makanan pada balitanya. Kebiasaan yang turun menurun ini seringkali kurang sesuai dengan anjuran makanan sehat bagi balita.
6.4 Gambaran Umur Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut Data
Riskesdas 2010
Umur ialah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan kebawah atau umur pada ulang tahun terakhir Depkes, 2008. Umur merupakan faktor gizi
internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi balita Apriadji, 1986.
Berdasarkan hasil analisis univariat, diketahui rata-rata umur balita di Indonesia Timur adalah 29,58 bulan, umur minimum balita adalah 12 bulan dan maksimum 59
bulan dan berada pada interval 29.18 sampai 29,98 bulan. Sedangkan rata-rata umur balita di wilayah Indonesia Barat adalah 29,62 bulan, umur minimum balita adalah
12 bulan dan maksimum 59 bulan dan berada pada interval 29,42 sampai 29,82 bulan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur balita di wilayah Indonesia
Timur dan Barat tidak berbeda jauh. Umur balita merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi. Balita dengan umur
24 bulan ke atas merupakan masa peralihan antara penyusuan dan makanan dewasa serta masa yang paling kritis karena adanya bahaya ketidakcukupan gizi dan
penyakit infeksi. Maka pada umur 6-59 bulan, penimbangan berat badan balita perlu dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan upaya pencegahan terjadinya masalah
pertumbuhan dikemudian hari. Menurut data riskesdas 2010 didapatkan persentase balita yang tidak menimbang
berat badan di wilayah Indonesia Timur sebesar 35,37 dan di wilayah Indonesia
Barat sebesar 28,35. Namun secara keseluruhan penimbangan balita pada kelompok umur 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan dan 48-59 bulan,
menunjukkan ada kecenderungan semakin tinggi umur balita maka semakin tinggi persentase balita yang tidak pernah ditimbang.
Semakin tingginya persentase balita umur 24 bulan keatas yang tidak ditimbang berat badannya dapat disebabkan karena fasilitas yang jauh dari jangkauan, sarana
yang belum memadai, hingga kurangnya kesadaran keluarga khususnya ibu balita. Pada umur balita sangat rentan mengalami masalah gizi terutama umur 2 tahun,
karena asupan energi dan protein pada masa ini cukup sedikit. Dalam umur ini terjadi peningkatan berat badan yang lambat bahkan penurunan berat badan pada
beberapa anak Jelliffe, 1969. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji mean whitney pada wilayah Indonesia
Timur dan Barat diketahui bahwa secara signifikan ada hubungan antara umur balita dengan asupan energi dan protein di wilayah Indonesia timur dengan Pvalue 0,000
α ≤ 5 dan pada wilayah Indonesia Barat juga didapatkan Pvalue 0,000 α ≤ 5. Pada penelitian ini ada kecenderungan balita yang mengalami asupan energi dan
protein kurang terjadi pada umur balita yang lebih tua. Umur balita yang mengalami asupan energi dan protein kurang adalah umur 28,23 bulan sebanyak 1644 balita
pada wilayah Indonesia Timur dan umur 26,37 bulan sebanyak 4001 balita pada wilayah Indonesia Barat.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Kunanto 1992, menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur balita dengan status gizi. Hal ini berkaitan dengan
menurunnya perhatian orang tua anak tersebut, yang mungkin disebabkan oleh adanya anak yang lebih muda adik atau kesibukan orangtua anak tersebut.
Faktor umur banyak terkait dengan masalah pertumbuhan dan aktifitas anak. Periode pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal balita. Pada usia
6-12 bulan percepatan pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal balita. Pada usia 6-12 bulan percepatan pertumbuhan berat badan rata-rata
0,4kgbulan dan 13-23 bulan percepatannya 0,2 kgbulan Jahari,1990. Adanya hubungan antara umur balita dengan asupan energi dan protein di
wilayah Indonesia Timur bisa saja disebabkan karena ketersediaan pangan di wilayah Indonesia Timur masih sangat kurang, sehingga balita yang berusia diatas
24 bulan hanya mendapat asupan yang sedikit, selain itu pada umur diatas 24 bulan balita lebih aktif dan sudah tidak mendapatkan ASI. Sedangkan untuk wilayah
Indonesia Barat, adanya hubungan yang bermakna antara umur balita dengan asupan energi dan protein karena selain balita yang berusia diatas 24 bulan sudah tidak
mendapatkan ASI, sehingga kebutuhan makan balita hanya didapatkan dari konsumsi setiap anak dan pada usia ini balita sudah dapat menolak makanan dan
lebih menyukai makanan jajanan yang kandungan gizinya tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi balita.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Kusnadi 2001, bahwa kelompok umur usia 24-59 bulan mempunyai kecenderungan status gizi kurang lebih besar dibanding
dengan kelompok umur 6-23 bulan. Hal ini karena kebutuhan gizi pada usia tersebut meningkat sedangkan ASI sudah tidak mencukupi, disamping makanan sapihan
tidak diberikan dalam jumlah dan frekuensi yang cukup serta adanya infeksi kaena kontaminasi pada makanan yang dimakan Soekirman,2000.
Semakin tua usia anak maka semakin baik status gizinya pada kelompok yang diberi ASI. KEP tertinggi juga ditemukan pada kelompok anak usia 1 tahun yang
mulai di sapih Suhardjo, 1989. Menurut Notoatmodjo 2003, anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit, dikarenakan beberapa
anggapan bahwa balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, biasanya balita juga sudah mempunyai adik atau ibu yang
sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. Selain itu anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam pemilihan makanan.
Selain itu, hal ini juga dimungkinkan karena dalam daur kehidupan masa antara umur satu tahun hingga remaja pertumbuhan fisiknya tidak terlalu cepat. Dalam
masa ini, kebutuhan anak balita akan zat gizi harus tetap diperhatikan. Anak balita sangat membutuhkan asupan protein dan energi yang adekuat untuk proses
pertumbuhan dan perkembangan King, et al., 1972 dalam Anggraini, 2012. Untuk itu orang tua berperan penting di dalam memilih makanan yang berkualitas baik
untuk kebutuhan gizi yang seimbang. Pola makan usia balita diatas 24 bulan harus memenuhi pola makan sehat dan seimbang agar tercukupi seluruh kebutuhan
gizinya. Dengan pola makan yang baik diharapkan balita akan tumbuh dengan baik, sehat dan menjadi anak yang cerdas.
6.5 Gambaran Pendidikan Ibu di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Menurut