6.5 Gambaran Pendidikan Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut
Data Riskesdas 2010
Pendidikan merupakan suatu proses penyampaian bahan materi pendidikan kepada sasaran pendidikan guna perubahan tingkah laku. Hasil pendidikan orang
dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Notoatmodjo, 2007. Menurut Depdiknas 2001, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sedangkan menurut Notoatmodjo 2007, pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan, materi pendidikan kepada sasaran pendidikan guna perubahan
tingkah laku. Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa makin tinggi tingkat
pendidikan, maka makin banyak pengalaman atau informasi yang diperoleh. Berdasarkan hasil analisis univariat, didapatkan hasil bahwa pendidikan ibu
rendah di wilayah Indonesia Timur sebesar 68,17, sedangkan pendidikan ibu rendah di wilayah Indonesia Barat sebesar 62,77. Dapat disimpulkan bahwa
pendidikan ibu rendah di wilayah Indonesia Timur lebih tinggi dari wilayah Indonesia Barat.
Hal ini sesuai dengan hasil survei demografi kesehatan Indonesia BPS, 2008, didapatkan persentase wanita yang tidak menempuh pendidikan di wilayah
Indonesia timur sebesar 12,1 wanita. Sedangkan persentase wanita yang tidak menempuh pendidikan di wilayah Indonesia Barat sebesar 10,2 wanita. Jika
dilihat dari jumlah persentase tertinggi di wilayah Indonesia Timur dan Barat, maka
wilayah Indonesia Timur masih tertinggal dalam hal pendidikan wanita. Hal ini juga terlihat dari data BPS 2010, Rata-rata angka melek huruf wanita usia 15 tahun
keatas di Wilayah Indonesia Timur sebesar 88,47 sedangkan rata-rata angka melek huruf wanita usia 15 tahun keatas di wilayah Indonesia Barat sebesar 97,84.
Berdasarkan Kemdiknas 2010, perkembangan angka putus sekolah pada tahun 20092010 di wilayah Indonesia Timur sebesar 2,07 dan di wilayah Indonesia
Barat sebesar 1,75. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa angka putus sekolah di wilayah Indonesia Timur lebih tinggi dibanding wilayah Indonesia Barat.
Faktor penyebab rendahnya pendidikan orang tua terutama ibu adalah rendahnya pengetahuan gizi, karena sangat mempengaruhi tingkat kemampuan individu,
keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan serta sejauh mana sarana pelayanan
kesehatan, gizi dan sanitasi lingkungan yang tersedia dimanfaatkan sebaik-baiknya. Rendahnya pengetahuan tentang sanitasi lingkungan yang baik akan
menyebabkan anak menderita penyakit infeksi. Berdasarkan data BPS 2008, didapatkan persentase balita yang mengalami keluhan kesehatan seperti diare yaitu
sebesar 7,25 di wilayah Indonesia Timur dan 5,39 di wilayah Indonesia Barat. Maka dapat disimpulkan bahwa balita yang mengalami keluhan kesehatan lebih
besar prevalensinya di wilayah Indonesia Timur dibanding dengan Indonesia Barat. Hasil uji chi square pada wilayah Indonesia Timur dan Barat didapatkan hasil
yang sama yaitu ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Pvalue 0,000.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasekhah 2010, bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan konsumsi energi dan protein pada batita.
Dan penelitian Triana 2002 yang menjelaskan bahwa pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi energi
dan protein pada anak balita. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hadi 2005, bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita dengan
Pvalue 0,038. Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi mengenai
gizi dan dapat memberikan makanan bergizi yang dapat mencukupi kebutuhan balitanya seperti energi dan protein. Pada wilayah Indonesia Timur, para ibu balita
lebih banyak yang berpendidikan rendah, dan mempengaruhi terhadap asupan energi dan protein balita, karena ibu yang berpendidikan rendah hanya mementingkan rasa
kenyang anak-anaknya. Selain itu para ibu bersifat apatis terhadap hal-hal baru sehingga tidak memperhatikan kandungan gizi para balita. Sedangkan di wilayah
Indonesia Barat, para ibu sudah banyak yang memiliki pendidikan tinggi, sehingga semakin mudahnya akses ibu untuk memperoleh informasi gizi dan kesehatan. Maka
mempengaruhi asupan energi dan protein anak dengan cara memilih bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Riyadi, dkk 2011 di wilayah Nusa Tenggara Timur, menunjukkan bahwa pendidikan ibu yang relatif tinggi dapat
meningkatkan pengetahuan gizi serta praktek gizi dan kesehatan, yang secara tidak langsung memperbaiki kebiasaan makan anak, yang pada akhirnya meningkatkan
konsumsi energi dan protein balita.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kandun, dkk 1988 yang mendapatkan sebesar 95,9 balita tidak naik berat badannya mempunyai ibu yang berpendidikan
SD ke bawah. Kartono,dkk 1993 mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian Kandun yaitu tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kenaikan berat badan
balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, cenderung mempunyai balita yang berat badannya naik.
Pendidikan ibu menjadi dasar yang penting bagi keluarga karena dengan semakin tinggi pendidikan maka lebih memudahkan untuk beradaptasi dengan
kemajuan pengetahuan dan teknologi dan mempengaruhi pula produktivitas dan kesejahteraan keluarga. Pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi pengetahuan gizi Surbakti, 1989. Hal ini terlihat dari pengetahuan ibu tentang memilih bahan makanan yang bernilai gizi baik dan tentang cara
memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan sangat mempengaruhi status gizi balita Khumaidi, 1994.
6.6 Gambaran Status Bekerja Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut