Mauizhah Hasanah dalam Bentuk Tandzir

akan mengakibatkan seseorang merasa putus asa dari rahmat Allah, padahal Allah berfirman:                 “...jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. QS Yusuf:87. Sebaliknya, juga para da‟i tidak seyiogianya terlalu, berlebihan dalam memberikan kabar gembira, sehingga seseorang merasa aman dan tenang dari murka Allah, padahal juga berfirman:         “...tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” QS. al-A‟raf:99 Sikap berlebih-lebihan dalam islam dianggap sebagai sifat yang tidak terpuji, maka berkaitan dengan pemberian tabsyir dan tandzir pun harus diterapkan secara proporsional, sehingga kedua konsep itu mampu memberikan arah yang jelas bagi umat. 32 Imam Ibnu al-Qayyim Rahimahullah ketika menjelaskan surat An- Nahl:125, menjelaskan makna mau‟izhah hasanah, beliau berkata, “ia adalah perintah dan larangan yang disertai dengan motivasi dan ancaman. 33 Hal ini serupa dengan apa yang dinyatakan oleh syaikh as- Sa‟di Rahimahullah dalam tafsirnya. Jika kita meneliti ayat tersebut, niscaya kita akan memahami urutan dalam berdakwah. Diantara yang didakwahi ada orang yang bodoh yang tidak mengetahui kebenaran, orang 32 M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, h. 264-265 33 At-Tafsir al-Qayyim, Ibnul Qayyim, hal. 244 ini –seperti telah dijelaskan sebelumnya- didakwahi dengan hikmah, yaitu menjelaskan kebenaran dari Al-kitab dan as-Sunnah. Adapun orang yang mengetahui kebenaran, akan tetapi tidak mengamalkannya, disebabkan kelalaian, maka pantas baginya adalah dinasihati, dan diingatkan dengan adanya pahala dan siksa, sehingga hatinya menjadi luluh untuk melakukan kebaikan secara terus menerus. Syaikh abdul Aziz bin Bazz Rahimahullah berkata, “jika orang yang didakwahi agak berpaling, maka dia pantas dinasihati dengan ayat- ayat Al- Qur‟an dan as-Sunnah, yang didalamnya mengandung motivasi. 34 Nasihat itu dilakukan dengan mengungkapkan ayat, hadits, dan segala macam permisalan yang ada dalam Al- Qur‟an, demikian pula dengan mengungkapkan pahala, siksa, dan akibat yang bisa meluluhkan orang yang didakwahi, dan bisa menjadikannya selalu mengingat Allah. 35 Nadzira atau peringatan adalah kabar buruk berupa informasi tentang ancaman, balasan bagi pelaku keburukan, kejahatan atau perilaku yang bertentangan dengan ajaran islam- pelanggaran atas larangan Allah Swt, informasi buruk “punishmant” tersebut berisi pesan agar komunikan atau melanggar ajaran islam. 36 Tabsyir dan tandzir merupakan salah satu dari beberapa pendekatan dakwah yang dikenalkan al- Qur‟an. Karena hakikat mad‟u adalah manusia sendiri, yang mempunyai sifat dan karakter manusiawi, yaitu sosok makhluk yang mencintai kesenangan material, ingin 34 Fadhl ad-Dakwah, Abdul Aziz bin Bazz, hal. 23 35 Fawwaz bin Hulayyil bin Rabah as-Suhaimi; Penerjemah, Beni Sarbeni;, Begini seharusnya Berdakwah: Kunci Sukses Dakwah Salaf, Jakarta: Darul Haq, 2008, h. 150-151 36 Asep Syamsul M.Romli, Komunikasi Dakwah, Pendekatan Praktis, T.tp.: T. Pn., 2013, h. 16 mempunyai masa depan yang bahagia, senang terhadap penghargaan, ingin terhindar dari mala petaka dan bencana, uslub dakwah yang diintrodusur al- Qur‟an, di temukan nada atau pendekatannya, memang sesuai dengan sifat dan karakter manusiawi, yakni tabsyir dan tandzir. Dalam beberapa kitab tafsir 37 , ketika menjelaskan ayat yang memuat kalimat tabsyir dan tandzir, hampir semua mufassir memberikan penjelasan bahwa pendekatan melalui tabsyir dilakukan dengan ilustrasi pahala, penghargaan, dan dengan janji mendapatkan kehidupan syurga bagi seorang yang menerima positif atau beriman dan menjalankan amal shaleh. Adapun pendekatan melalui tandzir dilakukan melalui ilustrasi sanksi, akibat buruk, dan atau mendapat ancaman suatu kehidupan pahit, gersang, dan sangat menyedihkan, yaitu suatu kehidupan an-nar. 38

D. Pendekatan Dakwah Mau’izhah Hasanah

Pendekatan dakwah mau‟izhah hasanah secara praktikal terdiri dari dua bentuk, pengajaran ta‟lim dan pembinaan ta‟dib. Dakwah mau‟izhah hasanah dalam bentuk ta‟lim dilakukan dengan menjelaskan keyakinan tauhid disertai pengamalan implikasinya dari hukum syari‟at yang lima, wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah dengan penekanan tertentu sesuai dengan kondisi mad‟u dari bersikap gemampang al-Tahawun terhadap salah satunya. Contoh dari bentuk dakwah dengan pendekatan mau‟izhah 37 Antara lain dapat dilihat dalam kitab At-Tafsir Al-Munir, jilid 11-12, karya wahbah al- Juhayly, Dar Al-Fakr, Beirut 1991, h. 12 38 Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al- Qur‟an, Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 79-80 hasanah melalui ta‟lim dalam al-Qur‟an misalnya dapat di telaah lewat firman Tuhan QS. al-Baqarah2:222-223. 39                                 “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaubat dan menyukai orang- orang yang mensucikan diri.” QS Al-Baqarah:222 Sebagaimana kata At-Thabari dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat al- Baqarah ayat 222 berkaitan dengan seorang yang bertanya masalah haidh, dan kaitannya dengan dakwah ta‟lim beliau berkata: “bahwa mereka menanyakan kepada Rasulullah tentang haidh sebagaimana yang kami riwayatkan, karena sebelum ada hukum dari Allah mereka tidak menempatkan orang haidh dalam rumah, tidak memberi makan dalam satu nampan, tidak menggaulinya, maka Allah memberitahukan kepada mereka dengan ayat ini, bahwa yang wajib bagi mereka ketika masih haidh adalah dilarang menggaulinya saja sedangkan yang lainnya di perbolehkan, memberinya makan, minum, dan tidur bersama dalam satu ranjang. 40 39 A.Ilyas Ismail Prio Hotman, Filasafat Dakwah, Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, Jakarta;Kencana, 2011, h. 204-205 40 Abu Ja‟far Muhammadbin Jarir Ath-Thabari, Ahsan Askan terjemah, besus hidayat ed., Tafsir At-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h.645 Rasulullah dalam ayat itu sebagai juru dakwah menjelaskan, seputar masalah tauhid dan hukum serta pengamalannya dalam syariat. Begitulah sejatinya para da‟i juga dituntut mengembangkan dakwah mau‟izhah hasanah dengan ta‟lim supaya mad‟u yang menjadi sasaran dakwah dalam menentukan hukum dan syariat tidak bingung dan nglantur. Syaikh Ali Mahfuzh mengatakan sebaik-baik dakwah adalah tarbiyah. Sekaligus menjawab keragu-raguan tentang poso tarbiyah dan dakwah. Dapat ditegaskan bahwa tarbiyah dan ta‟lim turunan dari metode dakwah serta induk dari tarbiyah adalah dakwah. Adapun pendekatan dakwah mau‟izhah hasanah melalui pembinaan yaitu dilakukan dengan penanaman moral dan etika budi pekerti mulia seperti kesabaran, keberanian, menepati janji, welas asih, hingga kehormatan diri, serta menjelaskan efek dan manfaatnya dalam kehidupan bermsyarakat, di samping menjauhkan mereka dari perangai-perangai tercela yang dapat menghancurkan kehidupan seperti emosional, khianat pengecut, cengeng dan bakhil. 41 Tahap penerangan dan propaganda atau tahap perkenalan ide, jika tidak diiringi dengan tahap pembentukan dan pembinaan takwin atau pemilihan pendukung dan pembela seperti golongan Anshar dan Hawariyun, dan mempersiapkan pasukan atau laskar serta mengatur taktik barisan dari kalangan orang- orang yang diseru mad‟u, kemungkinan akan menjadikan segala usaha yang telah dikorbankan pada tahap 41 A.Ilyas Ismail Prio Hotman, Filasafat Dakwah, Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, Jakarta;Kencana, 2011, h. 205 penerangan dan pengenalan ide dakwah akan menjadi sia-sia, bahkan akan hilang tanpa bekas. Kesadaran rohani yang telah muncul dalam tahap penerangan dan pengenalan ta‟rif tidak boleh dibiarkan musnah dan padam, tetapi harus dipelihara dan diarahkan ke dalam jiwa agar bergerak dan berusaha membuat perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan yang sejati dalam diri sendiri. Medan pertama untuk pembentukan dan pembinaan serta perubahan ini dimulai dalam diri sendiri. Allah berfirman:             “Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadan yang ada pada diri mereka sendiri. ” QS Ar- Ra‟du: 11 Banyak dikalangan kaum muslimin yang diseru sekarang ini akan dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu masyarakat yang jauh dari jiwa islam, menjadikan suatu masyarakat yang akan dikuasai oleh adat istiadat dan tradisi yang telah hancur, yang telah meresap dan bersatu dalam diri dan kehidupan mereka. Jadi bagi seorang da‟i yang menyeru manusia ke jalan Allah, memanggil manusia untuk hidup secara islami, harus memperhatikan dengan serius dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam membersihkan diri mereka dari segala tradisi islam yang suci, akhlak islam dan membentuk hidup manusia menurut karakter islam, serta mengembalikan kehidupan mereka menurut cara-cara kehidupan yang islami. Firman Allah yang artinya: