QS An-Nahl: 90 DESKRIPSI TENTANG AYAT-AYAT

Mau‟izhah, maka ia baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, ia adalah yang buruk, yang seharusnya dihindari. Di sisi lain, karena mau‟izhah biasanya bertujuan mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik, dan ini dapat mengundang emosi baik dari yang menyampaikan, lebih-lebih yang menerimanya, maka mau‟izhah adalah sangat perlu untuk mengingatkan kebaikannya itu. 3 Sementara Quthub dalam tafsirnya bahwa nasihat yang baik atau mau‟izhah hasanah yakni lebih menekankan kepada dakwah yang bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus. Bukan dengan bentakan dan kekerasan tanpa ada maksud yang jelas. Begitu pula tidak dengan cara membeberkan kesalahan-kesalahan yang kadang terjadi tanpa disadari atau lantaran ingin bermaksud baik. Karena kelembutan dalam memberikan nasihat akan lebih banyak menunjukkan hati yang bingung, menjinakkan hati yang membenci, dan memberikan banyak kebaikan ketimbang bentakan, gertakan, dan celaan. 4 Dalam sebuah nasihat yang baik mau‟izhah hasanah, dikatakan bahwa seorang juru dakwah harus berbuat dan beramal sesuai dengan apa yang diucapkannya; 3 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian al- Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, volume 7, h. 392-393 4 Sayyid Quthub, Tafsir Fi zhilalil Qur‟an, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, cet ke 2, jilid-7, h. 224 a. ceramah harus dilakukan dengan cara yang ramah, baik yang menyangkut isi, bentuk, maupun ungkapan-ungkapan yang digunakan. b. Kepada para pemeluknya, Islam menawarkan gizi mental dengan kebijaksanaan serta pengayaan spritual nasihat yang baik seraya menganjurkan metode-metode logis manakala menghadapi lawan dialog. c. Kemurahan hati dan kebaikan merupakan dua metode dasar dalam semua jenis seruan kampanye jika dilakukan pada saat yang tepat dan ditempat yang semestinya. 5 Berbeda dengan Ibnu Katsir, ketika menafsirkan surat al- Baqarah:66 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al- Mau‟izhah adalah peringatan keras. Jadi makna ayat ini adalah kami jadikan siksaan dan hukuman sebagai balasan atas pelanggaran mereka terhadap larangan- larangan Allah dan perbuatan mereka membuat berbagai tipu muslihat. Oleh karena itu, hendaklah orang-orang yang bertakwa menjauhi tindakan seperti itu agar hal yang sama tidak menimpa mereka.” Sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abu „Abdillah bin Baththah, dari Abu hurairah Ra, bahwa Rasulullah bersabda: “janganlah kalian melakukan apa yang dilakukan oleh kaum Yahudi, dengan cara menghalalkan apa yang di haramkan Allah melalui tipu muslihat yang amat rendah”. Isnad hadits ini jayyid baik. 6 5 Allamah Kamal Faqih Imani dan Tim utama, Tafsir Nurul Qur‟an, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al- Qur‟an, Jakarta: Al-Huda, 2008, h. 721-722 6 Abdullah bin Muhammadbin Abdurrahman bin Ishaq Ali Syaikh; penerjemah, M. „Abdul Ghaffar; editor isi, M. Yusuf Harun...et al., Tfasir Ibnu Katsir, Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i, 2009, jilid 1, h. 151 Selain al- Qur‟an menggunakan kata dalam bentuk al-mau‟izhatu, al- Qur‟an juga menggunakan Kata ya‟izhuhu dalam bentuk mudhari‟. Meski demikian Quraish Shihab menjelaskan atau memaknakan nasihat tetap dengan kata-kata yang menyentuh hati mad‟u. Akan tetapi dalam bentuk yai‟zuhu beliau lebih menekankan kepada makna ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Sebagaimana ketika beliau menafsirkan surat luqman:13. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengsiyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana dari bentuk kata kerja masa kini dan datang pada kata ya‟izuhu . Sementara ulama yang memahami kata wa‟zh dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak luqman itu adalah seorang musyrik, sehingga sang ayah menyandang hikmah itu terus menerus menasihatinya sampai akhirnya sang anak mengakui tauhid. Hemat penulis sebagaimana tutur Quraish Shihab, pendapat yang antara lain dikemukakan oleh Thahir Ibnu Asyur ini adalah sekedar dugaan yang tidak memiliki dasar yang kuat. Nasihat dan ancaman tidak harus dikaitkan dengan kemusyrikan. Di sisi lain, bersangka baik terhadap anak luqman jauh lebih baik dari pada bersangka buruk.