oleh  seorang  da’i  kepada  sasaran  dakwahnya,  yang  sesuai  dengan ketentuan-ketentuan  Islam  atau  Agama  dalam  mensiarkan  ajaran  Allah
menuju jalan yang lurus.
3. Landasan Hukum Dakwah
1. Hukum Dakwah Hukum  yang  selalu  menjadi  pegangan  dan  elaksanaan  pada
masyarakat,  oleh  karena  itu  masyarakat  sadar  atau  tidak  sadar  hukum adalah  suatu  yang  tidak  bisa  dihindari,  hukum  apapun  hukum  apapun
konsekuensinya  apabila  melaksanakan  ataupun  melanggarnya  hukum tersebut.  begitu  jugaa  hukum  dakwah  yang  berpedoman  pada  Al-Qur’an
dan hadits. Pada dasarnya  para  ulama sepakat bahwa  dakwah  Islam itu  wajib
hukumnya, ada yang berpendapat wajib “a’in” artinya seluruh umat Islam dalam kedudukan apapun tanpa kecuali wajib melaksanakannya  dakwah,
dan ada pula  yang berpendapat wajib “kifayah” artinya dakwah itu hanya diwajibkan  atas  sebagian  umat  Islam  yang  mengerti  saja  seluk  beluk
agama Islam.
64
Tentang  kewajiban  dakwah  ini,  Syekh  Muhammad  Abduh, cenderung  kepada  pendapat  dakwah  itu  wajib  “a’in”  hukumnya  dengan
alasan bahwa
huruf “lam”
yang terdapat
pada kalimat
“waltakim”mengandung  makna  perintah  yang  sifatnya  mutlak  tanpa
64
Syamsuri Siddik, Dakwah dan Teknik Berkhutbah , Bandung: PT. Al- Ma’arif ,1981 h. 12
syarat,  sedangkan  huruf  “min”  yang  terletak  pada  kalimat  “minkum” mengandung  makna  “lilbayan”  yang  bersifat  penjelas,  menurut  beliau
seluruh  umat  Islam  dengan  ilmu  yang  dimilikinya  betapapun  minimnya, wajib  mendakwahkan  kepada  orang  lain,  sesuai  dengan  ilmu  dan
kemampuan yang ada padanya.
65
Selanjutnya  Fand  Makruf  Noor,  menyatakan  alasan  lain  yang menetapkan  hukunm  dakwah  fardu  “a’in”  memberikan  penjelasan  kata
“minkum”  itu  sebagai  “baynah”  penjelas  dan”taukid”  menguatkan terdapat kata “waltakun”.
66
Seperti  dalam  Firman  Allah  tentang  hukum  dakwah  dalam  surat At-Taubah ayat 122
. Peryataan  yang  mengatakan  dasar  hukum  berdakwah  adalah
memang tidak diragukan lagi, yang menjadi persoalannya ketentuan wajib itu.  Ada  sebagian  ulama  mengatakan  waji  “a’in”  dan  ada  juga  yang
mengatakan  “fardhu  kipayah”.  perbedaan  ini  berkisar  pada  penafsiran “min” pada ayat “minkum” yang terdapat pada surat Al-Imran ayat 104.
Dengan  kedua  pendapat  tersebut  .  Hafi  Ansori  dalam  risalahnya mengemukakan  bahwa  kedudukan  hukum  berdakwah  dapat  digolongkan
kedalam 2  dua  pandangan: 1.
Fardhu  kipayah,  maksudnya  kewajiban  dakwah  dapat  dilakukan  oleh sebagian  orang  saja,  atau  apabila  sekelompok  orang  telah  melakukan,
maka sudah mewakili yang lainnya.
65
Ibid, h. 13
66
Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah,Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981 Cet. Ke-1, h. 7
2. Fardhu  ‘ain,  maksudnya  bahwa  aktivitas  dakwah  menjadi  kewajiban
setiap individu dari umat Islam dan kewajiban tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan posisi masing-masing.
67
Dari penjelasan di atas maka hukum dakwah ada yang mengatakan wajib setiap  muslim  tanpa  di  batasi  ilmunya  ada  juga  kewajiban  individu  muslim
dengan  alasan  kewajiban  umat  Islam  yang  memiliki  keilmuan  dan  ada  juga kewajiban fardu ‘ain dan kifayah dan apabila tidak melakukannya berdosa.
67
Hafi Anshori, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, Surabaya: Al- Ikhlas, 1993 Cet. Ke-1, h. 66-68
BAB III
SEKILAS TENTANG BIOGRAFI DRA. HJ. LUTFIAH SUNGKAR
A. Riwayat Hidup Dra. HJ. Lutfiah Sungkar
Dra. Hj. Lutfiah Sungkar adalah seorang da’iyah yang  berkebangsaan Indonesia  dari  keturunan  bangsa  Arab.  Beliau  adalah  putri  ke  lima  dari
delapan  bersaudara  yaitu  Zaenab,  Samahah,  Mark  Sungkar,  Rasyid  Sungkar, Nadjib  Sungkar.  Sedangkan  kedua  orang  beliau  yaitu,  Fatimah  dan  Ali
Sungkar almarhum. Beliau dilahirkan di Solo Jawa Tengah, tanggal 12 Juni 1947.  Pada  saat  ini  beliau  tinggal  di  Komplek  Larangan  Indah,  Jl.  Mawar
Raya, Blok III  1 A  Ciledug, Tangerang. Beliau  berumah  tangga  dengan  H.  Hasan  Ali,  dikaruniai  Lima    buah
hati tercinta yaitu, Riza, Shelly, Helmi, Faizah Deana, Noufel. Dan  diberkati Lima Belas cucu diantaranya; Fania  Reza, Faris  Munir, Nabil Munir, Farhan
Helmy,  Syukriah  Helmy,  Sarah  Munir,  Khadijah  Munir  Almarhumah, Rahilla  Munir  Almarhumah,  Chalid  Ali,  Yusuf  Nofel,  Kamila  Munir,
Fauzan Riza, Alisha Munir, Yasmin Nofel, Nabila Riza, Hamzah Riza, Syafik Helmy.
68
Pada masa usia kecilnya, Ibu Hj. Lutfiah Sungkar tidak jauh berbeda dengan  kebanyakan  anak-anak  pada  umumnya.  Seperti,  bermain  tebak-
68
Hasil Wawancara Hj. Lutfiah Sungkar, pada tanggal  17 Mei 2008, tempat komplek Larangan Indah jalan Mawar Raya , blok tiga 1 A Ciledug.