mengasuh anak dan dalam memberikan asupan makanan yang baik bagi anak.
2.2.2 Umur Balita
Umur ialah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan kebawah atau umur pada ulang tahun terakhir Depkes, 2008. Masalah gizi
dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus
kehidupan berikutnya intergenerational impact Azwar, 2004 dalam Rizki, 2011. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi asupan makanan adalah
karakteristik individu yaitu umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lama bekerja, pendidikan dan pengetahuan gizi Suhardjo, 1989.
Umur merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi balita Apriadji, 1986.
Hasil beberapa penelitian menemukan bahwa pada umur dibawah 6 bulan kebanyakan bayi masih dalam keadaan status gizi baik, sedangkan pada
golongan umur setelah 6 bulan jumlah bayi yang berstatus gizi baik menurun sampai 50 Soekirman, 2000. Prevalensi KEP ditemukan pada
usia balita, kebutuhan gizi pada usia tersebut meningkat sedangkan ASI sudah tidak mencukupi, disamping makanan sapihan tidak diberikan dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup serta adanya diare karena kontaminasi pada makanan yang diberikan Abunain, 1979 dalam Mulyanawati, 2002.
Setelah anak umur satu tahun, pertumbuhannya berjalan sangat pesat dibanding pertumbuhan pada umur dewasa. Namun demikian, dalam daur
kehidupan masa antara umur satu tahun hingga remaja pertumbuhan fisiknya tidak terlalu cepat. Dalam masa ini, kebutuhan anak balita akan zat
gizi harus tetap diperhatikan. Anak balita sangat membutuhkan asupan protein dan energi yang adekuat untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan King, et al., 1972 dalam Anggraini, 2012. Pada umur balita sangat rentan mengalami masalah gizi terutama umur 2 tahun, karena
asupan energi dan protein pada masa ini cukup sedikit. Dalam umur ini terjadi peningkatan berat badan yang lambat bahkan penurunan berat badan
pada beberapa anak Jelliffe, 1969 dalam Supariasa, 2002. Hasil penelitian Kunanto 1992, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara umur balita dengan status gizi. Hal ini berkaitan dengan menurunnya perhatian orang tua anak tersebut, yang mungkin disebabkan oleh adanya
anak yang lebih muda Adik atau kesibukan orangtua anak tersebut. Sedangkan hasil penelitian Sari, dkk 2003, didapatkan bahwa balita usia
25 bulan sampai 36 bulan lebih banyak mengalami gizi kurang di banding dengan usia dibawah 24 bulan.
Faktor umur banyak terkait dengan masalah pertumbuhan dan aktivitas anak. Periode pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal
balita. Pada usia 6-12 bulan percepatan pertumbuhan yang sangat cepat terjadi pada bayi dan awal balita. Pada usia 6-12 bulan percepatan
pertumbuhan berat badan rata-rata 0,4 kgbulan dan 13-23 bulan percepatannya 0,2 kgbulan Jahari,2004.
Semakin tua usia anak maka semakin baik status gizinya pada kelompok yang diberi ASI. KEP tertinggi juga ditemukan pada kelompok anak usia 1
tahun yang mulai di sapih Suhardjo, 1989. Menurut Notoatmodjo 2003, anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan penyakit,
dikarenakan beberapa anggapan bahwa balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, biasanya balita juga
sudah mempunyai adik atau ibu yang sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. Selain itu anak balita belum dapat mengurus
dirinya sendiri, termasuk dalam pemilihan makanan. Menurut Ruslina 2000 yang menyatakan pada anak umur 0-12 bulan
tidak terjadi KEP karena pada umur tersebut pemberian ASI saja sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan, kemudian
setelah usia 6 bulan sampai 12 bulan ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sebanyak 60-70, karena itu pada usia 6-12 bulan bayi sudah perlu
diberikan makanan pendamping ASI, dengan demikian terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi umur balita maka semakin besar
peluang untuk mengalami kurang asupan energi dan protein.
2.2.3 Status Bekerja Ibu