Gambaran Status Bekerja Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kandun, dkk 1988 yang mendapatkan sebesar 95,9 balita tidak naik berat badannya mempunyai ibu yang berpendidikan SD ke bawah. Kartono,dkk 1993 mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian Kandun yaitu tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kenaikan berat badan balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, cenderung mempunyai balita yang berat badannya naik. Pendidikan ibu menjadi dasar yang penting bagi keluarga karena dengan semakin tinggi pendidikan maka lebih memudahkan untuk beradaptasi dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi dan mempengaruhi pula produktivitas dan kesejahteraan keluarga. Pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pengetahuan gizi Surbakti, 1989. Hal ini terlihat dari pengetahuan ibu tentang memilih bahan makanan yang bernilai gizi baik dan tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan sangat mempengaruhi status gizi balita Khumaidi, 1994.

6.6 Gambaran Status Bekerja Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut

Data Riskesdas 2010 Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan keluarga, dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan. Buruh merupakan kelompok pekerjaan dengan pendapatan terbatas Khomsan,et al 2009. Beberapa alasan mengemukakan mengapa ibu rumah tangga mencari pekerjaan di luar rumah yaitu karena mereka memiliki keahlian, karena kebutuhan individu, kepercayaan, nilai budaya yang mengharuskan ibu bekerja atau karena tuntutan kebutuhan keluarga Sanjur, 1982. Berdasarkan analisis univariat di dapatkan bahwa wilayah Indonesia Timur persentase ibu yang bekerja sebesar 38,1, sedangkan di wilayah Indonesia Barat persentase ibu yang bekerja sebesar 52,76. Hal ini dapat dilihat bahwa persentase ibu yang bekerja di wilayah Indonesia Barat lebih tinggi di banding wilayah Indonesia Timur. Banyaknya ibu yang bekerja di wilayah Indonesia Barat bisa saja disebabkan karena sebagian besar wanita berpendidikan tinggi, sehingga banyak dari mereka yang tetap ingin bekerja setelah menikah untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Sedangkan pada wilayah Indonesia Timur, para wanita sebagian besar masih memegang tradisi bahwa para wanita bertugas mengurus segala urusan rumah tangga sedangkan para pria bertugas untuk mencari nafkah bagi keluarga. Islam adalah agama yang adil. Allah SWT menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Fitrah kaum wanita adalah tinggal di rumah. Allah Ta‟aa berfirman:                                              “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta‟at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka” QS. An Nisa‟: 34 Pada dasarnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul „Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi. Khatharu Musyarakatil Mar‟ah li Rijal fil Maidanil Amal. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. ” HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829. Syaikh Muhammad bin Shalih Al „Utsaimin rahimahullah menjelaskan : Seorang istri merupakan pemimpin yang menjaga di rumah suaminya dan akan ditanya tentang penjagaanya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik, seperti dalam memasak, menyiapkan minum, serta mengatur tempat tidur. Janganlah ia memasak melebihi dari yang semestinya. Jangan pula ia membuat teh lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap pertengahan, tidak bersikap kurang dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak boleh melampaui batas dalam apa yang tidak sepantasnya. Istri juga memiliki tanggung jawab terhadap anak- anaknya dalam mengurus dan memperbaiki urusan mereka, seperti dalam hal memakaikan pakaian, melepaskan pakaian yang kotor, merapikan tempat tidur, serta memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Setiap wanita akan ditanya tentang semua itu. Dia akan ditanya tentang urusan memasak, dan ia akan ditanya tentang selur uh apa yang ada di dalam rumahnya.” Syarh Riyadhis Shalihin II133- 134 dalam Mianoki, 2012. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kewajiban istri adalah tinggal di rumah dan mengurus keluarga, jika wanita ingin bekerja untuk menambah tingkat ekonomi keluarga maka tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri. Ibu yang bekerja diluar rumah mempunyai kecenderungan menyerahkan pemberian makanan untuk balitanya dengan orang lain, misalnya kepada orang tua, pembantu atau titip dengan tetangga, sehingga pemberian asupan makanan balita tidak dapat dipantau dengan baik. Kemampuan dalam memberikan asupan gizi balita merupakan sesuatu yang ditampilkan ibu dalam upaya memenuhi kecukupan gizi balita. Penyediaan makanan bagi keluarga pada umumnya merupakan tugas seorang ibu Soediatama, 2004. Ibu mempunyai peranan yang penting dalam memberikan asupan gizi pada balitanya. Kecukupan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak terutama pada masa balita, sehingga ibu diharapkan memiliki kemampuan yang baik dalam memberikan asupan gizi untuk balita Depkes RI, 2000. Variabel status bekerja ibu merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat. Berdasarkan hasil uji statistik chi square di wilayah Indonesia Timur dan Barat diketahui bahwa status bekerja ibu tidak memiliki hubungan bermakna dengan asupan energi dan protein pada balita yaitu dengan Pvalue sebesar 0,1818 pada wilayah Indonesia Timur dan Pvalue 0,3860 pada wilayah Indonesia Barat. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein di wilayah Indonesia Timur dapat disebabkan oleh faktor lain seperti jenis pekerjaan ibu. Jenis pekerjaan ibu yang memiliki waktu bekerja berbeda, tergantung dari jenis pekerjaannya. Seperti ibu yang bekerja sebagai petani memiliki waktu bekerja sedikit, sehingga tetap dapat mengurus anak dan ibu tetap bertugas menyediakan makanan bagi keluarga. Secara statistik ibu yang bekerja berkontribusi terhadap tingkat ekonomi keluarga. Ibu yang mencari pekerjaan, baik di perumahan atau di luar rumah biasanya untuk mendapatkan penghasilan tambahan keluarga karena tingkat pendapatan dari keluarga yang dirasa kurang mencukupi. Beberapa alasan mengemukakan mengapa ibu rumah tangga mencari pekerjaan di luar rumah yaitu karena mereka memiliki keahlian, karena kebutuhan individu, kepercayaan, nilai budaya yang mengharuskan ibu bekerja atau karena tuntutan kebutuhan keluarga Sanjur, 1982. Sedangkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein kurang di wilayah Indonesia Barat dapat disebabkan karena penghasilan yang memadai akan memudahkan dalam mengelola pengeluaran untuk pangan yang beraneka ragam dan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Selain itu, ibu yang bekerja di wilayah Indonesia Barat akan menambah pendapatan keluarga dan ibu lebih banyak menyewa pengasuh bayi atau balita yang profesional, sehingga kebutuhan akan pangan untuk kebutuhan balita dapat terpenuhi. Pekerjaan ibu tidak berpengaruh pada pembentukan pola konsumsi makan balita. Dampak dari pekerjaan ibu menurut beberapa studi mengemukakan bahwa selain berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, status pekerjaan ibu berdampak pada keadaan gizi dan kesehatan keluarga yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam praktek konsumsi makanan keluarga Sanjur, 1982. Soekirman, dkk 2000 menyatakan bahwa meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas merawat anak dan memberikan asupan makanan yang sesuai kebutuhan. Dalam mengasuh anak, ibu adalah orang yang paling banyak terlibat sehingga pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan balita. Peran sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga sangat erat kaitannya dengan status gizi anak. Menurut Harahap 1992 dalam Handayani 2012, mengemukakan bahwa salah satu dampak negatif yang ditimbulkan sebagai akibat bekerjanya ibu di luar rumah adalah ketelantaran balita, sebab anak balita bergantung pada pengasuhnya.

6.7 Gambaran Tingkat Ekonomi Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Energi pada Ibu Hamil di Indonesia Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas Tahun 2010)

0 7 95

Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

19 95 155

DETERMINAN STUNTING ANAK BADUTA: ANALISIS DATA RISKESDAS 2010

0 12 49

ANALISIS PERMINTAAN DAN EFISIENSI ENERGI LISTRIK DI INDONESIA TAHUN 1990- 2010 ANALISIS PERMINTAAN DAN EFISIENSI ENERGI LISTRIK DI INDONESIA TAHUN 1990-2010.

0 3 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolal

0 2 17

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH TIMUR INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

0 0 9

PERKAWINAN DINI DAN DAMPAK STATUS GIZI PADA ANAK (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

0 0 11

DETERMINAN STATUS GIZI PENDEK ANAK BALITA DENGAN RIWAYAT BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007-2010)

0 0 11

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI DAN KEGEMUKAN PADA PENDUDUK DEWASA DI INDONESIA TAHUN 2007 DAN 2010 (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007 DAN 2010)

0 0 12