Mau’izhah Hasanah dalam Bentuk Tabsyir

“Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu telah menurunkannya Al Quran ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang- orang yang beriman.” QS. al- Baqarah: 97             “ Sesungguhnya Kami telah mengutusmu Muhammad dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang penghuni- penghuni neraka.” QS. al-Baqarah: 119 Itulah sekian contoh kalimat tabsyir dalam al- Qur‟an, sebagai pemberi semangat dan motivasi bagi mad‟u, untuk lebih meningkatkan ibadah dan kedekatannya kepada Tuhan. Contohnya dalam surat al-Baqarah ayat 119 di atas Rasulullah sebagai juru dakwah sebagai pemberi kabar gembira. Sebagaimana kata Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ibnu „Abbas, dari Nabi SAW. Sebagaimana yang dikutip ibnu Katsir dalam tafsirnya, berkata: “Telah diturunkan kepadaku ayat: sesungguhnya kami telah mengutusmu Muhammad dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.” Beliau Saw bersabda: yaitu berita gembira berupa surga dan peringatan dari api neraka.” 23 Kegiatan dakwah sesungguhnya mempunyai orientasi yang jelas, yaitu mengajak, mengarahkan orang untuk mengikuti jalan yang benar, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Karena target yang amat panjang ini akan selalu mendapatkan kesulitan-kesulitan yang bisa 23 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh; penerjemah, M. „Abdul Ghoffar; Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2009, h.239 menimbulkan sifat psimis dan keputus asaan, maka konsep tabsyir ini diharapkan bisa membantu menghilangkan sifat-sifat di atas. Adapun tujuan-tujuan tabsyir antara lain. a. Menguatkan atau memperkokoh keimanan b. Memberikan harapan c. Menumbuhkan semangat untuk beramal d. Menghilangkan sifat keragu-raguan Tujuan-tujuan di atas diharapkan menjadi sebuah motivasi di dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama. 24 Dan untuk mengaplikasikan metode tabsyir ini, setiap juru dakwah bebas memiliki karakter mereka masing-masing, sehingga metode dalam penyampaian dakwah pun akan berbeda-beda, yang perlu ditekankan adalah bentuk tabsyir yang dilakukan tidak boleh menyimpang dari hal-hal yang telah di tetapkan oleh syari‟at, atau terlalu berlebihan sehingga tujuan penyampaian materi tidak tercapai, semisal membuat lawak yang terlalu berlebihan, sehingga para penyimak hanya mengingat kelucuannya saja dan mengabaikan isi ceramahnya . Dakwah sejatinya memberi motivasi kepada mad‟u seperti dengan metode tabsyir ini, supaya pesan dakwah lebih cepat diserap di jadikan pegangan dalam kehidupannya. Adapun motivasi tersebut oleh Sa‟id bin Ali al-Qahtani 25 dibagi menjadi dua: Pertama, pemberian motivasi dengan janji, kedua, pemberian motivasi dengan menyebutkan bermacam-macam ketaatan. 24 M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, cet ke-2, h. 259 25 Said bin Ali al-Qahtani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, h. 362 Pemberian motivasi dengan janji Bagian ini mempunyai gambaran yang beraneka ragam, antara lain: a. Memberikan motivasi dengan janji dunia Misalnya, jika seseorang beriman dan istiqomah dalam ketaatan atau ketakwaannya kepada Allah, ia akan mendapat keberuntungan dan berkah di dunia ini sebelum ia mendapatkannya lagi nanti di akhirat, bahkan keberuntungan di akhirat, jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang diterima di dunia. Semua janji tentang keberuntungan di dunia ini dapat kita ringkas sebagai berikut; - Janji berupa kehidupan yang baik, yakni selamat dari segala yang dibenci Allah. Dalam firman-Nya Allah menjanjikan kebaikan kepada orang-orang yang beramal shaleh yang disertai dengan ikhlas.                     “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” an- Nahl: 97 - Janji berupa pemberian kekuasaan di atas bumi QS al-Nur: 55                                          “ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, Maka mereka Itulah orang- orang yang fasik.” QS al-Nur: 55 b. Menyebutkan Motivasi dengan menyebutkan bermacam-macam ketaatan Motivasi ini dimaksudkan untuk mengajak manusia agar berlomba- lomba berbuat bermacam- macam ketaatan. Seorang da‟i harus memperhatikan hal ini, yaitu senantiasa mendorong agar orang-orang mau mengerjakan shalat, zakat haji, sodaqah, jihad, silaturrahim dan lain sebagainya. Demikian pula para da‟i harus menjelaskan bahwa ketaatan kepada Allah sesungguhnya merupakan fitrah manusia, karena manusia diciptakan oleh Allah sesungguhnya merupakan fitrah manusia, karena manusia diciptakan oleh Allah untuk taat kepada-Nya. Di dalam al- Qur‟an surah al-Dzariyat ayat 56 disebutkan: tidak Aku Allah ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. QS. al- Dzariyat: 56 kata beribadah oleh para tafsir antara lain mempunyai arti taat atau loyalitas, 26 dengan demikian taat kepada Allah adalah sebagai kebutuhan manusia yang harus dilakukan setiap saat.

C. Mauizhah Hasanah dalam Bentuk Tandzir

Kata Tandzir atau indzar secara bahasa berasal dari kata na-dza-ra, menurut Ahmad bin Faris adalah suatu kata yang menunjukkan untuk penakutan Takhwif. 27 Adapun Tandzir menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala konsekuensinya. 28 Menurut M. Munir dalam bukunya metode dakwah mengatakan tandzir adalah ungkapan yang mengandung unsur peringatan kepada orang yang tidak beriman atau kepada orang yang melakukan perbuatan dosa atau hanya untuk tindakan preventif agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dengan bentuk ancaman berupa siksaan di hari kiamat. 29 Hemat penulis tandzir atau peringatan berupa kalimat atau kata ancaman sangat mendorong efektifitas dakwah, mengingat kondisi mad‟u yang semakin hari semakin jauh dari Tuhan dan agamanya perlu sesekali seorang da‟i memberi kalimat penegasan akan dampak dari suatu kerusakan, dosa, yang di perbuat. Mengingat manusia itu sering lalai dan 26 Muhammad Ali al-Shabuni, rawa‟iul bayan tafsir al-Ayat al-Hakam, Beirut: da fikri, tt., h. 27 27 Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu‟zam al-maqayis fi al-Lughah, Beirut:dar fikr, 1994, h. 1021 28 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metoda Dakwah Nabi, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1997, h. 49 29 M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, h. 263 lupa dengan kemewahan, kegembiraan yang berlebihan, untuk itu sistem atau metode tandzir menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Namun disamping it u seorang da‟i tetap berada dalam koridor dan batas-batas yang telah ditetapkan agama. Tidak boleh memaksa, menakut- nakuti dengan bahasa kecaman dan paksaan, hal itu dilarang dalam agama islam. Islam melarang keras pemaksaan agama itu,. Hal ini, menurut Quthub, karena masalah agama Aqidah adalah masalah menerima atau menolak setelah adanya penjelasan al-bayan dan pemahaman, dan sama sekali bukan masalah pemaksaan. Itu sebabnya, islam datang dengan mengetuk pikiran dan kognisi manusia serta semua potensi kesadaran yang dimiliki. Ia berbicara kepada akal dan kesadaran manusia yang aktif, sebagaimana ia juga berbicara pada fitrah yang merupakan hakikat primer manusia, tanpa sedikitpun menggunakan unsur paksaan. Kepercayaan agama itu tidak dapat masuk ke dalam jiwa manusia dengan cara pemaksaan. Pemaksaan agama itu menurut Qutub, selain dilarang, juga tidak ada artinya apa-apa. 30 Namun perlu dipahami pula bahwa kebebasan agama itu, menurut Quthub, tidak mengandung arti bahwa setiap orang bebas mempertuhankan hawa nafsunya, atau merelakan dirinya diperbudak oleh orang lain. Hal ini, karena prinsip yang harus ditegakkan menurut ajaran islam ialah prinsip ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Allah semata, Tuhan yang maha kuasa. Setelah tegaknya prinsip tersebut, maka setiap orang bebas menganut kepercayaan apapun. Dengan 30 A.Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub; Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, Jakarta: Penamadani, 2008, cet-2, h. 237 begitu, ketundukan dan kepatuhan manusia benar-benar hanya kepada Allah Swt wa yakun al-din kulluh li Allah, Q.S. al-Baqarah:192. 31 Di dalam al- Qur‟an, Istilah Tandzir biasanya dilawankan dengan kata Tabsyir QS. al- Baqara: 119, al-Maidah: 19.             “Sesungguhnya Kami telah mengutusmu Muhammad dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang penghuni-penghuni neraka.” QS. al-Baqarah:119.                                “Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan syariat Kami kepadamu ketika terputus pengiriman Rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: tidak ada datang kepada Kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala ses uatu.” QS. al-Maidah:19 Menurut Musthafa Malaikah dalam hasil penelitiannya tentang manhaj dakwah yusuf al- Qardhawi, bahwa sebagai seorang da‟i hendaknya beramal dengan seimbang antara rasa harap dan takut dan seimbang dalam menyampaikan kabar gembira dan ancaman, karena dalam agama islam terdapat konsep “tawazun dan tawasuth” atau keseimbangan dan pertengahan. Jangan sampai seorang da‟i melebihkan dengan peringatan memberikan rasa takut kepada umatnya sehingga justru 31 A.Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub; Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, Jakarta: Penamadani, 2008, cet-2, h. 238 akan mengakibatkan seseorang merasa putus asa dari rahmat Allah, padahal Allah berfirman:                 “...jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. QS Yusuf:87. Sebaliknya, juga para da‟i tidak seyiogianya terlalu, berlebihan dalam memberikan kabar gembira, sehingga seseorang merasa aman dan tenang dari murka Allah, padahal juga berfirman:         “...tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” QS. al-A‟raf:99 Sikap berlebih-lebihan dalam islam dianggap sebagai sifat yang tidak terpuji, maka berkaitan dengan pemberian tabsyir dan tandzir pun harus diterapkan secara proporsional, sehingga kedua konsep itu mampu memberikan arah yang jelas bagi umat. 32 Imam Ibnu al-Qayyim Rahimahullah ketika menjelaskan surat An- Nahl:125, menjelaskan makna mau‟izhah hasanah, beliau berkata, “ia adalah perintah dan larangan yang disertai dengan motivasi dan ancaman. 33 Hal ini serupa dengan apa yang dinyatakan oleh syaikh as- Sa‟di Rahimahullah dalam tafsirnya. Jika kita meneliti ayat tersebut, niscaya kita akan memahami urutan dalam berdakwah. Diantara yang didakwahi ada orang yang bodoh yang tidak mengetahui kebenaran, orang 32 M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, h. 264-265 33 At-Tafsir al-Qayyim, Ibnul Qayyim, hal. 244