 5.
menolak  syubhat-syubhat,  bid’ah  dan  khutafat  atau  kepercayaan  yang tidak bersumber dari agama dengan mendalami ilmu usulluddin.
43
41
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 33
42
M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, Gema Insani press, 1999, Cet. Ke-1, h. 70
43
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 34
Selain  itu  dakwah  juga  bertujuan  untuk  menumbuhkan  pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengamalan, ajaran agama yang dibawakan oleh
aparat dakwah atau penerangan agama.
44
Menurut M. Bahri Ghazali dalam bukunya Dakwah  Komunikatif, tujuan dari kegiatan dakwah terbagi dari dua tujuan, yakni tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. 1.
Tujuan jangka pendek Tujuan  jangka  pendek  dari  kegiatan  dakwah  adalah  untuk  memberikan
pemahaman tentang Islam kepada masyarakat sasaran dakwah itu. Dengan adanya  pemahaman  masyarakat  tentang  Islam,  maka  masyarakat  akan
terhindar dari sikap dan perbuatan yang munkar dan jahat.
45
2. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan  panjang  dari  kegiatan  dakwah  ialah:  untuk  mengadakan perubahan sikap masyarakat, sikap yang dimaksud adalah prilaku-prilaku yang
tidak  terpuji  bagi  masyarakat  yang  tergolong  kepada  kemaksiatan  yang tentunya  membawa  kepada  kemudharatan  dan  mengganggu  ketentraman
masyarakat lingkungannya.
46
Tujuan  dakwah  menjadi  tujuan  utama  jangka  panjang  dan  tujuan perantara  jangka  pendek.  Yang  dimaksud  tujuan  utama  jangka  panjang
yaitu terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan  perantara  jangka  pendek  yaitu  nilai-nilai  yang  dapat
44
Arifin,M, Ed, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet. Ke-5, h. 34.
45
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif,  Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, Cet, ke-1, h. 5
46
Ibid., h.7.
mendatangkan  kebahagiaan  dan  kesejahteraan  yang  diridhai  Allah  masing- masing sesuai dengan segi atau bidangnya
Dari  uraian-uraian  tujuan  dakwah  diatas,  maka  penulis  menyimpulkan bahwa  tujuan    yang  ideal  yang  ingin  dicapai  oleh  dakwah  Islam  adalah
menuntun manusia agar memperoleh kebahagiaan hidup, kesejahteraan baik di dunia  maupun  diakhirat  dan  terhindar  dari  kesulitan-kesulitan  baik  ketika
hidup  maupun  mati.  Untuk  memperoleh  semua  ini,  manusia  membutuhkan pedoman yang akan menuntun kehidupan mereka.
e.     Metode Dakwah
Dari  segi  bahasa  “metode”  berasal  dari  kata  yaitu”meta”  melalui dan”hodos”jalan,cara.
47
Dengan demikian dapat kita artikan bahwa metode adalah  cara  atau  jalan  yang  harus  dilalui  untuk  mencapai  suatu  tujuan.
Sumber  yang  lain  menyebutkan  bahwa  metode  berasal  dari  bahasa  Jerman methodica
artinya  ajaran  tentang  metode.  Dalam  bahasa  yunani,  metode berasal  dari  kata  methodos  artinya  jalan  yang  dalam  bahasa  arab  disebut
Thariq.
48
Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan
47
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-1. h.61
48
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 35
untuk  mencapai  tujuan  tertentu.
49
Apabila  kita  artikan  secara  bebas  metode adalah  cara  yang  telah  diatur  dan  melalui  proses  pemikiran  yang  untuk
mencapai suatu maksud. Bentuk-bentuk metode dakwah, seperti dikutip dalam Al-Qur’an surat
An- Nahl ayat: 125: gh
i+, - fe jk l +m n
Up =V
m  US 0 = U
U =V q
W= G 7
5 r\
m sn Q i ?
- ltm n
NQ u +2 0 m  v
w e jk q
NQ u +2 0
;J G E W = m
vx f Artinya:    Serulah  manusia  kepada  jalan  Tuhan-mu  dengan  hikmah[845]  dan
pelajaran  yang  baik  dan  bantahlah  mereka  dengan  cara  yang  baik. Sesungguhnya  Tuhanmu  dialah  yang  lebih  mengetahui  tentang  siapa
yang  tersesat  dari  jalan-Nya  dan  dialah  yang  lebih  mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.Q.S. An-Nahl: 125.
Pada ayat  tersebut  terdapat  tiga  metode  yang  dapat  digunakan  dalam berdakwah yaitu:
1. Metode  Al-Hikmah  “Kebijaksanaan  atau  Adil”Yaitu  suara  cara  atau
pendekatan  yang  dilakukan  oleh  seorang  da’i  kepada  mad’unya dengan kebijaksanaan, sikap kasih sayang dan proporsinya.
2. Metode Mau’idzhatil Hasanah “Nasihat yang Baik”
Yaitu  suatu  cara  penyampaian  pesan  oleh  seorang  da’i  kepada mad’unya  dengan  memberikan  nasehat-nasehat  yang  baik  atau
memberikan peringatan, kata-kata ucapan atau teguran yang baik dan tidak  menyinggung  perasaan  mad’u  sehingga  mad’u  tidak  merasa
dipaksa dalam menerima pesan-pesan dakwah.
49
Wardi bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997 h. 34
3. Metode Al-Mujadalah Billati hiya ahsan “Berdebat, berdiskusi”
Yaitu penyampaian dakwah yang dilakukan dengan cara berdebat atau bertukar  pikiran  secara  baik,  bertukar  pikiran  disini  dapat  dilakukan
berbagai bentuk dialog, diskusi, seminar dan lain-lain. Dengan tujuan satu  sama  lain  mengerti  serta  mempelajari  ajaran-ajaran  yang  satu
dengan  yang  lainnya  secara  luas  untuk  menghapus  sifat  sombong kepada ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
50
Dari  ketiga  metode  di  atas  dapat  disesuaikan  dengan  kondisi  dan tingkat  pemahaman  masing-masing  jamaahnya,  dan  bahkan  implikasinya
yang  lebih  parah  akan  semakin  menjauhkan  mereka  dari  ajaran  agama. Metode  dakwah  juga  bukanlah  satu-satunya  kunci  kesuksesan  akan  tetapi
keberhasialn dakwah ditunjang dari seperangkat syarat baik dari pribadi da’i subyek dakwah ataupun lainnya.
Selain metode-metode di atas ada juga metode-metode lain yang dapat dipadukan  dengan  metode-metode  yang  telah  digariskan  dalam  surat  An-
Nahl tadi, yaitu seperti: 1.
Metode Ceramah  Retorika Dakwah Ceramah  adalah  suatu  teknik  atau  metode  dakwah  yang  banyak
diwarnai oleh ciri  karakteristik bicara oleh seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah.  Ceramah  dapat  pula  bersifat  propaganda,  kampaye,  berpidato
retorika, khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.
51
50
Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiiyah, Malaysia: Nur Niaga SDN BHD, 1999, Cet ke-1, h.28-30
51
Asmuni, Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al- Ikhlas, 1983, h. 104
Metode  ceramah  sebagai  salah  satu  metode  atau  teknik  berdakwah tidak  jarang  digunakan  da’i-da’i  ataupun  para  utusan  Allah  dalam  usaha
menyampaikan risalahnya dan terbilang usaha tersebut akan efektif dan tepat bilamana:
a. Objek atau sasaran dakwah berjumlah banyak.
b. Penceramah  da’i  orang  yang  ahli  berceramah  dan
berwibawa. c.
Sebagai syarat dan rukun suatu ibadah, seperti khutbah jum’at, hari raya.
d. tidak  ada  metode  lain  yang  dianggap  paling  sesuai
dipergunakan.
52
Metode  ceramah  dapat  disebut  sebagai  metode  dakwah  tradisional dimana seorang da’i mendominasi situasi, jadi semua kendali dipegang oleh
da’i dan audiens hanya menjadi pendengar saja tanpa ada kesempatan untuk berkomentar.  Jadi  materi  yang diberikan  oleh  seorang  da’i  tidak  ada  timbal
balik  dari  mad’unya. Metode  ini  sangat  tepat  apabila  jamaah  yang  dihadapi merupakan kelompok yang berjumlah besar. Kelebihan metode ini antara lain
adalah  dalam  waktu  singkat  dapat  dicapai  materi  sebanyak-banyaknya, sedangkan kekurangannya adalah jika penceramah tidak memperhatikan lagi
psikologis jamaahnya, maka ceramah dapat bersifat membosankan. 2
Metode Tanya-Jawab
52
Ibid. 106
Metode tanya  jawab adalah penyampaian materi  dakwah dengan cara mendorong  sasarannya  objek  dakwah  untuk  menyatakan  suatu  masalah
yang dirasa belum dimengerti dan da’inya penjawabnya.
53
Metode  ini  dimaksudkan  untuk  melayani  masyarakat  sesuai  dengan kebutuhannya. Sebab dengan bertanya berarti orang ingin mengerti dan dapat
mengamalkannya.  Oleh  karena  itu  jawaban  pertanyaan  sangat  diperlukan kejelasan  dan  pembahasan  sedalam-dalamnya  metode  ini  sering  juga
dilakukan disaat Rasullah SAW. Berdasarkan  bentuk-bentuknya  penyampain  metode  dakwah  dapat
dikelompokan dalam tiga katagori, yakni: a.  Bi al-Lisan
Dakwah bi al-lisan adalah suatu bentuk dakwah  yang dilaksanakan melalui lisannya, metode ini sangat umum digunakan oleh para da’i di
dalam ceramah, pidato, khutbah, diskusi, nasihat dan lain-lain. b. Bi al-Hal
Dakwah  bil  hal  adalah  dakwah  yang  dilakukan  dengan  perbuatan nyata  yang  meliputi  keteladanan.  Metode  dakwah  ini  dapat  dilakukan
oleh  setiap  individu  tanpa  harus  memiliki  keahlian  khusus  dalam bidang  dakwah.  Dakwah  bi  al-hal  dapat  dilakukan  misalnya  dengan
tindakan nyata  yang dari karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara  konkret  oleh  masyarakat,  seperti  pembangunan  Rumah  Sakit
atau fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk kemaslahatan umat. c. Bi al-Qalam
53
Ibid. h. 124
Dakwah  bi  al-Qalam  adalah  dakwah  yang  dilakukan  melalui tulisan, dakwah ini memerlukan keahlian khusus dalam hal menulis dan
merangkai  kata-kata  sehingga  penerimaan  dakwah  tersebut  akan tertarik  untuk  membacanya  tanpa  mengurangi  maksud  yang
terkandungnya  di  dalamnya,  dakwah  tersebut dapat  dilakukan  melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buku, buletin maupun lewat
internet.
54
Menurut  Slamet  Muhaemin  Abda,  metode  dakwah  dapat  dilihat  dari segi cara, jumlah audien dan cara penyampaian.
Metode dakwah dari segi cara, ada dua macam: a.
Cara  tradisional,  termasuk  didalamnya  adalah  sistem  ceramah umum. Dalam cara ini da’i aktif berbicara, sedangkan komunikan
pasif.  Komunikasi  hanya  berlangsung  satu  arah  one  way communication
. b.
Cara modern, termasuk di dalamnya adalah diskusi, seminar dan sejenisnya  dimana  terjadi  komunikasi  dua  arah  two  way
communucation .
Metode dakwah dari segi jumlah audien, ada dua macam: a.
Dakwah  perorangan,  yaitu  dakwah  yang  dilakukan  terhadap orang secara langsung.
54
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 39
b. Dakwah  kelompok,  yaitu  dakwah  yang  dilakukan  terhadap
kelompok tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.
55
f.        Media Dakwah
Bila  dilihat  dari  asal  katanya,  media  berasal  dari  bahasa  Latin  yaitu median
yang  berarti  alat  atau  perantara,  sedangkan  menurut  istilah,  media adalah  segala  sesuatu  yang  dapat  dijadikan  sebagai  alat  perantara  untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
56
Dalam  kamus  istilah  komunikasi,  “media”  berarti  sarana  yang digunakan  oleh  komunikator  sebagai  saluran  untuk  menyampaikan  pesan
kepada komunikan,  apabila  komunikasi  jauh  tempatnya,  banyak  jumlahnya, atau keduanya. Jadi segala  sesuatu  yang dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam  berkomunikasi  disebut  media  komunikasi.  Adapun  bentuk  dan jenisnya beraneka ragam.57
Education  Association  mendefinisikan  media  sebagai  benda  yang dapat  dimanipulasikan,  didengar,  dilihat,  dibaca,  atau  dibicarakan  beserta
instrumen yang dipergunakan dengan baik.
58
Antonio  Gramsci  melihat  media  sebagai  ruang  dimana  berbagai ideologi direpresentasikan.  Ini berarti, disatu sisi  media bisa menjadi sarana
55
Ibid h. 40
56
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al- ikhlas, 1983, h. 163
57
Ghazali  BC.  TT.,  Kamus  Istilah  Komunikasi,  Bandung:  Djambatan, 1992, h. 227
58
Asmawi,  M.  Basyiruddin  Usman,  Media  Pembelajaran,  Jakarta: Ciputat Pers, 2002, h. 11
penyebaran  ideologi  penguasa,  alat  legitimasi  dan  kontrol  atas  wacana publik.  Namun  disisi  lain,  media  juga  bisa  menjadi  alat  resistensi  terhadap
kekuasaan.
59
Berdasarkan  pengertian  di  atas,  maka  media  dakwah  segala  sesuatu yang  dapat  dipergunakan  sebagai  alat  untuk  mencapai  tujuan  dakwah  yang
telah  ditentukan.  Media  dakwah  yang  dimaksud  dapat  berupa  barang material, orang,tempat kondisi tertentu dan sebagainya.
60
Media  dakwah  adalah  peralatan  yang  dipergunakan  untuk menyampaikan  materi-materi  dakwah,  pada  zaman  modern  umpamanya:
Televisi, Radio, kaset rekaman, majalah, surat kabar, dan yang seperti disebut di  atas,  termasuk  melalui  berbagai  macam  upaya  mencari  nafkah  dalam
berbagai sektor kehidupan. Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam,  ada  beberapa  media  yang  dapat  dijadikan  sebagai  media  dakwah diantaranya:
a. Lembaga- lembaga pendidikan formal
b. Lingkungan keluarga
c. Organisasi-organisasi Islam
d. Hari-hari besar Islam
e. Media  massa  radio,  televisi,  film,  buku,  surat  kabar,  majalah,
internet, dan lain-lain.
59
Alex  Sobur,  analisis  Teks  Media,  Bandung:  PT.  Remaja  Rosdakrya, 2001, h. 30.
60
Asmuni  Syukir,  Dasar-dasar  Strategi  Islam,  Surabaya:  Al-ikhlas, 1983, h. 176
f. Seni budaya musik, drama sastra, wayang kulit, dan lain-lain.
61
Menurut  Hamzah  Ya’qub  media  dakwah  diklasifikasikan  menjadi lima jenis yaitu:
a. Lisan,  merupakan  media  yang  paling  mudah  mempergunakannya
lidah dan suara. b.
Tulisan,  media  ini  berfungsi  untuk  menggantikan  keberadaan  da’i dalam  proses  dakwah,  tulisan  dapat  menjadi  alat  komunikasi  da’i
dan mad’u. c.
Lukisan, gambar atau ilustrasi, media ini berfungsi sebagai penarik. d.
Audio Visual, media  ini dapat merangsang indera penglihatan dan pendengaran mad’u.
e. Akhlak, yaitu langsung dimanifestasikan dalam tingkah laku da’i.
62
Peranaan  atau  kedudukan  media  dakwah  sangat  penting  dalam menunjang tercapainya tujuan dakwah. Hal ini dikarenakan media dakwah
merupakan  suatu  elemen  yang  vital  dan  merupakan  urat  nadi  dalam totalitas dakwah. Artinya proses dakwah tanpa adanya media  sangat  sulit
mencapai hasil yang maksimal.
63
Pengertian  yang di atas menunjukan bahwa materi dakwah adalah suatu  yang  penting  dalam  penyampai  dakwah  yang  akan  di  sampaikan
61
Ibid, h. 179
62
Hamzah Yakub, Publisistik Islam : Teknik Dakwah dan Ledership Bandung: CV Diponogoro, 1982, h. 13
63
Ibid,. h. 14
oleh  seorang  da’i  kepada  sasaran  dakwahnya,  yang  sesuai  dengan ketentuan-ketentuan  Islam  atau  Agama  dalam  mensiarkan  ajaran  Allah
menuju jalan yang lurus.
3. Landasan Hukum Dakwah
1. Hukum Dakwah Hukum  yang  selalu  menjadi  pegangan  dan  elaksanaan  pada
masyarakat,  oleh  karena  itu  masyarakat  sadar  atau  tidak  sadar  hukum adalah  suatu  yang  tidak  bisa  dihindari,  hukum  apapun  hukum  apapun
konsekuensinya  apabila  melaksanakan  ataupun  melanggarnya  hukum tersebut.  begitu  jugaa  hukum  dakwah  yang  berpedoman  pada  Al-Qur’an
dan hadits. Pada dasarnya  para  ulama sepakat bahwa  dakwah  Islam itu  wajib
hukumnya, ada yang berpendapat wajib “a’in” artinya seluruh umat Islam dalam kedudukan apapun tanpa kecuali wajib melaksanakannya  dakwah,
dan ada pula  yang berpendapat wajib “kifayah” artinya dakwah itu hanya diwajibkan  atas  sebagian  umat  Islam  yang  mengerti  saja  seluk  beluk
agama Islam.
64
Tentang  kewajiban  dakwah  ini,  Syekh  Muhammad  Abduh, cenderung  kepada  pendapat  dakwah  itu  wajib  “a’in”  hukumnya  dengan
alasan bahwa
huruf “lam”
yang terdapat
pada kalimat
“waltakim”mengandung  makna  perintah  yang  sifatnya  mutlak  tanpa
64
Syamsuri Siddik, Dakwah dan Teknik Berkhutbah , Bandung: PT. Al- Ma’arif ,1981 h. 12
syarat,  sedangkan  huruf  “min”  yang  terletak  pada  kalimat  “minkum” mengandung  makna  “lilbayan”  yang  bersifat  penjelas,  menurut  beliau
seluruh  umat  Islam  dengan  ilmu  yang  dimilikinya  betapapun  minimnya, wajib  mendakwahkan  kepada  orang  lain,  sesuai  dengan  ilmu  dan
kemampuan yang ada padanya.
65
Selanjutnya  Fand  Makruf  Noor,  menyatakan  alasan  lain  yang menetapkan  hukunm  dakwah  fardu  “a’in”  memberikan  penjelasan  kata
“minkum”  itu  sebagai  “baynah”  penjelas  dan”taukid”  menguatkan terdapat kata “waltakun”.
66
Seperti  dalam  Firman  Allah  tentang  hukum  dakwah  dalam  surat At-Taubah ayat 122
. Peryataan  yang  mengatakan  dasar  hukum  berdakwah  adalah
memang tidak diragukan lagi, yang menjadi persoalannya ketentuan wajib itu.  Ada  sebagian  ulama  mengatakan  waji  “a’in”  dan  ada  juga  yang
mengatakan  “fardhu  kipayah”.  perbedaan  ini  berkisar  pada  penafsiran “min” pada ayat “minkum” yang terdapat pada surat Al-Imran ayat 104.
Dengan  kedua  pendapat  tersebut  .  Hafi  Ansori  dalam  risalahnya mengemukakan  bahwa  kedudukan  hukum  berdakwah  dapat  digolongkan
kedalam 2  dua  pandangan: 1.
Fardhu  kipayah,  maksudnya  kewajiban  dakwah  dapat  dilakukan  oleh sebagian  orang  saja,  atau  apabila  sekelompok  orang  telah  melakukan,
maka sudah mewakili yang lainnya.
65
Ibid, h. 13
66
Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah,Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981 Cet. Ke-1, h. 7
2. Fardhu  ‘ain,  maksudnya  bahwa  aktivitas  dakwah  menjadi  kewajiban
setiap individu dari umat Islam dan kewajiban tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan posisi masing-masing.
67
Dari penjelasan di atas maka hukum dakwah ada yang mengatakan wajib setiap  muslim  tanpa  di  batasi  ilmunya  ada  juga  kewajiban  individu  muslim
dengan  alasan  kewajiban  umat  Islam  yang  memiliki  keilmuan  dan  ada  juga kewajiban fardu ‘ain dan kifayah dan apabila tidak melakukannya berdosa.
67
Hafi Anshori, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, Surabaya: Al- Ikhlas, 1993 Cet. Ke-1, h. 66-68
BAB III
SEKILAS TENTANG BIOGRAFI DRA. HJ. LUTFIAH SUNGKAR
A. Riwayat Hidup Dra. HJ. Lutfiah Sungkar
Dra. Hj. Lutfiah Sungkar adalah seorang da’iyah yang  berkebangsaan Indonesia  dari  keturunan  bangsa  Arab.  Beliau  adalah  putri  ke  lima  dari
delapan  bersaudara  yaitu  Zaenab,  Samahah,  Mark  Sungkar,  Rasyid  Sungkar, Nadjib  Sungkar.  Sedangkan  kedua  orang  beliau  yaitu,  Fatimah  dan  Ali
Sungkar almarhum. Beliau dilahirkan di Solo Jawa Tengah, tanggal 12 Juni 1947.  Pada  saat  ini  beliau  tinggal  di  Komplek  Larangan  Indah,  Jl.  Mawar
Raya, Blok III  1 A  Ciledug, Tangerang. Beliau  berumah  tangga  dengan  H.  Hasan  Ali,  dikaruniai  Lima    buah
hati tercinta yaitu, Riza, Shelly, Helmi, Faizah Deana, Noufel. Dan  diberkati Lima Belas cucu diantaranya; Fania  Reza, Faris  Munir, Nabil Munir, Farhan
Helmy,  Syukriah  Helmy,  Sarah  Munir,  Khadijah  Munir  Almarhumah, Rahilla  Munir  Almarhumah,  Chalid  Ali,  Yusuf  Nofel,  Kamila  Munir,
Fauzan Riza, Alisha Munir, Yasmin Nofel, Nabila Riza, Hamzah Riza, Syafik Helmy.
68
Pada masa usia kecilnya, Ibu Hj. Lutfiah Sungkar tidak jauh berbeda dengan  kebanyakan  anak-anak  pada  umumnya.  Seperti,  bermain  tebak-
68
Hasil Wawancara Hj. Lutfiah Sungkar, pada tanggal  17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok tiga 1 A Ciledug.
tebakan,  hitung-hitungan,  dan  lain  sebagainya.  Namun  Hj.  Lutfiah  Sungkar mempunyai kelebihan yang sedikit dimiliki kebanyakan teman-temannya yang
lain  seperti:  hobbi  membaca  Al-Qur`an,  Hadits,  dan  buku-buku  Islami. Kegemaran  beliau  dalam  membaca  dan  menulis  masih  eksis  sampai  beliau
menjadi seorang da`iyah seperti sekarang ini. Ibu  Hj.  Lutfiah  Sungkar  biasa  dipanggil  Fifi  oleh  teman-temannya
sewaktu masih kecil. Beliau dikenal sebagai anak yang sangat  lucu dan pintar hal  ini  diungkapkan  beliau.  Dengan  memiliki  sifat  seperti  itulah  akhirnya
beliau  disukai  oleh  kebanyakan  teman-temannya.
69
Sedangkan  pendidikan yang  diberikan  pihak  keluarganya  kepada  beliau  adalah  pendidikan  agama
yang  sangat  luar  biasa  yaitu,  dengan  jalan  mendekatkan  diri  kepada  Allah. Sifat  demokratis  adalah  salah  satu  cara  yang  selalu  ditanamkan  oleh  pihak
keluarganya  kepada  beliau.  Hal  ini  didasarkan  atas  kedisiplinan  ilmu  yang dimiliki keluarga beliau.
Ibu Hj. Lutfiah Sungkar mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menjadi  seorang  yang  sukses  dalam  segala  bidang  ilmu  pengatahuan.
Terutama  ilmu  tentang  jalan  mencapai  Ridha  Allah,  dan  melakukan  hal-hal yang  tidak  bertentangan  dengan  agama.  Tanda-tanda  hal  seperti  inilah  telah
terlihat  semenjak  beliau  masih  usia  anak-anak.  Banyak  aktifitas  yang  beliau lakukan  semasa  masih  sekolah  diantaranya,  membaca  buku-buku  agama,
umum, menulis, dan membaca Al-Qur`an.
70
Hal  ini di pertegaskan oleh anak kandungnya  sendiri  yaitu  Shelly.  Yang  sekarang  bekerja  sebagai  asisten  Hj.
Lutfiah  Sungkar.  Dalam  wawancara  penulis  dengan  Shelly  mengatakan,
69
Ibid
70
Ibid.
“Semasa  mudanya  beliau  sering  sekali  mengisi  berbagai  aktivitas diantaranya yaitu, dengan menuntut ilmu dan mengaji. Setelah beliau pulang
dari sekolah formal, beliau langsung melanjutkan aktivitasnya yang lain yaitu mengaji.  Hal itu juga dirasakan saya sewaktu dulu masih kecil”
.
71
Kegiatan  beliau  seperti  itu  masih  terus  berlanjut  sampai  akhirnya beliau  berumah  tangga.  Hal  inilah  yang  membuktikan  konsistensi  beliau
dalam menuntut ilmu patut kita semua tiru. Seperti yang telah penulis jelaskan di atas bahwa pada masa mudanya beliau sangat rajin menuntut ilmu bahkan,
sampai sekarang. “Kita jangan berhenti dan bosan dalam menuntut ilmu”Hj. Lutfiah Sungkar.
72
Kalau  dilihat  dari  silsilah  keturunan  orang  tua    beliau  adalah  orang yang  berpendidikan  dari  keturunan  Bangsa  Arab.  Sebagai  keturunan  dari
Bangsa  Arab,  tentunya  sangat  disiplin  sekali  dalam  mempelajari  ilmu-ilmu agama.  Dalam  mengembangkan  dan  memajukan  ajaran  agama  Islam.
Pendidikan  yang  diberikan  orang  tuanya  menjadikan  beliau  seorang  yang selalu  prihatin  dan  peduli  kepada  keadaan  disekelilingnya.  Oleh  karena  itu,
beliau  sangat  di  kenal  dengan  sosok  pekerja  keras  dan  pantang  menyerah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagaman khusunya.
73 71
Hasil wawancara penulis bersama Selly  anak Hj Lutfiah Sungkar pada tanggal  17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok
tiga 1 A Ciledug.
72
Analisis Penulis Berdasarkan Observasi dan Wawancara, pada tanggal 17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok tiga 1 A
Ciledug.
73
Ibid
Sosok pribadi beliau  yang dikenal dengan  kepribadiannya  yang teguh dan kuat, akhirnya mendapat restu dan dukungan dari pihak keluarganya. Oleh
karena itu, pernyataan yang sempat beliau di ungkapkan bahwa,  “Cita-citanya memiliki  arti  yang  sangat  mulia”.  Selain  itu  juga,  beliau  termotivasi  dari
mantan  suaminya,  H.  Hasan  Ali,  yang  juga  merupakan  seorang  da’i  yang berlatar  belakang  mempunyai  ilmu  agama  yang  tidak  jauh  berbeda  dengan
keluaga  beliau  sendiri.  Akan  tetapi  cita-cita  beliau  dan  yang  diiringi  dengan semangat  tinggi,  terkadang  merasa  kelelahan  sebuah  perjuangan  yang  beliau
hadapi.  Tetapi  dengan  sifat  sabar  dan  pantang  menyerah  yang  beliau  miliki, akhirnya  semuanya  berjalan  lancar  dan  berserah  diri  kepada  Allah  untuk
diberikan jalan keluarnya.
B. Pendidikan dan Karya-Karya Dra Hj Lutfiah Sungkar