d. Telaah Kepustakaan Dalam penelitian terhadap kiprah dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar
digunakan telaah pustaka Library Research, penulis mencari dan membaca sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas untuk di jadikan
landasan teoritis dalam penulisan skripsi ini.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis amati dan telusuri, baik di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan ternyata tidak ada satu pun skripsi yang membahas tentang Dra. Hj. Lutfiah Sungkar dengan judul dan
pembahasan yang sama atau hampir sama dengan yang penulis angkat. Oleh karena itu, apa yang penulis lakukan ini pada dasarnya tidak
adanya tulisan yang penulis jadikan suatu perbandingan terhadap skripsi ini, sehingga skripsi yang saya angkat benar-benar hasil karya penulis.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan penulis pada tulisan ini terdiri dari lima bab yang tentunya disesuaikan dengan pokok masalah yang hendak
dibahas. Adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah, sebagai berikut: Bab Satu : Pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang
masalah yang akan diteliti, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika
Penulisan.
Bab Dua : Landasan Teoritis Tentang Dakwah yang didalamnya meliputi, Pengertian Kiprah, Pengertian Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah,
Landasan Hukum Dakwah. Bab Tiga : Sekilas Tentang Biografi Dra. Hj. Lutfiah Sungkar yang
mencangkup, Riwayat Hidup Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Pendidikan dan Karya-Karya Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Perjalanan Dakwah Dra. Hj. Lutfiah
Sungkar. Bab Empat : Aktivitas Dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar yang terdiri
dari, Bentuk-Bentuk Aktivitas Dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Materi Dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Tujuan dan Sasaran Aktivitas Dakwah Dra.
Hj. Lutfiah Sungkar, Metode Dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Tahapan- Tahapan Aktivitas Dakwah Dra. Hj. Lutfiah Sungkar, Dakwah Dra. Hj.
Lutfiah Sungkar. Bab Lima : Penutup yang di dalamnya meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS TENTANG DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
Dakwah secara etimologi, kata “dakwah” berasal dari bahasa arab yang berarti seruan, panggilan, ajakan, atau jamuan. Bentuk kata tersebut dalam
bahasa Arab disebut masdar, diambil dari kata kerja -
yang berarti menyeru, memanggil, mengajak atau menjamu.
14
Dalam kamus kontemporer, dakwah diambil dari kata
- -
yang berarti panggilan atau seruan.
15
Pegertian dakwah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya adalah:
` q
y 00 G z i+, -
n +2
{ G| G }g
OC~ i+, - VuM KZ• €r•
- F ‚
x f
Artinya: Allah menyeru manusia ke darussalam surga, dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus Islam
Q.S.Yunus: 25. Dakwah hakikatnya adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan
dan ketertarikan, menyeru seseorang pada agama Islam maknanya adalah Anda
14
Abdur Rasyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1997 , Cet ke-3, h. 7
15
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, kamus kontemporer Arab Indonesia,
Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1998 , Cet, ke-3, h. 895
berupaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang anda serukan, yakni Islam.
16
Dalam hal ini juga, Mansyur Amin memberikan makna dakwah secara bahasa sebagai berikut:
17
a. Mengharap dan Berdoa kepada Allah Maka ini sesuai dengan Al-Qur’an yaitu:
ƒ - l
„k { j 0 5…7 0
C† ‡X 2zY q ‰2eZ7Š +C
‹h Œ
ƒ - f?
q q
je • E
X2X ,
q 0e=
Ž L W82N
• Gg\
z v f
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi
segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada- Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.Q.S. Al-
Baqarah: 186
b. Memanggil dengan Suara Lantang
Makna ini sesuai dengan Al-Qur’an yaitu: Tw
E z
g ?
‘ S- }g
u“nF” w+Y =
„ m i LN ƒ - Lg_
C :
“nF” ƒ -
F9 ?
070 =z x f
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila dia
memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu juga kamu keluar dari kubur.” Q.S. Ar-Rum: 25
16
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, Kajian Kritis Terhadap MetodeDakwah Rasullah
, Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2000 Cet. Ke-i. h. 13
17
Mansyur Amin. Dakwah dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997 , Cet ke-1, h. 8
c. Mendorong seseorang untuk memeluk sesuatu keyakinan tertentu.
Makna ini sesuai dengan Al-Qur’an yaitu: ..
q Zp
B _ K • = i5–r
0z i U ]”
˜UCD ‚
K : lU_ K •‚
Lgp E j• 0 p
. q
Zp N ; _ K • =
i5–r q
0z i 5GlN h
‚ K :
l€ K •‚
Lgp j• 0 p lR8
„ Š ?
00 G z +, -
n q
` q
y 00 G z +, -
UD•= C
T= =
w 9=ƒ ‡ m q
; l0z w
E z
g D2
L W82N ?
0 \_e E z xxvf
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan
wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Q.S. Al-
Baqarah: 221 .
18
Jadi yang di maksud dengan ayat di atas berdakwah adalah merupakan salah satu aspek penyampaian yang mempunyai tujuan
dakwah, untuk disampaikan kepada khalayak luas dengan cara yang ditentukan oleh syar’i untuk mencapai yang lebih baik benar, sesuai
dengan apa yang di inginkan oleh seorang da’i dan Agama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dakwah memiliki dua
arti yaitu: “1 penyiaran, propaganda: 2 penyiaran agama dan pengembangan
dikalangan masyarakat:
seruan untuk
memeluk,
18
Ibid
mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.”
19
Dan Ensiklopedi Islam, dakwah yang berarti setiap kegiatan yang menyeru, mengajak, dan
memanggil untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syariat, dan akhlak Islami.
20
Sedangkan dakwah secara terminologi istilah banyak diartikan adalah suatu proses upaya mengubah sesuatu situasi kepada situasi lain
yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah yaitu al-Islam. Proses tersebut terdiri dari unsur-unsur atau
komponen-komponen yang terdiri dari: subjek dakwah da’i, materi dakwah, metode dakwah, media dakwah, dan objek dakwah.
21
Arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmuan adalah sebagai berikut:
a. H. Endang S. Anshari mengatakan sebagai berikut:
1 Arti dakwah dalam arti terbatas ialah: penyampaian Islam kepada
manusia secara lisan, maupun secara tulisan, ataupun secara lukisan panggilan, ajakan, seruan, kepada manusia pada Islam
2 Arti dakwah dalam arti luas: penjabaran, penterjemahan dan
pelaksanaan Islam dalam kehidupan dan penghidupan manusia
19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia R.I.., h. 232
20
Kafrawi Ridwa, dkk,. Ensiklopedi Islam, Jakarta: P.T.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, Cet. Ke-6, h, 181
21
DR. wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Komunikasi Dakwah, Jakarta: Logos, 1997, Cet. Ke-1, h.31
termasuk didalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya .
22
b. Prof. Toha Yahya Omar MA:
1 Definisi dakwah menurut Islam adalah: mengajak manusia dengan
jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.
2 Definisi ilmu dakwah secara umum ialah: ilmu pengetahuan yang
berisi cara-cara atau tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan,
suatu ideologi pendapat pekerjaan tertentu.
23
.
Menurut Quraish Shihab memberikan definisi “ dakwah adalah seruan atau ajakan menuju pada keinsyafan atau usaha untuk mengubah
situasi yang lebih baik dan sempura, baik terhadap pribadi maupun terhadap masyarakat.
24
Dakwah keagamaan dalam perkembangannya telah mengalami berbagai perubahan bentuk, cara, dan penekanan. Dahulu pemaparan
ajaran agama dititik beratkan pada usaha mengaitkan ajarannya dengan alam metafisika. Sehingga surga, neraka, nilai pahala, dan beratnya
siksaan mewarnai hamper setiap ajakan keagamaan.
22
H.M.S.Hasanudin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, Jakarta: Firama
23
Ibid . , h. 28
24
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat.
Bandung : Mizan 1998 Cet Ke-17. h. 194
Dari pendapat di atas dapat disimbulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang menuju kebenaran dan mengubah keadaan yang lebih
baik yang sesui dengan syar’i yang ditentukan oleh Allah SWT. Bertitik tolak dari beberapa definisi dakwah yang telah
dikemukakan diatas, terlihat bahwa dakwah telah menjadi kewajiban setiap mukmin di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kewajiban
tersebut sesuai dengan kesanggupan dan proposinya. Hal ini diungkapkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
gp F= LgpD
U Š ? 00 G z
+, - K z=V
? 0 0 X„ z Z
NU9Xš m ? W z
Y pD = i lR8
„ Š 0LNQ
• 2=T =
v f Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung. Q.S. Al-imran: 104 . .
Dan hadits Rasullah saw :
: ﻡ ﻡ
ﻡ ﺏ +,- - ﻥ +,- 0 1 2
3 -ﻡ
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri r.a. ia berkata: saya pernah mendengar Rasullah saw bersabda. “siapa yang melihat
sebuah perbuatan munkar, haruslah mengubahnya dengan tangannya tindakan. Jika tidak sanggup, maka dengan
mulutnya kata-kata. Jika tidak sanggup pula, maka dengan hatinya ketidak setujuannya namun yang terakhir ini
merupakan manifestasi yang paling lemah.” H.R. Muslim.
25
25
Abu Zakariyya Yahya ibn Syaraf an-Nawawi, Riyad as-Solihin, Bairut: Dar al-fikr 1992, h. 67
Dakwah adalah sebuah proses berkesinambungan harus dibangun oleh unsur kesadaran, keteraturan, peningkatan, dan fleksibilitas. Karena
itu aplikasi dakwah harus disesuaikan oleh kondisi dan situasi yang ada. Allah telah memberikan rambu-rambu kebijaksanaan untuk orang-orang
beriman dalam melaksanakan dakwah seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-Nahl: 125.
Dalam ayat tersebut terkandung tiga prinsip bagi pelaksanaan dakwah yaitu:
1. Hikmah, yaitu yang berlandaskan informasi tentang hakikat
kehidupan psikologi manusia suatu kebijaksanaan yang diambil berdasarkan atas pertimbangan matang sebagai objek dakwah
informasi tersebut merupakan bahan pengetahuan yang secara objektif menggambarkan tentang kehidupan manusia dalam segala
dimensi dan aspeknya menurut situasi dan kondisi yang melengkapinya.
2. mau’izah hasanah, yaitu prilaku yang dinyatakan dalam bentuk
penasihatan atau ajakan serta keterangan-keterangan yang disampaikan dengan metode yang cukup baik dilihat dari segi
kedayagunaan psikologi manusia. 3.
Sistem penyampaian secara tatap muka face to face meeting antar pribadi dan kelompok yang dilakukan secara tertib dan
berlangsung secara konsisten atas dasar pendekatan-pendekatan psikologi.
26
Dari uraian ayat di atas bahwa dakwah adalah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat bukan da’i saja untuk menyampaikan
kebenaran Allah SWT. Oleh karena itu dakwah adalah sifatnya wajib menurut ayat yang di atas tanpa adanya pengecualian.
2. Unsur-unsur Dakwah
26
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Penghantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet, ke-5, h. 8
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen- komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah, unsur-unsur tersebut
adalah subyek dakwah da’i, obyek dakwah mad’u, materi dakwah, metode dakwah, media dakwah serta tujuan dakwah.
27
a. Subjek Dakwah da’i
Subjek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yaitu orang yang berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah
SWT, baik secara individu maupun kelompok organisasi sekaligus sebagai pemberi informasi dan pembawa misi atau lebih jelas disebut dengan da’i.
28
Hendaknya seseorang subjek dakwah harus mempunyai kemampuan- kemampuan
yang dapat mendukung keberhasilan dakwah adapun
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh subjek dakwah: a.
Memiliki pemahaman agama Islam secara tepat dan benar b.
Memiliki pemahaman hakekat gerakan atau tujuan dakwah c.
Memiliki akhlak karimah d.
Mengetahui perkembangan pengetahuan yang relatif luas e.
Mencintai audiens atau mad’u dengan tulus f.
Mengenal kondisi dengan baik.
29
27
Moh. Ali Azis. M.Ag, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004, Cet, ke- 1. h. 61
28
M. Hapi Ashari,Pemahaman Dan Pengalaman Dakwah, Surabaya: Al- Ikhlas, 1993 Cet ke-, h. 179
29
Abdul Munir Mulkham, Idiologi Gerakan Dakwah, Yogyakarta : Sipress, 1996 Cet. Ke-1. h. 237-239
Di dalam buku yang lain juga ada kemampuan-kemampuan yang harus di miliki seorang subjek dakwah adalah:
a. Kemampuan berkomunikasi
b. Kemampuan menguasai diri
c. Kemampuan berfsikologi
d. Kemampuan pengetahuan pendidikan
e. Kemampuan di bidang umum
f. Kemampuan di bidang umum Al-Qur’an
g. Kemampuan di bidang ilmu agama secara umum.
30
Dalam Al-Qur’an dan sunnah, terdapat penjelasan tentang amar ma’ruf nahi munkar dan perintah terhadap mereka yang layak untuk membawa
bendera dakwah Islam. Merekalah yang mampu mengajarkan agama, baik melalui tulisan, ceramah maupun pengajaran sehingga individu dan
masyarakat dapat memahaminya.
31
Ini menunjukan bahwa siapa saja yang menyatakan pengikut Nabi Muhammad hendaknya menjadi seorang da’i,
dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata dan kokoh. Seorang da’i harus tahu apa yang disampaikan dakwahnya untuk
memberikan solusi, terhadap problema yang dihadapi manusia. Juga metode- metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku
manusia tidak salah dan tidak melenceng. Berkaitan dengan hal-hal ilmu, dan
30
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, Yogyakarta: Sipress 1996 Cet. Ke-1
31
Mustofa ar-Rafi,I, Potret Juru Dakwah, Jakarta: Pustaka Al-Kausar 2002, h. 51
keterampilan khusus, memang kewajiban berdakwah terpikul orang-orang tertentu. Seperti dalam surat An-Nahl ayat 43 yang berbunyi:
X2kn ‹
l 2j › -
n ;5
œ9 L|K
- i
q y N2
X . Q Y =_ •
? - EDg_ . ? ž N
Yf Artinya: Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,
Q.S. An-Nahl: 43. Menurut Siddiq Amin, da’i atau muballigh dan pengelola dakwah, seperti
ormas dakwah. Untuk melakukan aktivitas-aktivitas sebagai da’i, agar mempunyai kredibilitas dalam berdakwah dan ilmu pengetahuan. Maka bagi
seorang da’i harus memperhatikan syarat-syarat tertentu: a.
Syarat yang bersifat akidah. Para da’i harus yakin bahwa agama Islam dengan segenap ajaran-ajarannya itu benar. Mereka harus beriman
terlebih dahulu dengan iman yang mantap sebelum mereka mengajak orang lain untuk ikut beriman. Dalam surat Al-Baqarah ayat 285:
: g
04 k
m 4Y{9Š
=e -
w +m n
? 0 =
i ,g_
: g
m w
FpR8 +2 w
lFg_ w
k}n . gŸY…
T9 A m
lG w
k‚n i
q g
N k CD N
q l 9
=Tg˜ CDtm n
¡=e -
K ZI= x f
Artinya: Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. mereka mengatakan: Kami tidak membeda-
bedakan antara seseorangpun dengan yang lain dari rasul-rasul- Nya, dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat.
mereka berdoa: Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. Q.S. Al-Baqarah: 285.
. b.
Syarat yang bersifat ibadah. Komunikasi terus menerus dngan Allah SWT bagi seorang da’i merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan terus menerus. Tidak hanya komunikasi yang berbentuk ibadah-ibadah fardlu belaka, tetapi juga ibadah-ibadah sunnah
lainnya terutama shalat tahajjud. c.
Syarat yang bersifat akhlakul karimah. Para da’i dituntut untuk membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran yang bersifat amoral,
seperti hasud, takabbur dan sebagainya. Serta harus mengisi hatinya dengan sifat-sifat sabar, syukur dan lain-lain.
d. Sayarat yang bersifat ilmiah. Para da’i harus mempunyai kemampuan
ilmiah yang luas lagi mendalam, terutama yang menyangkut materi dakwah yang hendak disampaikan kepada khalayak.
e. Syarat yang bersifat jasmani. Selayaknyalah para da’i itu mempunyai
kondisi fisiknya baik dan sehat. f.
Syarat yang bersifat kelancaran bicara. Sebai da’i yang layak mempergunakan bahasa kata-kata untuk menyampaikan pesannya
tentang kebenaran Islam dan ajaran-ajarannya, selayaknyalah apabila para da’i itu mempunyai kemampuan berbicara yang lancar lagi fasih
seirama dengan aturan-aturan logika yang cepat diterima akal dan mampu menembus dan menyentuh perasaan para pendengarnya.
g. Syarat yang bersifat mujahadah. Artinya para da’i hendaknya
mempunyai semangat berdedikasi kepada masyarakatnya di jalan Allah SWT dan semangat berjuang untuk menegakkan kebenaran,
yaitu, kalimatullahhi hiyul ulya. Dalam hal ini para da’i diharapkan menjadi contoh sebagai seorang da’i diharapkan menjadi contoh
sebagai seorang mujahid yang baik, melalui perjuangan dan pengorbanannya sebagai bakti dan ujian atas kadar keimanannya.
32
Da’i adalah pembawa agama Allah untuk meluruskan kejalan yang benar, tetapi da’i juga harus mempunyai kriteria yang bijaksana untuk
menjalankan misi dakwahnya dengan mengikuti syarat-syarat yang ada, seperti yang diungkapkan oleh seorang da’i Siddiq Amin.
b. Objek dakwah mad’u
Objek dakwah ini disebut juga mad’u atau sasaran dakwah, yaitu orang- orang yang diseru, dipanggil, atau diundang maksudnya ialah orang yang
diajak kedalam Islam sebai penerima dakwah.
33
Sudah jelas bahwa objek dakwah adalah manusia mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan,
massa dan umat seluruhnya. Masyarakat yang beraneka ragam latar belakangnya merupakan sasaran
objek dakwah. Selain itu juga sasaran dakwah harus mampu mencangkup segala aspek kehidupan secara utuh, baik sebagai makhluk pribadi dan
makhluk sosial. Sasran dakwah dari diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, bahkan dunia.
Sasaran dakwah secara sistematis dibagi menjadi beberapa bagian:
32
M. Masyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al- Amin Press, 1997, cet. Ke-1, h. 70-71
33
A. H. Hasanuddin, Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan
Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1982 h. 34.
1. individu, sasaran dakwah terhadap diri sendiri individu
merupakan suatu yang esensial sekali. Sebab, jika seorang da’i menanamkan kebaikan dalam dirinya maka akan mempengaruhi
segala tingkahlakunya. Dengan begitu, untuk dapat diterima oleh sasaran dakwah atas apa yang disampaikan da’i dan untuk
mengharapkan respon sasaran dakwah mengikuti ajarannya, maka da’i harus memberikan teladan yang baik.
2. Keluarga, didalam keluarga , orang tua merupakan oarang yang
pertama kali memperkenalkan ajaran agama kepada anak-anaknya dan orang tualah yang dapat memberikan pengaruh kedalam diri
anak dalam pergaulan sehari-hari. 3.
Masyarakat, masyarakat umat manusia sebagai sasaran dakwah merupakan kumpulan individu yang beraneka ragam. Oleh karena
itu, hendaknya seorang da’i mengadakan penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai sasaran dakwah.
34
M. Nasir dalam bukunya Fiqhud dakwah mengatakan bahwa sasaran dakwah yaitu:
1. Ada golongan cendik-cendikiawan yang cinta kebenaran berfikir
kritis dan cepat tanggap. Mereka itu harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima
oleh kekuatan akal mereka.
34
M. Nasir, Fiqhud Dakwah, Solo: Ramadhani, 1987, h. 7
2. Ada golongan awam, orang yang belum dapat berfikir kritis dan
mendalam. Belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini panggil dengan sebutan mau’idzotul hasanah, dengan
ajaran dan didikan yang baik-baik. Dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan
tersebut. Mereka ini yang dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan,
yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong agar pikiran secara sehat.
35
Mad’u dalam Islam ma’ul dan do’a, berarti orang yang diajak, atau di karenakan perbuatan dakwah, Mad’u adalah objek sekaligus subjek
dalam dakwah yaitu seluruh manusia tanpa terkecuali, siapapun mereka, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, seorang bayi baru lahir
ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua adalah mad’u dalam dakwah Islam.
36
Kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh sasaran dakwah, karena tanpa adanya sasaran dakwah maka dapat dikatakan dakwah itu pada
hakikatnya tidak ada. Dengan demikian, masyarakat sebagai sasaran dakwah mencakup sebagai aspek kehidupan yang memiliki strata sosial
yang berbeda-beda, yang semunya harus dihadapi secara proporsional dari para da’i.
35
Ibid
36
Cahyadi Takariawan “ Prinsip-Prinsip Dakwah, Yang Tegar di Jalan Allah Yogyakarta Izzan Pustaka, 2005 Cet, Ke-4. h. 25
Sasaran dakwah adalah manusia, baik individu maupun kelompok masyarakat. Dalam hal ini Amarullah Ahmad mengkalsifikasikan
sasaran dakwah menjadi tujuh kelompok, yaitu: a.
Kelompok sasaran dakwah berdasarkan tempat tinggal yaitu penduduk desa dan kota
b. Kelompok
sasaran dakwah
berdasarkan struktur
kemasyarakatan, yaitu masyarakat agraris dan industri. c.
Kelompok sasaran dakwah berdasarkan tingkat pendidikan. d.
Kelompok sasaran dakwah berdasarkan peranan dan struktur kekuasaan, yaitu pemimpin dan rakyat.
e. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan agama, yaitu Islam
dan non Islam. f.
Kelompok sasran dakwah berdasrkan siakp terhadap dakwah yaitu orang yang cinta terhadap Isalm atau sebaliknya.
g. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan usia, misalnya anak
6-13 th, remaja14-16 th, dewasa18-35 th, orang tua35- 55 th, dan lanjut usia55-keatas.
37
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Prof.H.M. Arifin, M.Ed. dalam bukunya psikologi dakwah. Ia mengklasifikasikan sasaran dakwah
menjadi delapan kelompok, kelompok masyarakat dilihat dari segi: a.
Sosiologis: yaitu masyrakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
b. Struktur kelembagaan: yaitu masyrakat, pemerintah, dan
keluarga. c.
Sosio-kultural: yaitu golongan priyayi, abangan, dan santri, klasifikasi ini terdapat dalam masyrakat jawa.
d. Tingkat usia: yaitu golongan anak-anak, remaja, dan orang
tua. e.
Okupasional propesi atau pekerjaan yaitu petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negri, dan sebagainya.
f. Tingkat sosio-ekonomi: yaitu orng kaya, menengah, dan
miskin. g.
Jenis kelamin: yaitu wanita, pria, dan sebagainya.
37
Amarullah Ahmad,ed, Dakwah Islam dan Perbuatan Sosial, Yogyakarta: PLP2M, 1985. Cet, ke-2. h. 300
h. Masyarakat khusus: yaitu tuna susial, tuna wisma, tuna karya,
narapidana, dan sebagainya.
38
Masing-masing kelompok
masyarakat tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini menurut adanya sistem dan metode
dakwah yang berbeda pula. Dengan demikian, kegiatan dakwah akan lebih efektif dan efesien jika penggunaan sistem dan metodenya sesuai dengan
kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
c. Materi Dakwah
Pada dasarnaya materi dakwah, tidak lain adalah Al-Qur’an dan Al- Hadits sebagai sumber utama yang meliputi: aqiadah, syariah, dan akhlak
dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.
39
Materi dakwah tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai, namun secara umum bahwa materi dakwah adalah mencangkup ajaran
Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Karena sangat luasnya ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an
dan Hadits, maka da’i harus cermat dan mamapu dalam memilih materi yang akan disampaikan kepada mad’u dengan mempertimbangkan situasi
dan kondisi masyarakat. Barmawi Umay lebih spesifik menjelaskan bahwa materi dakwah
yaitu:
38
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Penghantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet, ke-5, h. 3-4
39
Ibid, h. 7
a. Akidah, menyebarkan dan menanamkan pengertian akidah
Islamiyah yang berpangkal dari rukun Iman yang prinsipil dan segala perincianya.
b. Akhlak,yaitu menerangkan akhlakul karimah akhlak yang mulia
dan akhlak madzmumah akhlak yang tercela dengan segala dasar, hasil dan akibatnya kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang
telah berlaku dalam sejarah. c.
Ukhuwah, yaitu menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki Islam antar penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap
golongan lain non Islam. d.
Ahkam, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi soal- soal ibadah, muamalah, awal al-sahsiyah yang wajib diamalkan
oleh muslim dan masalah lainnya. e.
Pendidikan, yaitu melukiskan sistem pendidikan Islam yang telah dipraktikan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam dimasa sekarang
dan masa yang akan datang. f.
Sosial, yaitu mengemukakan bagaimana solidaritas menurut hukum agama, tolong menolong, kerukunan hidup sesuai dengan ajaran
Islam dan hadits-hadits Nabi. g.
Kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama, mengingat pertumbuhan
kebudayaan dengan sifat asimilasi dan aktualisasi sesuai ruang dan waktu.
h. Kemasyarakatan, yaitu mengurangi kontruksi masyarakat yang
penuh berisi ajaran Islam dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.
i. Amar ma’ruf, yaitu mengajak manusia untuk berbuat baik agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. j.
Nahi munkar, yaitu melarang manusia dari berbuat jahat agar terhindar dari malapetaka yang akan datang.
40
Da’i atau da’iah dalam menyampaikan dakwahnya baik melalui lisan maupun tulisan harus sesuai degan materi yang akan disamapaikannya pada
mad’u, untuk menjalankan perintah Allah SWT.
d. Tujuan Dakwah
40
Amarullah Ahmad, ed, Dakwah Islam dan Perbuatan Sosial, Yogyakarta: PLP2M 1985, Cet, ke-1, h. 300
Tujuan dakwah adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam
pelaksanaan dakwah.
41
Sedangkan tujuan dari kegiatan dakwah adalah untuk memanggil kepada syariat dan memecahkan persoalan hidup perseorangan atau persoalan berumah
tangga, berjamaah, bermasyarakat, berbangsa, bersuku bangsa, bernegara, dan berantara negara. Dakwah juga bertujuan memanggil, kepada fungsi hidup,
sebagai hamba Allah, diatas dunia terbentang luas ini yang berisikan manusia sebagai jenis dan bermacam kepercayaannya, yakni fungsi sebagai syuhada
‘ala an-nas, menjadi pelopor dan pengawas bagi umat manusia. Dakwah juga
dapat memanggil kepada tujuan hidup yang hakiki, yakni menyembah Allah.
42
Syekh Ali Mmahfudz merumuskan, bahwa tujuan dakwah ada lima perkara yaitu:
1. menyiarkan tuntunan Isalm, membetulkan aqidah dan meluruskan amal
perbuatan manusia, terutama budi pekertinya. 2.
memindahkan hati dari kesadaran jelek kepada kesadaran yang naik. 3.
membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara kaum muslimin.
4. menolak faham ateisme, dengan mengimbangi dengan cara-cara mereka
bekerja. 5.
menolak syubhat-syubhat, bid’ah dan khutafat atau kepercayaan yang tidak bersumber dari agama dengan mendalami ilmu usulluddin.
43
41
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 33
42
M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, Gema Insani press, 1999, Cet. Ke-1, h. 70
43
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 34
Selain itu dakwah juga bertujuan untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengamalan, ajaran agama yang dibawakan oleh
aparat dakwah atau penerangan agama.
44
Menurut M. Bahri Ghazali dalam bukunya Dakwah Komunikatif, tujuan dari kegiatan dakwah terbagi dari dua tujuan, yakni tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. 1.
Tujuan jangka pendek Tujuan jangka pendek dari kegiatan dakwah adalah untuk memberikan
pemahaman tentang Islam kepada masyarakat sasaran dakwah itu. Dengan adanya pemahaman masyarakat tentang Islam, maka masyarakat akan
terhindar dari sikap dan perbuatan yang munkar dan jahat.
45
2. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan panjang dari kegiatan dakwah ialah: untuk mengadakan perubahan sikap masyarakat, sikap yang dimaksud adalah prilaku-prilaku yang
tidak terpuji bagi masyarakat yang tergolong kepada kemaksiatan yang tentunya membawa kepada kemudharatan dan mengganggu ketentraman
masyarakat lingkungannya.
46
Tujuan dakwah menjadi tujuan utama jangka panjang dan tujuan perantara jangka pendek. Yang dimaksud tujuan utama jangka panjang
yaitu terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan perantara jangka pendek yaitu nilai-nilai yang dapat
44
Arifin,M, Ed, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet. Ke-5, h. 34.
45
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, Cet, ke-1, h. 5
46
Ibid., h.7.
mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai Allah masing- masing sesuai dengan segi atau bidangnya
Dari uraian-uraian tujuan dakwah diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa tujuan yang ideal yang ingin dicapai oleh dakwah Islam adalah
menuntun manusia agar memperoleh kebahagiaan hidup, kesejahteraan baik di dunia maupun diakhirat dan terhindar dari kesulitan-kesulitan baik ketika
hidup maupun mati. Untuk memperoleh semua ini, manusia membutuhkan pedoman yang akan menuntun kehidupan mereka.
e. Metode Dakwah
Dari segi bahasa “metode” berasal dari kata yaitu”meta” melalui dan”hodos”jalan,cara.
47
Dengan demikian dapat kita artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica
artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani, metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut
Thariq.
48
Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan
47
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-1. h.61
48
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 35
untuk mencapai tujuan tertentu.
49
Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran yang untuk
mencapai suatu maksud. Bentuk-bentuk metode dakwah, seperti dikutip dalam Al-Qur’an surat
An- Nahl ayat: 125: gh
i+, - fe jk l +m n
Up =V
m US 0 = U
U =V q
W= G 7
5 r\
m sn Q i ?
- ltm n
NQ u +2 0 m v
w e jk q
NQ u +2 0
;J G E W = m
vx f Artinya: Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.Q.S. An-Nahl: 125.
Pada ayat tersebut terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam berdakwah yaitu:
1. Metode Al-Hikmah “Kebijaksanaan atau Adil”Yaitu suara cara atau
pendekatan yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya dengan kebijaksanaan, sikap kasih sayang dan proporsinya.
2. Metode Mau’idzhatil Hasanah “Nasihat yang Baik”
Yaitu suatu cara penyampaian pesan oleh seorang da’i kepada mad’unya dengan memberikan nasehat-nasehat yang baik atau
memberikan peringatan, kata-kata ucapan atau teguran yang baik dan tidak menyinggung perasaan mad’u sehingga mad’u tidak merasa
dipaksa dalam menerima pesan-pesan dakwah.
49
Wardi bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997 h. 34
3. Metode Al-Mujadalah Billati hiya ahsan “Berdebat, berdiskusi”
Yaitu penyampaian dakwah yang dilakukan dengan cara berdebat atau bertukar pikiran secara baik, bertukar pikiran disini dapat dilakukan
berbagai bentuk dialog, diskusi, seminar dan lain-lain. Dengan tujuan satu sama lain mengerti serta mempelajari ajaran-ajaran yang satu
dengan yang lainnya secara luas untuk menghapus sifat sombong kepada ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
50
Dari ketiga metode di atas dapat disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pemahaman masing-masing jamaahnya, dan bahkan implikasinya
yang lebih parah akan semakin menjauhkan mereka dari ajaran agama. Metode dakwah juga bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan akan tetapi
keberhasialn dakwah ditunjang dari seperangkat syarat baik dari pribadi da’i subyek dakwah ataupun lainnya.
Selain metode-metode di atas ada juga metode-metode lain yang dapat dipadukan dengan metode-metode yang telah digariskan dalam surat An-
Nahl tadi, yaitu seperti: 1.
Metode Ceramah Retorika Dakwah Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak
diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampaye, berpidato
retorika, khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.
51
50
Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiiyah, Malaysia: Nur Niaga SDN BHD, 1999, Cet ke-1, h.28-30
51
Asmuni, Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al- Ikhlas, 1983, h. 104
Metode ceramah sebagai salah satu metode atau teknik berdakwah tidak jarang digunakan da’i-da’i ataupun para utusan Allah dalam usaha
menyampaikan risalahnya dan terbilang usaha tersebut akan efektif dan tepat bilamana:
a. Objek atau sasaran dakwah berjumlah banyak.
b. Penceramah da’i orang yang ahli berceramah dan
berwibawa. c.
Sebagai syarat dan rukun suatu ibadah, seperti khutbah jum’at, hari raya.
d. tidak ada metode lain yang dianggap paling sesuai
dipergunakan.
52
Metode ceramah dapat disebut sebagai metode dakwah tradisional dimana seorang da’i mendominasi situasi, jadi semua kendali dipegang oleh
da’i dan audiens hanya menjadi pendengar saja tanpa ada kesempatan untuk berkomentar. Jadi materi yang diberikan oleh seorang da’i tidak ada timbal
balik dari mad’unya. Metode ini sangat tepat apabila jamaah yang dihadapi merupakan kelompok yang berjumlah besar. Kelebihan metode ini antara lain
adalah dalam waktu singkat dapat dicapai materi sebanyak-banyaknya, sedangkan kekurangannya adalah jika penceramah tidak memperhatikan lagi
psikologis jamaahnya, maka ceramah dapat bersifat membosankan. 2
Metode Tanya-Jawab
52
Ibid. 106
Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya objek dakwah untuk menyatakan suatu masalah
yang dirasa belum dimengerti dan da’inya penjawabnya.
53
Metode ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Sebab dengan bertanya berarti orang ingin mengerti dan dapat
mengamalkannya. Oleh karena itu jawaban pertanyaan sangat diperlukan kejelasan dan pembahasan sedalam-dalamnya metode ini sering juga
dilakukan disaat Rasullah SAW. Berdasarkan bentuk-bentuknya penyampain metode dakwah dapat
dikelompokan dalam tiga katagori, yakni: a. Bi al-Lisan
Dakwah bi al-lisan adalah suatu bentuk dakwah yang dilaksanakan melalui lisannya, metode ini sangat umum digunakan oleh para da’i di
dalam ceramah, pidato, khutbah, diskusi, nasihat dan lain-lain. b. Bi al-Hal
Dakwah bil hal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Metode dakwah ini dapat dilakukan
oleh setiap individu tanpa harus memiliki keahlian khusus dalam bidang dakwah. Dakwah bi al-hal dapat dilakukan misalnya dengan
tindakan nyata yang dari karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat, seperti pembangunan Rumah Sakit
atau fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk kemaslahatan umat. c. Bi al-Qalam
53
Ibid. h. 124
Dakwah bi al-Qalam adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan, dakwah ini memerlukan keahlian khusus dalam hal menulis dan
merangkai kata-kata sehingga penerimaan dakwah tersebut akan tertarik untuk membacanya tanpa mengurangi maksud yang
terkandungnya di dalamnya, dakwah tersebut dapat dilakukan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buku, buletin maupun lewat
internet.
54
Menurut Slamet Muhaemin Abda, metode dakwah dapat dilihat dari segi cara, jumlah audien dan cara penyampaian.
Metode dakwah dari segi cara, ada dua macam: a.
Cara tradisional, termasuk didalamnya adalah sistem ceramah umum. Dalam cara ini da’i aktif berbicara, sedangkan komunikan
pasif. Komunikasi hanya berlangsung satu arah one way communication
. b.
Cara modern, termasuk di dalamnya adalah diskusi, seminar dan sejenisnya dimana terjadi komunikasi dua arah two way
communucation .
Metode dakwah dari segi jumlah audien, ada dua macam: a.
Dakwah perorangan, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap orang secara langsung.
54
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek dalam Berdakwah di Indonesia
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 39
b. Dakwah kelompok, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap
kelompok tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.
55
f. Media Dakwah
Bila dilihat dari asal katanya, media berasal dari bahasa Latin yaitu median
yang berarti alat atau perantara, sedangkan menurut istilah, media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat perantara untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
56
Dalam kamus istilah komunikasi, “media” berarti sarana yang digunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan
kepada komunikan, apabila komunikasi jauh tempatnya, banyak jumlahnya, atau keduanya. Jadi segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam berkomunikasi disebut media komunikasi. Adapun bentuk dan jenisnya beraneka ragam.57
Education Association mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, didengar, dilihat, dibaca, atau dibicarakan beserta
instrumen yang dipergunakan dengan baik.
58
Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, disatu sisi media bisa menjadi sarana
55
Ibid h. 40
56
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al- ikhlas, 1983, h. 163
57
Ghazali BC. TT., Kamus Istilah Komunikasi, Bandung: Djambatan, 1992, h. 227
58
Asmawi, M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, h. 11
penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun disisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap
kekuasaan.
59
Berdasarkan pengertian di atas, maka media dakwah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang
telah ditentukan. Media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang material, orang,tempat kondisi tertentu dan sebagainya.
60
Media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi-materi dakwah, pada zaman modern umpamanya:
Televisi, Radio, kaset rekaman, majalah, surat kabar, dan yang seperti disebut di atas, termasuk melalui berbagai macam upaya mencari nafkah dalam
berbagai sektor kehidupan. Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam, ada beberapa media yang dapat dijadikan sebagai media dakwah diantaranya:
a. Lembaga- lembaga pendidikan formal
b. Lingkungan keluarga
c. Organisasi-organisasi Islam
d. Hari-hari besar Islam
e. Media massa radio, televisi, film, buku, surat kabar, majalah,
internet, dan lain-lain.
59
Alex Sobur, analisis Teks Media, Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2001, h. 30.
60
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Islam, Surabaya: Al-ikhlas, 1983, h. 176
f. Seni budaya musik, drama sastra, wayang kulit, dan lain-lain.
61
Menurut Hamzah Ya’qub media dakwah diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu:
a. Lisan, merupakan media yang paling mudah mempergunakannya
lidah dan suara. b.
Tulisan, media ini berfungsi untuk menggantikan keberadaan da’i dalam proses dakwah, tulisan dapat menjadi alat komunikasi da’i
dan mad’u. c.
Lukisan, gambar atau ilustrasi, media ini berfungsi sebagai penarik. d.
Audio Visual, media ini dapat merangsang indera penglihatan dan pendengaran mad’u.
e. Akhlak, yaitu langsung dimanifestasikan dalam tingkah laku da’i.
62
Peranaan atau kedudukan media dakwah sangat penting dalam menunjang tercapainya tujuan dakwah. Hal ini dikarenakan media dakwah
merupakan suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah. Artinya proses dakwah tanpa adanya media sangat sulit
mencapai hasil yang maksimal.
63
Pengertian yang di atas menunjukan bahwa materi dakwah adalah suatu yang penting dalam penyampai dakwah yang akan di sampaikan
61
Ibid, h. 179
62
Hamzah Yakub, Publisistik Islam : Teknik Dakwah dan Ledership Bandung: CV Diponogoro, 1982, h. 13
63
Ibid,. h. 14
oleh seorang da’i kepada sasaran dakwahnya, yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam atau Agama dalam mensiarkan ajaran Allah
menuju jalan yang lurus.
3. Landasan Hukum Dakwah
1. Hukum Dakwah Hukum yang selalu menjadi pegangan dan elaksanaan pada
masyarakat, oleh karena itu masyarakat sadar atau tidak sadar hukum adalah suatu yang tidak bisa dihindari, hukum apapun hukum apapun
konsekuensinya apabila melaksanakan ataupun melanggarnya hukum tersebut. begitu jugaa hukum dakwah yang berpedoman pada Al-Qur’an
dan hadits. Pada dasarnya para ulama sepakat bahwa dakwah Islam itu wajib
hukumnya, ada yang berpendapat wajib “a’in” artinya seluruh umat Islam dalam kedudukan apapun tanpa kecuali wajib melaksanakannya dakwah,
dan ada pula yang berpendapat wajib “kifayah” artinya dakwah itu hanya diwajibkan atas sebagian umat Islam yang mengerti saja seluk beluk
agama Islam.
64
Tentang kewajiban dakwah ini, Syekh Muhammad Abduh, cenderung kepada pendapat dakwah itu wajib “a’in” hukumnya dengan
alasan bahwa
huruf “lam”
yang terdapat
pada kalimat
“waltakim”mengandung makna perintah yang sifatnya mutlak tanpa
64
Syamsuri Siddik, Dakwah dan Teknik Berkhutbah , Bandung: PT. Al- Ma’arif ,1981 h. 12
syarat, sedangkan huruf “min” yang terletak pada kalimat “minkum” mengandung makna “lilbayan” yang bersifat penjelas, menurut beliau
seluruh umat Islam dengan ilmu yang dimilikinya betapapun minimnya, wajib mendakwahkan kepada orang lain, sesuai dengan ilmu dan
kemampuan yang ada padanya.
65
Selanjutnya Fand Makruf Noor, menyatakan alasan lain yang menetapkan hukunm dakwah fardu “a’in” memberikan penjelasan kata
“minkum” itu sebagai “baynah” penjelas dan”taukid” menguatkan terdapat kata “waltakun”.
66
Seperti dalam Firman Allah tentang hukum dakwah dalam surat At-Taubah ayat 122
. Peryataan yang mengatakan dasar hukum berdakwah adalah
memang tidak diragukan lagi, yang menjadi persoalannya ketentuan wajib itu. Ada sebagian ulama mengatakan waji “a’in” dan ada juga yang
mengatakan “fardhu kipayah”. perbedaan ini berkisar pada penafsiran “min” pada ayat “minkum” yang terdapat pada surat Al-Imran ayat 104.
Dengan kedua pendapat tersebut . Hafi Ansori dalam risalahnya mengemukakan bahwa kedudukan hukum berdakwah dapat digolongkan
kedalam 2 dua pandangan: 1.
Fardhu kipayah, maksudnya kewajiban dakwah dapat dilakukan oleh sebagian orang saja, atau apabila sekelompok orang telah melakukan,
maka sudah mewakili yang lainnya.
65
Ibid, h. 13
66
Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah,Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981 Cet. Ke-1, h. 7
2. Fardhu ‘ain, maksudnya bahwa aktivitas dakwah menjadi kewajiban
setiap individu dari umat Islam dan kewajiban tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan posisi masing-masing.
67
Dari penjelasan di atas maka hukum dakwah ada yang mengatakan wajib setiap muslim tanpa di batasi ilmunya ada juga kewajiban individu muslim
dengan alasan kewajiban umat Islam yang memiliki keilmuan dan ada juga kewajiban fardu ‘ain dan kifayah dan apabila tidak melakukannya berdosa.
67
Hafi Anshori, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, Surabaya: Al- Ikhlas, 1993 Cet. Ke-1, h. 66-68
BAB III
SEKILAS TENTANG BIOGRAFI DRA. HJ. LUTFIAH SUNGKAR
A. Riwayat Hidup Dra. HJ. Lutfiah Sungkar
Dra. Hj. Lutfiah Sungkar adalah seorang da’iyah yang berkebangsaan Indonesia dari keturunan bangsa Arab. Beliau adalah putri ke lima dari
delapan bersaudara yaitu Zaenab, Samahah, Mark Sungkar, Rasyid Sungkar, Nadjib Sungkar. Sedangkan kedua orang beliau yaitu, Fatimah dan Ali
Sungkar almarhum. Beliau dilahirkan di Solo Jawa Tengah, tanggal 12 Juni 1947. Pada saat ini beliau tinggal di Komplek Larangan Indah, Jl. Mawar
Raya, Blok III 1 A Ciledug, Tangerang. Beliau berumah tangga dengan H. Hasan Ali, dikaruniai Lima buah
hati tercinta yaitu, Riza, Shelly, Helmi, Faizah Deana, Noufel. Dan diberkati Lima Belas cucu diantaranya; Fania Reza, Faris Munir, Nabil Munir, Farhan
Helmy, Syukriah Helmy, Sarah Munir, Khadijah Munir Almarhumah, Rahilla Munir Almarhumah, Chalid Ali, Yusuf Nofel, Kamila Munir,
Fauzan Riza, Alisha Munir, Yasmin Nofel, Nabila Riza, Hamzah Riza, Syafik Helmy.
68
Pada masa usia kecilnya, Ibu Hj. Lutfiah Sungkar tidak jauh berbeda dengan kebanyakan anak-anak pada umumnya. Seperti, bermain tebak-
68
Hasil Wawancara Hj. Lutfiah Sungkar, pada tanggal 17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok tiga 1 A Ciledug.
tebakan, hitung-hitungan, dan lain sebagainya. Namun Hj. Lutfiah Sungkar mempunyai kelebihan yang sedikit dimiliki kebanyakan teman-temannya yang
lain seperti: hobbi membaca Al-Qur`an, Hadits, dan buku-buku Islami. Kegemaran beliau dalam membaca dan menulis masih eksis sampai beliau
menjadi seorang da`iyah seperti sekarang ini. Ibu Hj. Lutfiah Sungkar biasa dipanggil Fifi oleh teman-temannya
sewaktu masih kecil. Beliau dikenal sebagai anak yang sangat lucu dan pintar hal ini diungkapkan beliau. Dengan memiliki sifat seperti itulah akhirnya
beliau disukai oleh kebanyakan teman-temannya.
69
Sedangkan pendidikan yang diberikan pihak keluarganya kepada beliau adalah pendidikan agama
yang sangat luar biasa yaitu, dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah. Sifat demokratis adalah salah satu cara yang selalu ditanamkan oleh pihak
keluarganya kepada beliau. Hal ini didasarkan atas kedisiplinan ilmu yang dimiliki keluarga beliau.
Ibu Hj. Lutfiah Sungkar mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menjadi seorang yang sukses dalam segala bidang ilmu pengatahuan.
Terutama ilmu tentang jalan mencapai Ridha Allah, dan melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama. Tanda-tanda hal seperti inilah telah
terlihat semenjak beliau masih usia anak-anak. Banyak aktifitas yang beliau lakukan semasa masih sekolah diantaranya, membaca buku-buku agama,
umum, menulis, dan membaca Al-Qur`an.
70
Hal ini di pertegaskan oleh anak kandungnya sendiri yaitu Shelly. Yang sekarang bekerja sebagai asisten Hj.
Lutfiah Sungkar. Dalam wawancara penulis dengan Shelly mengatakan,
69
Ibid
70
Ibid.
“Semasa mudanya beliau sering sekali mengisi berbagai aktivitas diantaranya yaitu, dengan menuntut ilmu dan mengaji. Setelah beliau pulang
dari sekolah formal, beliau langsung melanjutkan aktivitasnya yang lain yaitu mengaji. Hal itu juga dirasakan saya sewaktu dulu masih kecil”
.
71
Kegiatan beliau seperti itu masih terus berlanjut sampai akhirnya beliau berumah tangga. Hal inilah yang membuktikan konsistensi beliau
dalam menuntut ilmu patut kita semua tiru. Seperti yang telah penulis jelaskan di atas bahwa pada masa mudanya beliau sangat rajin menuntut ilmu bahkan,
sampai sekarang. “Kita jangan berhenti dan bosan dalam menuntut ilmu”Hj. Lutfiah Sungkar.
72
Kalau dilihat dari silsilah keturunan orang tua beliau adalah orang yang berpendidikan dari keturunan Bangsa Arab. Sebagai keturunan dari
Bangsa Arab, tentunya sangat disiplin sekali dalam mempelajari ilmu-ilmu agama. Dalam mengembangkan dan memajukan ajaran agama Islam.
Pendidikan yang diberikan orang tuanya menjadikan beliau seorang yang selalu prihatin dan peduli kepada keadaan disekelilingnya. Oleh karena itu,
beliau sangat di kenal dengan sosok pekerja keras dan pantang menyerah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagaman khusunya.
73 71
Hasil wawancara penulis bersama Selly anak Hj Lutfiah Sungkar pada tanggal 17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok
tiga 1 A Ciledug.
72
Analisis Penulis Berdasarkan Observasi dan Wawancara, pada tanggal 17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok tiga 1 A
Ciledug.
73
Ibid
Sosok pribadi beliau yang dikenal dengan kepribadiannya yang teguh dan kuat, akhirnya mendapat restu dan dukungan dari pihak keluarganya. Oleh
karena itu, pernyataan yang sempat beliau di ungkapkan bahwa, “Cita-citanya memiliki arti yang sangat mulia”. Selain itu juga, beliau termotivasi dari
mantan suaminya, H. Hasan Ali, yang juga merupakan seorang da’i yang berlatar belakang mempunyai ilmu agama yang tidak jauh berbeda dengan
keluaga beliau sendiri. Akan tetapi cita-cita beliau dan yang diiringi dengan semangat tinggi, terkadang merasa kelelahan sebuah perjuangan yang beliau
hadapi. Tetapi dengan sifat sabar dan pantang menyerah yang beliau miliki, akhirnya semuanya berjalan lancar dan berserah diri kepada Allah untuk
diberikan jalan keluarnya.
B. Pendidikan dan Karya-Karya Dra Hj Lutfiah Sungkar