Gambar 2.3 Model Konsumsi Makanan
Sumber: Elizabeth dan Sanjur 1981 dalam Suhardjo 1989
2.2.1 Umur Ibu
Usia produktif ibu dalam masa reproduksi berperan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Usia produktif ibu berkisar 20-35
tahun, penelitian Farida 2002 mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan status gizi balita.
Penelitian Karyadi 2008, menemukan ibu yang berusia antara 20- 35 tahun lebih banyak anak balitanya dengan status gizi baik dibanding ibu-ibu
yang lebih muda atau lebih tua dari 20-30 tahun. Menurut Sediaoetama 2006, menyatakan bahwa usia berpengaruh
terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat Konsumsi makanan
Preferensi Makanan
Karakteristik Individu Karakteristik Makanan
Karakteristik Lingkungan -
Umur -
Jenis kelamin -
Pendidikan -
Pendapatan -
Pengetahuan gizi -
Keterampilan memasak
- kesehatan
- Rasa
- Rupa
- Tekstur
- Harga
- Tipe makanan
- Bentuk
- Bumbu
- Kombinasi makanan
- Musim
- Pekerjaan
- Mobiitas
- Perpindahan penduduk
- Jumlah keluarga
- Tingkatan sosial pada
masyarakat
diperoleh melalui pengalaman sehari-hari diluar faktor pendidikannya. Sebagaimana nilai budaya, pembelanjaan dan konsumsi makanan telah
tergantikan dengan modernisasi. Dapat diasumsikan bahwa kemampuan pemilihan makanan ibu rumah tangga muda akan berbeda dengan
kemampuan pemilihan makanan pada ibu rumah tangga yang telah berumur lebih tua dan pola pembelian makanan ibu rumah tangga muda cenderung
lebih terpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanannya
Sanjur, 1982 dalam Suhardjo 1989. Selanjutnya Hurlock 1999 dalam Ningsih 2008 menyatakan bahwa
faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri dari pada kepentingan anaknya.
Kondisi yang demikian akan menyebabkan kuantitas dan kualitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur
cenderung akan menerima peranannya dengan sepenuh hati. Hal sebaliknya dinyatakan oleh Sunyoto 1991 dalam Arinta 2010 bahwa seseorang yang
sudah berumur maka penerimaan terhadap hal baru akan semakin rendah. Hal ini karena orang yang termasuk dalam golongan tua memiliki
kecenderungan selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.
Penelitian Shantica 1993 di Ponorogo menyebutkan bahwa sebesar 42,6 responden masih dipengaruhi oleh orang tua atau mertuanya dalam
memberikan makanan pada balitanya. Kebiasaan yang turun menurun ini seringkali kurang sesuai dengan anjuran makanan sehat bagi balita.
Penelitian Susenas 1986 dalam Alibbirwin 2001 menunjukkan ada hubungan antara umur ibu dengan status gizi balita. Pada hasil tersebut
terlihat bahwa balita yang ibunya berumur 20-35 tahun memiliki status gizi yang baik. Status gizi balita salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi
makanan yang adekuat. Kusin dan Kardjati 1985 menyatakan bahwa salah satu hal yang berhubungan dengan penyimpangan pertumbuhan dan kurang
gizi pada anak adalah kurang cukupnya konsumsi makanan yang diterima oleh anak.
Berdasarkan penelitian Sanjur 1982 dalam Suhardjo 1989. menunjukkan hubungan yang nyata antara umur ibu dengan konsumsi
energi dan protein pada anak. Sedangkan dalam penelitian Handayani, didapatkan hasil bahwa semakin tua umur ibu balita maka proporsi balita
yang mengalami gizi kurang semakin kecil. Dan menurut Sampoerno dan Azwar 1987, seorang wanita muda akan cenderung mengalami kesulitan
dalam merawat anak atau balitanya dikarenakan kurang pengalaman dalam hal merawat atau mengasuh anak dan dalam memberikan asupan makanan
yang baik untuk balita sehingga dapat menyebabkan anak atau balita menderita KEP. Sebaliknya menurut Soeprono 1982 dalam Mahliawati
2010, seorang wanita yang sudah berumur memiliki kemunduran fungsi fisiologis dan reproduksi secara umum. Sehingga akan sulit dalam
mengasuh anak dan dalam memberikan asupan makanan yang baik bagi anak.
2.2.2 Umur Balita