2. Kelompok 2 P1 = Kelompok perlakuan pertama terdiri dari 5 ekor mencit dewasa
jantan yang diberi tuak alkohol 20 0,5 mlhariekor secara oral setiap hari selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya pemberian tuak dihentikan dan
diganti dengan pemberian aquadest 0,5 ml. 3.
Kelompok 3 P2 = Kelompok perlakuan kedua terdiri 5 ekor mencit dewasa yang diberi tuak alkohol 20 0,5 mlhariekor secara oral selama 30 hari.
4. Kelompok 4 P3 = Kelompok perlakuan ketiga terdiri 5 ekor mencit dewasa yang
diberi tuak alkohol 20 0,5 ml hariekor selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya pemberian tuak dihentikan diganti dengan pemberian vitamin E 0,25
mghariekormencit secara oral. 5.
Kelompok 5 P4 = Kelompok perlakuan keempat terdiri 5 ekor mencit dewasa yang diberi tuak alkohol 20 0,5 mlhariekor selama 15 hari pertama dan 15 hari
berikutnya pemberian tuak dengan pemberian vitamin E 0,25 mgekorhari secara oral.
6. Kelompok 6 P5 = Kelompok perlakuan kelima terdiri dari 5 ekor mencit dewasa
yang diberi tuak alkohol 20 0,5 mlhariekor dan pemberian vitamin E 0,25 mg ekorhari selama 30 hari secara oral. Mencit ditempatkan ke dalam kelompok
secara random.
Tabel 2: Desain Perlakuan
K0
P1
P2
P3
P4
P5
Tanpa perlakuan
Vitamin E 0,25mg
Tuak alkohol 20 0,5ml
Tuak alkohol 20 0,5ml
Tuak alkohol 20 0,5ml
Tuak alkohol 20 0,5 ml
Aquadest 0,5 ml Tanpa perlakuan
Tuak alkohol 20 0,5ml
Tuak alkohol 20 0,5 ml + Vitamin E 0,25 mg
Tuak alkohol 20 0,5 ml + Vitamin E 0,25mg
Tuak alkohol 20 0,5 ml + Vitamin E 0,25 mg
15 30 hari
3.5.4 Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan
Setelah perlakuan selama 30 hari, masing-masing hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher, selanjutnya dibedah dan isolasi testis. Kemudian dilakukan
pengamatan sebagai berikut:
3.5.4.1 Pengamatan Pada Jumlah Sel Leydig
Jumlah sel Leydig dihitung pada semua lapangan pandang adanya bentuk tubulus seminiferus bulat, kecuali pada sediaan yang tubulus seminiferusnya terpotong lebih dari
setengah. Tiap mencit dihitung jumlah sel Leydignya pada tiga 3 preparat yang kemudian diambil rata-rata dari ketiga preparat tersebut Siregar, 2009.
3.5.4.2 Pembuatan sediaan histologis testis
Pembuatan sediaan histologis menurut Suntoro, 1983 dengan metode parafin adalah: fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, penanaman, penempelan,
pemotongan, penempelan, deparafinasi, pewarnaan, penutupan serta pemberian label.
Organ testis yangtelah dicuci dengan larutan NaCl 0,95 kemudian di masukkan
ke dalam larutan fiksatif Bouin selama 2 jam. Setelah proses fiksasi dilakukan proses
dehidrasi secara bertahap dengan alkohol 30, 50, 60, 70, 80, 90, 96, hingga alkohol absolut 100, masing-masing selama 60 menit. Dilanjutkan dengan penjernihan
segera setelah proses dehidrasi dengan menggunakan xylol murni dengan perbandingan 1:3, 1:1, 3:1, masing-masing 60 menit lamanya, kemudian dimasukkan ke dalam xylol
murni kurang lebih selama 4 jam. Proses infiltarsi parafin dilakukan di dalam oven dengan suhu 58
C. Organ testis dimasukkan kedalam campuran xylol- parafin dengan perbandingan 1:3, 1:1, 3:1, selama 60 menit, kemudian dimasukkan ke dalam parafin
murni selama kurang lebih 10 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam kotak kertas kecil
sebagai cetakan yang telah berisi parafin cair, dan dibiarkan sampai parafin mengeras dan memadat. Blok parafin testis yang telah mengeras ditempelkan pada holder kayu
sampai melekat erat, kemudian dipasangkan pada mikrotom. Pengirisan dilakukan
dengan ketebalan 6 µm. Pada gelas benda diolesi dengan larutan albumin mayer dan
ditetesi dengan aquadest. Kemudian beberapa pita parafin diletakkan di permukaan aquadest pada gelas benda dan dibiarkan beberapa saat, kemudian gelas benda
dipindahkan ke meja pemanas hingga kering.