Semakin tua usia anak maka semakin baik status gizinya pada kelompok yang diberi ASI. KEP tertinggi juga ditemukan pada kelompok anak usia 1
tahun yang mulai di sapih Suhardjo, 1989. Menurut Notoatmodjo 2003, anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit,
dikarenakan beberapa anggapan bahwa balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, biasanya balita juga
sudah mempunyai adik atau ibu yang sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. Selain itu anak balita belum dapat mengurus
dirinya sendiri, termasuk dalam pemilihan makanan. Menurut Ruslina 2000 yang menyatakan pada anak umur 0-12 bulan
tidak terjadi KEP karena pada umur tersebut pemberian ASI saja sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan, kemudian
setelah usia 6 bulan sampai 12 bulan ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sebanyak 60-70, karena itu pada usia 6-12 bulan bayi sudah perlu
diberikan makanan pendamping ASI, dengan demikian terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi umur balita maka semakin besar
peluang untuk mengalami kurang asupan energi dan protein.
2.2.3 Status Bekerja Ibu
Menurut Djaeni 2000, pekerjaan adalah mata pencaharian apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan
nafkah. Lamanya seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya 6-8 jam sisa 16-18 jam dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga, masyarakat,
istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam seminggu, seseorang biasanya dapat
bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam seminggu, sesuai dengan pasal 12 ayat 1 Undang-undang tenaga kerja No.
14 Tahun 1986. Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya kaum
wanita yang bekerja terutama di sector swasta. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain
berdampak negative terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan pada anak yang kurang dapat menyebabkan anak
menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang anak dan perkembangan otak mereka. Beban kerja yang
berat pada ibu yang melakukan peran ganda dan beragam akan dapat mempengaruhi status kesehatan ibu dan status gizi balitanya Mulyati, 1990
dalam Hermansyah, 2010. Pada dasarnya hal ini dapat dikurangi dengan merubah pembagian kerja
dalam rumah tangga. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan energi dan protein KEP. Beberapa kondisi
yang merugikan dalam penyediaan makan bagi kebutuhan balita, anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke orang dewasa, jadi balita
masih perlu beradaptasi. Anak balita belum dapat mengurus diri sendiri dengan baik dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang
dibutuhkan dalam makanannya Djaeni, 2000. Dalam hal mengasuh anak, ibu adalah orang yang paling banyak terlibat
sehingga pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan anak. Faktor
peranan wanita atau ibu rumah tangga sangat erat kaitannya dengan status gizi anak, Karena meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi
waktu untuk pemeliharaan anak Mutmainah, 1996. Ibu yang bekerja diluar rumah mempunyai kecenderungan menyerahkan pemberian makanan
untuk balitanya dengan orang lain, misalnya kepada orang tua, pembantu atau titip dengan tetangga, sehingga pemberian asupan makanan balita tidak
dapat dipantau dengan baik. Kemampuan dalam memberikan asupan gizi balita merupakan sesuatu yang ditampilkan ibu dalam upaya memenuhi
kecukupan gizi balita. Penyediaan makanan bagi keluarga pada umumnya merupakan tugas seorang ibu Sediaoetama, 2004. Ibu mempunyai peranan
yang penting dalam memberikan asupan gizi pada balitanya. Kecukupan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak terutama pada masa balita,
sehingga ibu diharapkan memiliki kemampuan yang baik dalam memberikan asupan gizi untuk balita Depkes RI, 2000.
Kunanto 1992 dalam Hatril 2001 menjelaskan bahwa mata pencaharian yang relative tetap meskipun rendah jumlahnya akan
memberikan jaminan sosial keluarga yang relative lebih aman dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak tetap. Selanjutnya dengan penghasilan yang
memadai akan memudahkan dalam mengelola pengeluaran untuk pangan yang beranekaragam dan sesuai dengan menurut kebutuhan keluarga.
Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan energi dan protein KEP. Beberapa kondisi yang merugikan
dalam penyediaan makan bagi kebutuhan balita, anak balita masih dalam
periode transisi dari makanan bayi ke orang dewasa, jadi balita masih perlu beradaptasi. Anak balita belum dapat mengurus diri sendiri dengan baik dan
belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang dibutuhkan dalam makanannya Djaeni, 2000.
Dampak dari pekerjaan ibu menurut beberapa studi mengemukakan bahwa selain berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, status pekerjaan
ibu berdampak pada keadaan gizi dan kesehatan keluarga yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam praktek konsumsi makanan keluarga
Sanjur, 1982 dalam Suhardjo 1989. Dampak ini akan jelas terlihat pada anak-anak kecil yang berada dalam suatu keluarga dengan status pekerjaan
ibu. Ibu yang bekerja di luar rumah, maka akan menyerahkan segala perawatan balitanya kepada orang yang mengasuhnya keluarga, tempat
penitipan anak termasuk juga mengenai pola makanan sehari-harinya. Mereka merupakan orang yang penting pada saat ibu bekerja di luar rumah.
Pengganti orang ini belum tentu mengerti dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan gizi yang diperlukan untuk anak balita
sehingga akan mempengaruhi status gizi anak balita tersebut Bumi, 2005. Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan keluarga,
dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak
memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan. Buruh merupakan kelompok pekerjaan dengan
pendapatan terbatas Khomsan,et al 2009.
Beeby 1982 dalam Hatril 2001 mengemukakan bahwa pekerjaan ditentukan oleh pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan terdapat
kecenderungn untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tetap. Status bekerja ibu merupakan karakteristik ekonomi
yang berhubungan dengan pendapatan. Ibu meninggalkan rumah untuk bekerja memiliki masalah yang berkaitan dengan siapa yang memberikan
pelayanan di rumah termasuk siapa yang mengasuh balita. Soekirman, dkk 2000 menyatakan bahwa meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat
mengurangi waktu untuk tugas merawat anak dan memberikan asupan makanan yang sesuai kebutuhan. Dalam mengasuh anak, ibu adalah orang
yang paling banyak terlibat sehingga pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan balita. Peran sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga
sangat erat kaitannya dengan status gizi anak. Menurut Harahap 1992 dalam Handayani 2012, mengemukakan bahwa salah satu dampak
negative yang ditimbulkan sebagai akibat bekerjanya ibu di luar rumah adalah ketelantaran balita, sebab anak balita bergantung pada pengasuhnya.
2.2.4 Pengetahuan Gizi Ibu