Ketersediaan Pangan Besar Keluarga

hasil yang sama dengan penelitian Kandun yaitu tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kenaikan berat badan balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, cenderung mempunyai balita yang berat badannya naik.

2.2.6 Ketersediaan Pangan

Asupan zat gizi energi dan protein dipengaruhi oleh ketersediaan pangan ditingkat keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi Depkes RI, 2002. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan Apriadji, 1986. Sedangkan menurut Setiyabudi 2007, setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup baik maupun mutu gizinya.

2.2.7 Besar Keluarga

Urutan kelahiran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada pola pertumbuhan anak dan balita dalam satu keluarga. Anak yang terlalu banyak selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa menciptakan suasana tenang didalam rumah. Lingkungan keluarga yang selalu ribut akan mempengaruhi ketenangan jiwa, dan ini secara langsung akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang terlalu peka terhadap suasana yang kurang mengenakan, dan jika pendapatan keluarga hanya pas-pasan sedangkan jumlah anggota keluarga banyak maka pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang terjamin, maka keluarga ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dengan demikian penyakitpun terus mengintai Apriadji, 1996. Berg 1986 dalam Reno 2008, menunjukkan bahwa rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga besar memiliki resiko kelaparan empat kali lebih besar dibanding keluarga yang memiliki anggota keluarga kecil, dan beresiko pula mengalami gizi kurang sebanyak lima kali lebih besar dibanding keluarga yang memiliki anggota keluarga kecil. Jumlah anggota keluarga yang besar akan mempengaruhi distribusi makanan terhadap anggota keluarga, terutama pada anggota keluarga miskin yang terbatas kemampuannya dalam penyediaan makanan, sehingga akan beresiko terhadap gizi kurang. Sedangkan menurut Amos 2000, menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah anak dengan status gizi. Semakin banyak jumlah anak maka semakin besar risiko menderita kurang energi protein KEP. Menurut Suhendri 2009, jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan social ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memahami kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Tahun –tahun awal masa kanak-kanak yang biasanya meliputi 1-6 tahun, adalah yang paling rawan. Kurang energi protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarga lebih kecil Suhardjo, 2003. Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orangtua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orangtua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya Sofia, 2009 dalam Suparyanto, 2010. Jumlah anggota keluarga dan banyaknya balita dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang energi dan protein. Berg, Alan, 1973 dalam Syahbudin, 2002. Menurut Jalal dan Soekirman 1990, bahwa terdapat hubungan antara asupan gizi balita dengan pendapatan keluarga berdasarkan perbedaan jumlah anggota keluarga. Semakin tinggi pendapatan dan semakin rendah jumlah anggota keluarga maka semakin baik jumlah asupan makanan yang diterima balita. Menurut Berg 1986, kemungkinan kelaparan pada rumah tangga yang mempunyai anggota banyak empat kali lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang mempunyai anggota sedikit, sedangkan anak-anak yang hidup pada rumah tangga yang mempunyai anggota banyak mempunyai kemungkinan lima kali lebih besar disbanding dengan rumah tangga yang mempunyai jumlah anggota keluarga sedikit. Jumlah anggota keluarga dan jumlah balita dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam keluarga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang asupan energi dan protein. Sayogyo 1986 dalam Hatril 2001 mengemukakan bahwa jumlah keluarga memiliki kaitan dengan banyaknya individu yang dipenuhi kebutuhan gizinya. Kualitas dan kuantitas makanan yang bergizi yang harus disediakan keluarga akan semakin meningkat dan bervariasi dengan komposisi rumah tangga. Apabila pembagian untuk masing-masing anggota keluarga tidak baik, maka akan terjadi persaingan dalam konsumsi makanan sehingga balita akan mudah tersisih dan memperoleh bagian yang kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuhnya untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Mursalin 1993 dalam Nasekhah 2010 menyatakan bahwa konsumsi pangan dipengaruhi oleh jumlah keluarga. Keluarga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antar anak yang amat dekat akan menimbulkan lebih banyak masalah. Dalam acara makan bersama seringkali anak-anak yang lebih kecil akan mendapatkan jatah makan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakanya yang makannya lebih cepat dan dengan porsi sekali suap yang lebih besar pula. Jika pendapatan keluarga hanya pas-pasan sedangkan anak banyak maka pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini bisa disebut keluarga rawan gizi, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi Pudjiadi, 1986.

2.2.8 Pendapatan Keluarga

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Energi pada Ibu Hamil di Indonesia Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas Tahun 2010)

0 7 95

Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

19 95 155

DETERMINAN STUNTING ANAK BADUTA: ANALISIS DATA RISKESDAS 2010

0 12 49

ANALISIS PERMINTAAN DAN EFISIENSI ENERGI LISTRIK DI INDONESIA TAHUN 1990- 2010 ANALISIS PERMINTAAN DAN EFISIENSI ENERGI LISTRIK DI INDONESIA TAHUN 1990-2010.

0 3 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolal

0 2 17

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH TIMUR INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

0 0 9

PERKAWINAN DINI DAN DAMPAK STATUS GIZI PADA ANAK (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

0 0 11

DETERMINAN STATUS GIZI PENDEK ANAK BALITA DENGAN RIWAYAT BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007-2010)

0 0 11

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI DAN KEGEMUKAN PADA PENDUDUK DEWASA DI INDONESIA TAHUN 2007 DAN 2010 (ANALISIS DATA RISKESDAS 2007 DAN 2010)

0 0 12