Gambaran Jumlah Anggota Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat ekonomi keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Berdasarkan grafik 5.4 diketahui frekuensi balita yang memiliki tingkat ekonomi keluarga rendah di Wilayah Indonesia Timur sebanyak 1485 keluarga 58.37, sedangkan frekuensi balita yang memiliki tingkat ekonomi keluarga rendah di Wilayah Indonesia Barat sebanyak 4903 orang 47,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa persentase balita yang memiliki tingkat ekonomi keluarga rendah di wilayah Indonesia Timur lebih banyak dibanding wilayah Indonesia Barat.

5.2.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data jumlah keluarga balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat sebagai berikut: 20 40 60 80 100 Tingkat Ekonomi di Timur Tingkat Ekonomi di Barat 58.37 N=1485 47.05 N=4903 41.63 N=1151 52.95 N=5575 Rendah Tinggi Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Jumlah Keluarga di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Berdasarkan grafik 5.5 diketahui frekuensi balita yang memiliki jumlah keluarga besar di Wilayah Indonesia Timur sebanyak 1573 balita 60.1, sedangkan frekuensi balita yang memiliki jumlah keluarga besar di Wilayah Indonesia Barat sebanyak 5027 orang 47.8. Hal ini dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki jumlah anggota keluarga besar di wilayah Indonesia Timur lebih banyak dari wilayah Indonesia Barat. 5.3 Hubungan antara umur ibu balita dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Hubungan antara umur ibu balita dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.3 berikut: 20 40 60 80 100 Jumlah keluarga di Timur Jumlah keluarga di Barat 60.10 N=1573 47.80 N=5027 39.90 N=1063 52.20 N=5451 Besar Kecil Tabel 5.3 Rata-rata Umur Ibu Balita dengan Asupan Energi dan Protein Pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Umur Ibu Asupan EP TIMUR BARAT Mean SD 95 CI Interval Pvalue N Mean SD 95 CI Interval Pvalue N Kurang 30.35 19.154 29.98 – 30.73 0,183 1627 30.07 11.287 29.84 – 30.29 0,000 3975 Cukup 30.53 23.526 30.07 – 30.99 1009 30.55 8.572 30.38 – 30.71 6503 Berdasarkan tabel 5.3 rata-rata umur ibu balita di wilayah Indonesia Timur yang memiliki balita dengan tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 30, 35 tahun berada pada interval 29.98 sampai 30,73 tahun dan rata-rata umur ibu balita yang memiliki balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein cukup adalah 30,53 tahun berada pada interval 30,07 sampai 30,99 tahun. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,183 artinya pada α 5 tidak ada hubungan signifikan antara umur ibu dengan tingkat konsumsi energi dan protein balita di Wilayah Indonesia Timur. Sedangkan rata-rata umur ibu balita di wilayah Indonesia Barat yang memiliki balita dengan tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 30,07 tahun berada pada interval 29.84 sampai 30,29 tahun dan rata-rata umur ibu balita yang memiliki balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein cukup adalah 30,55 tahun berada pada interval 30,38 sampai 30,71 tahun. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara umur ibu dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Barat. 5.4 Hubungan antara umur balita dengan Asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Hubungan antara umur balita dengan asupan energi dan protein dapat dilihat dalam tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Rata-rata Umur Balita dengan Asupan Energi dan Protein Pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Umur balita Asupan EP TIMUR BARAT Mean SD 95 CI Interval Pvalue N Mean SD 95 CI Interval Pvalue N Kurang 28.19 10.322 27.65 – 28.72 0,000 1627 26.36 17.194 26.03- 26.70 0,000 3975 Cukup 31.94 9.707 31.34 – 32.55 1009 31.57 12.629 31.33- 31.82 6503 Berdasarkan tabel 5.4 pada wilayah Indonesia Timur rata-rata umur balita dengan tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 28.19 bulan berada pada interval 27,65 sampai 28,72 bulan dan rata-rata umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein cukup adalah 31,94 bulan berada pada interval 31,34 sampai 32,55 bulan. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein. Sedangkan di wilayah Indonesia Barat rata-rata umur balita dengan tingkat asupan energi dan protein kurang adalah 26,36 bulan berada pada interval 26,03 sampai 26,70 bulan dan rata-rata umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein cukup adalah 31,57 bulan berada pada interval 31,33 sampai 31,82 bulan. Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara umur balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein. 5.5 Hubungan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Hubungan antara pendidikan ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 Distribusi pendidikan ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Pendidikan Ibu Timur Barat Asupan Energi dan Protein P Value Asupan Energi dan Protein P value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total N N N N N N Rendah 1225 70.24 537 29.76 1762 100 0.000 2894 43.19 3739 56.81 6633 100 0,000 Tinggi 402 47.04 472 52.96 874 100 1081 27.92 2764 72.08 3845 100 Total 1627 62.86 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100 Berdasarkan tabel 5.5 pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 1225 orang 70,24 dan tinggi sebanyak 402 orang 47,04. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Timur. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,65 artinya pendidikan ibu rendah memiliki kecenderungan 2,65 kali untuk balita memiliki asupan energi dan protein kurang dibanding pendidikan ibu tinggi. Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 2919 orang 43.19 dan tinggi sebanyak 1082 orang 27.9. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan asupan energi dan protein balita di wilayah Indonesia Barat. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,96 artinya pendidikan ibu rendah memiliki kecenderungan 1,96 kali untuk balita mengalami kurang asupan energi dan protein dibanding pendidikan ibu tinggi. 5.6 Hubungan antara Status Bekerja Ibu dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Hubungan antara Status Bekerja Ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6 Distribusi Status Bekerja Ibu dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Status Bekerja ibu Timur Barat Asupan Energi dan Protein P value Asupan Energi dan Protein P Value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total N N N N N N Bekerja 614 60.82 402 39.18 1016 100 0.1818 2078 37.04 3476 62.96 5554 100 0,3860 Tdk bekerja 1013 64.11 607 35.89 1620 100 1897 38.02 3027 61.98 4924 100 Total 1627 62.86 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100 Berdasarkan tabel 5.6 pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan ibu yang bekerja sebanyak 614 orang 60,82 dan ibu yang tidak bekerja sebanyak 1013 orang 64.11. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebe sar 0,1818 artinya pada α 5 tidak ada hubungan signifikan antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur. Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein kurang pada ibu yang bekerja sebanyak 2087 orang 37,04 dan ibu yang tidak bekerja sebanyak 1897 orang 38.02. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,3860 artinya pada α 5 tidak ada hubungan signifikan antara status bekerja ibu dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Barat. 5.7 Hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Hubungan antara tingkat ekonomi keluarga dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.7 berikut: Tabel 5.7 Distribusi Tingkat ekonomi keluarga dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Tingkat Ekonomi Timur Barat Asupan Energi dan Protein P value Asupan Energi dan Protein P value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total N N N N N N Rendah 1076 73.29 409 26.71 1485 100 0.000 2324 46.87 2579 53.13 4903 100 0.000 Tinggi 551 48.17 600 51.77 1151 100 1651 29.17 3924 70.83 5575 100 Total 1627 62.92 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100 Berdasarkan tabel 5.7 pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan tingkat ekonomi rendah sebanyak 1076 orang 73.29 dan tingkat ekonomi tinggi sebanyak 551 orang 48.17. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,97 artinya tingkat ekonomi keluarga rendah memiliki kecenderungan 2,97 kali untuk mengalami kurang asupan energi dan protein pada balita dibanding dengan tingkat ekonomi keluarga tinggi. Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan tingkat ekonomi keluarga rendah sebanyak 2324 orang 46,87 dan asupan energi dan protein kurang pada balita dengan tingkat ekonomi keluarga tinggi sebanyak 1651 orang 29,17. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Barat. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,14 artinya tingkat pendidikan keluarga rendah memiliki kecenderungan 2,14 kali untuk balita mengalami kurang asupan energi dan protein dibanding tingkat ekonomi keluarga tinggi. 5.8 Hubungan antara jumlah keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Timur dan Barat Hubungan antara jumlah keluarga dengan asupan energi dan protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat dapat dilihat dalam tabel 5.8 berikut: Tabel 5.8 Distribusi Jumlah Keluarga dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 Jumlah Keluarga Timur Barat Asupan Energi dan Protein P value Asupan Energi dan Protein P Value Kurang Cukup Total Kurang Cukup Total N N N N N N Besar 1014 65.76 559 34.24 1573 100 0.000 2022 39.85 3005 60.15 5027 100 0.000 Kecil 613 58.49 450 41.51 1063 100 1953 35.35 3498 64.65 5451 100 Total 1627 62.86 1009 37.14 2636 100 3975 37.5 6503 62.5 10478 100 Berdasarkan tabel 5.8, pada wilayah Indonesia Timur diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan jumlah keluarga besar sebanyak 1014 orang 65,76 dan asupan energi kurang pada balita dengan jumlah keluarga kecil sebanyak 613 orang 58,49. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara jumlah keluarga dengan asupan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesa Timur. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,38 artinya jumlah keluarga besar memiliki kecenderungan 1,38 kali untuk memiliki balita dengan asupan energi dan protein kurang dibanding dengan jumlah keluarga kecil. Sedangkan pada wilayah Indonesia Barat diketahui asupan energi dan protein kurang pada balita dengan jumlah keluarga besar sebanyak 2022 orang 39,85 dan asupan energi dan protein kurang pada balita dengan jumlah keluarga kecil sebanyak 1953 orang 35.35. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5 ada hubungan signifikan antara jumlah keluarga dengan energi dan protein pada balita di wilayah Indonesia Barat. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,21 artinya jumlah keluarga besar memiliki kecenderungan 1,21 kali untuk balita mengalami kurang asupan energi dan protein dibanding dengan jumlah keluarga kecil. 75

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang dimiliki yaitu penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2010, dimana penelitian tersebut tidak di disain secara langsung untuk meneliti masalah gizi namun di disain secara langsung untuk meneliti masalah kesehatan yang diarahkan untuk mengevaluasi indikator Millenium Development Goals MDGs, sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada data sekunder tersebut. Hal ini berarti data tersebut tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian ini. Sebagai akibatnya, beberapa variabel yang diperlukan dan diduga berhubungan dengan Asupan Energi dan Protein pada Balita tidak bisa diteliti seperti seperti pengetahuan gizi ibu, ketersediaaan bahan makanan, pola asuh, sosial budaya, daya beli dan penyakit infeksi. Pada penelitian ini menggunakan disain studi cross sectional dimana variabel- variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama, penelitian ini cocok sekali untuk penelitian survei. Disain ini memiliki kekurangan seperti tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan, kesimpulan korelasi faktor risiko dengan faktor efek paling lemah dan hubungan sebab akibat tidak tergambar dengan jelas. Selain itu, pengukuran konsumsi pangan 24 jam terakhir, peneliti tidak dapat menjamin keakuratan data pengukuran konsumsi pangan 24 jam terakhir karena proses

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Energi pada Ibu Hamil di Indonesia Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas Tahun 2010)

0 7 95

Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

19 95 155

DETERMINAN STUNTING ANAK BADUTA: ANALISIS DATA RISKESDAS 2010

0 12 49

ANALISIS PERMINTAAN DAN EFISIENSI ENERGI LISTRIK DI INDONESIA TAHUN 1990- 2010 ANALISIS PERMINTAAN DAN EFISIENSI ENERGI LISTRIK DI INDONESIA TAHUN 1990-2010.

0 3 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolal

0 2 17

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH TIMUR INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

0 0 9

PERKAWINAN DINI DAN DAMPAK STATUS GIZI PADA ANAK (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

0 0 11

DETERMINAN STATUS GIZI PENDEK ANAK BALITA DENGAN RIWAYAT BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007-2010)

0 0 11

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI DAN KEGEMUKAN PADA PENDUDUK DEWASA DI INDONESIA TAHUN 2007 DAN 2010 (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007 DAN 2010)

0 0 12