dengan pemberian vitamin E terhadap diameter tubulus seminiferus mencit jantan dewasa. Diameter tubulus seminiferus yang paling besar didapatkan pada K
234,44±38,65 μm, berbeda nyata dengan P1 129,40±5,43 μm, P2 112,48±17,40 μm,
P3 134,02±7,98 μm, dan P4 162,36±46,66 μm, K 234,44±38,65 μm dan P5
171,18±11,32 μm. Hal ini kemungkinan karena tidak adanya pengaruh tuak yang
diberikan. Sehingga spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus berjalan secara normal tanpa pengaruh negatif dari tuak. Jumlah spermatozoa yang terbentuk di dalam tubulus
seminiferus menimbulkan dorongan akan bertambahnya diameter tubulus seminiferus testis mencit.
Diameter tubulus seminiferus yang paling kecil didapatkan pada P2 112,48±17,40
μm, tidak berbeda nyata dengan P1 129,40±5,43, P3 134,02±7,98, dan P4 162,36±46,66, tetapi berbeda nyata dengan K 234,44±38,65 dan P5
171,18±11,32. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh pengaruh negatif dari radikal bebas alkohol yang ada dalam tuak. Radikal bebas menyebabkan banyaknya spermatozoa
yang mati. Sehingga terbentuk lumen yang membesar sehingga mendorong pengecilan diameter tubulus seminiferus. Hasil penelitian Sakr et al., 2009 mendapatkan adanya
degenerasi sel spermatogenik yang menyebabkan hilangnya kumpulan sperma sehingga terjadi penurunan yang nyata pada diameter tubulus seminiferus dan tebal epitel
germinal.
4.2.3 Jumlah spermatozoa mencit Mus musculus L.
Adanya pengaruh p0,05 pemberian tuak baik sendiri atau bersama dengan vitamin E pada mencit selama 15 dan 30 hari dapat terlihat pada Gambar 8 di atas.
Jumlah spermatozoa mencit yang tertinggi didapatkan pada K 69,27±24,4 jutamL yang
berbeda nyata dengan P1, 2,87±3,9 jutamL, P2 2,97±6,63 jutamL, P3 4,20±5,35 jutamL, P4 3,00±5,69 jutamL, dan P5 19,30±17,2 jutamL. Hal ini kemungkinan
karena tidak adanya pengaruh tuak atau alkohol pada mencit jantan, sehingga spermatogenesis berkembang secara normal melalui regulasi poros hipotalamus, hipofisis
dan testis. Hipotalamus melepas Gonadotropin Hormone Releasing Hormone GnHRH dan menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon gonadotropin Luteinizing Hormone
LH dan Follicle Stimulating Hormone FSH. LH menginduksi sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, sedangkan FSH menginduksi sel Sertoli untuk menghasilkan
Androgen Binding Protein ABP yang berguna untuk mengikat testosteron intratestikular yang diperlukan untuk spermatogenesis proses pembentukan
spermatozoa. Bremner et al., 1981 telah didemonstrasikan bahwa LH terikat secara khusus pada sel Leydig, dimana dia menstimulasi akumulasi siklik Adenosin Mono
Phospat AMP dan mengkonversi kolesterol menjadi pregnenolon, kemudian akhirnya meningkatkan kandungan testosteron yang merupakan produk steroid mayor di testis.
Kemudian Dym et al., 1979 menyatakan bahwa, FSH mengikat sel Sertoli dan spermatogonia dalam tubulus seminiferus. Pengikatan FSH terhadap sel Sertoli diikuti
oleh akumulasi siklik AMP, aktivasi protein kinase, dan produksi Androgen Binding Protein ABP. Bowen 1998, hormon hipotalamus disebut sebagai hormon pelepas
releasing hormone dan hormon penghambat inhibiting hormone, yang refleksinya terlihat pada pengaruhnya terhadap hormon hipofisis anterior. Selain itu kemungkinan
karena adanya pengaruh vitamin E sebagai antioksidan bekerja dengan cara mencegah terjadinya kerusakan akibat radikal bebas dari tuak. Antioksidan pada semen dapat