itu untuk kami, maka beliau mengulang-ulangnya hingga mereka hafal. Dua orang utusan kembali kepada aktsam dan berkata, „ dia menolak
untuk memerinci nasabnya sampai ke atas. Lalu kami menanyakannya tentang nasabnya. Ternyata dia bernasabkan orang bersih dan
terpandang. Dia pun menyampaikan beberapa kalimat yang kami hafal.‟ Tatkala Aktsam mendengar kalimat-
kalimat tersebut, dia berkata, „ aku berpendapat bahwa dia menyuruh manusia berakhlak mulia dan melarang
berkahlak tercela. Karena itu, jadilah kalian sebagai pelopor dalam
masalah ini, jangan menjadi pengekor. “ HR al-Hfizh Abu Ya’la.
69
BAB IV KONSEP
MAU’IZHAH HASANAH DALAM AL-QUR’AN A.
Makna dan Ruang Lingkup Mau’izhah Hasanah
Berdasarkan 6 surat dan ayat yang penulis kutip mengenai makna mau‟izah hasanah dalam al-Qur‟an, baik dalam bentuk kata al-ma‟izhatu yang
terdapat dalam surat an-Nahl: 125, al-Baqarah: 66, an-Nur: 34, maupun dalam bentuk kata
wa‟aza atau yu‟izhu yang terdapat dalam surat an-Nisa: 63, al- Baqarah 232, al-
A‟raf: 164 dan luqman: 13, semua bentuk kata itu, menurut seluruh mufassir sepakat mendefinisikan kata-kata
mau‟izhah hasanah dengan kata-kata yang mengandung nasihat yang bagus, tidak menyakiti dan
menakut-nakuti. Akan tetapi Imam As-suyuti dalam tafsirnya jalalain menafsirkan
mau‟izhah hasanah lebih menekankan kepada nasihat atau perkataan yang halus.
1
Sementara At-Thabari lebih menekankan kepada peringatanpelajaran yang indah, yang Allah jadikan hujah atas mereka di
dalam kitab-Nya dan Allah telah mengingatkan mereka dengan hujah tersebut tentang apa yang diturunkan-Nya. Sebagaimana yang banyak tersebar dalam
surat ini, dan Allah mengingatkan mereka dalam ayat dan surat tersebut tentang berbagai kenikmatan-Nya.
2
Sedangkan menurut Quraish Shihab, Kata-kata al- mau‟izhatu dalam
Tafsirnya mengatakan, al- Mau‟izhatu terambil dari kata wa‟azha yang berarti
Nasihat. Mau‟izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar
kepada kebaikan. Demikian dikemukakan oleh banyak ulama. adapun
1
Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Kairo: Dar ul-Hadîts, Kairo, tt, h, 363
2
Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid Ath Thabari, Jami‟ul Bayan Fi Ta‟wil Al-
Qur‟an, Mesir: Muassatur Risalah, 1420 H, jilid 17, h.321