muslim, pembagiannya sama dengan al-Bayanuni, tetapi beliau tidak memasukkan Munafik dalam kelompok non muslim. Sedangkan
berdasarkan klasifikasi, masyarakat dapat dihampiri dengan dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan kondisi sosial budaya, yang terbagi dalam masyarakat
kota dan desa; b.
Pendekatan tingkat pemikiran, terbagi dalam dua kelompok, yaitu: kelompok masyarakat maju industri, dan kelompok masyarakat
terbelakang.
22
Seruan dengan mau„izhah hasanah ini tertuju pada orang-orang yang
kemampuan berpikirnya tidak secanggih golongan yang diseru dengan hikmah, tetapi masih mempunyai fitrah yang lurus. Demikian menurut al-
Baidhawi, al-Alusi, an-Nisaburi, al-Khazin, dan an-Nawawi al-Jawi. Atas dasar itu dalam al-
Qur‟an di awal, mad‟u mau‟izhah hasanah bisa dilihat sperti anak, yang lebih bawah ilmunya dengan sang ayah dalam hal itu
lukman. Akan tetapi si anak ini, masih bisa mempunyai fitrah dan hati yang bersih untuk bisa mencerna mana yang benar dan mana yang salah.
Berdasarkan ungkapan dari Abu al-Fath al-Bayanuni di atas sejalan juga yang di jelaskan al-
Qur‟an sebagaimana tutur al-Biqai ketika menjelaskan sasaran dakwah mad‟u dalam al-A‟raf:164 yakni mad‟u
atau sasaran dakwah adalah qauman . da‟i yang harus menyampaikan
dakwah kepada siapapun, tanpa kecuali, meskipun kepada mereka yang jelas-jelas menentang ajaran Allah swt., sehingga layak menerima azab-
22
M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, h. 106-108
Nya. Justru menurut al-Biqai, kesiapan untuk berdakwah kepada setiap kalangan tanpa kecuali dan tanpa memilih-milih sasaran dakwah
menunjukkan keikhlasan dakwah seseorang dan optimisme serta komitmennya terhadap ajaran Allah swt. Agar tersebar ke setiap jengkal
bumi Allah swt. Pengertian yang dikemukakan oleh al-
Qur‟an di atas dapat dikategorikan bahwa metode
maw‟izhah al-hasanah merupakan cerminan dengan pendekatan intruksional, yang pada umumnya ditujukan kepada
masyarakat awam. Komunitas ini pada umumnya, baik tangkapan maupun daya fikirannya masih sangat sederhana, sehingga dakwah yang diberikan
kepadanya dititik beratkan dalam bentuk bahasa yang relevan dengan kondisinya, bersifat intruksional dan dalam bentuk mengembirakan serta
memberi informasi yang mereka jera melakukannya.
Pengertian di atas mengantarkan kepada dua kesimpulan yaitu: pertama,
maw‟izhah al-hasanah dikategorikan sebagai penerangan dan penyiaran ajaran Islam kepada masyarakat dengan mempergunakan
argumentasi yang mudah dan dapat memuaskan orang umum, dan kedua; mau‟izahah al-hasanah dikategorikan sebagai pemberian bimbingan dan
penyuluhan yang berkaitan dengan kepuasan hati dan jiwa. Bila kedua kategori ini dikembangkan, maka pemberian penerangan dan penyiaran
tersebut tertuju kepada masyarakat luas tentang ajaran Islam. Dalam hal ini diperlukan terlebih dahulu mempelajari masyarakat yang dihadapi,
misalnya sosiologi dakwah, antropologi dakwah, peta dakwah dan kultur peradaban yang dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk itu dibutuhkan adanya manajemen sebagai alat mempermudah menghadapi masyarakat, ilmu komunikasi massa, baik
melalui media cetak, maupun media elektronik sebagai media mempercepat jalannya dakwah kepada audiens. Sedangkan pemberian
bimbingan dan penyuluhan masyarakat, nampaknya lebih tertuju kepada pribadi-pribadi yang bersifat langsung. Dalam hal ini dimungkinkan
adanya pengembangan dan pencerahan masyarakat melalui pribadi tersebut
.
Sudah menjadi fitrah manusia suka kepada yang menyenangkan dan benci kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para da‟i untuk
memulai dakwahnya dengan memberi harapan yang menarik, mempesona dan
menggembirakan sebelum
memberikan ancaman.
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Musa ra. Ia berkata bahwa
Rasulullah Saw. Bersabda “serulah manusia Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang lari”. Seorang da‟i seharusnya lebih dahulu
memberikan targhib kabar gembira sebelum tarhib ancaman, mendorong, beramal dan menyebutkan faedahnya sebelum menakut-
nakuti dengan bahaya riya. Memberi tahu keutamaan menyebarkan Ilmu dan memotivasi untuk melaksanakan shalat pada waktunya sebelum
memberikan peringatan tentang besarnya dosa meninggalkan shalat. Kita memang tidak dapat menafikan manfaat tarhib, karena beragamnya tabiat
manusia. Akan tetapi, memberi kabar gembira terlebih dahulu sebelum peringatan itu bisa membuat hati menerima dengan baik dan lega.
Pemeberian motivasi ini bisa menumbuhkan harapan dan optimisme
seseorang inilah sebagai tarhib ancaman diberikan mana kala ada perlawanan
dan pembangkangan
guna menyadarkan
dan mengembalikannya ke jalan yang benar. Kita perhatikan Firman Allah QS
Al-Hijr:49-50:
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa Sesungguhnya
azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. ”
23
D. Dampak dan Keutamaan Menggunakan Mau’izhah Masanah
Berdasarkan al- Qur‟an di atas dampak dari mau‟izhah hasanah
sebagaimana singgung Sayyid Quthub di awal bahwa kelembutan dalam memberikan nasihat akan lebih banyak menunjukkan hati yang bingung,
menjinakkan hati yang membenci, dan memberikan banyak kebaikan ketimbang bentakan, gertakan, dan celaan.
24
Di samping itu dalam al- Qur‟an surat al-Baqarah: 232 ditegaskan
dengan kata-kata zalikum adzkalakum w a‟athar lebih baik dan lebih suci
maksudnya Iman kepada Allah dan hari kemudian inilah yang menjadikan nasihat ini dapat sampai kedalam hati, ketika hati berhubungan dengan
alam yang lebih luas daripada dunia ini, dan ketika ia menghadapkan diri kepada Allah dan ridha-Nya mengenai apa saja yang ia lakukan dan ia
tinggalkan. Perasaan dan kesadaran bahwa Allah menghendaki apa yang lebih suci dan lebih bersih
dari pada keadaanya sekarang, akan mendorong
23
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Fiqh Dakwah, Solo: Era Inter Media, 2000, h. 393
24
Sayyid Quthub, penerjemah, As‟ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Tafsir Fi zhilalil Qur‟an, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, cet ke 2, jilid-7, h. 224
si mukmin itu untuk mematuhi Allah dan meraih kesucian dan kebersihan untuk dirinya dan masyarakat sekelilingnya. Karena merasakan sentuhan
hati bahwa yang memilihkan jalan untuknya adalah Allah yang mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia, maka ia akan segera
menyambut dan menerima semua aturan Allah dengan ridha dan pasrah.
25
Kata-kata ma‟ziratan ila rabbikum... dalam al-A‟raf: 164 itu
memberikan penjelasan akan dampak dari nasihat yang diberikan. Lanjut At-Qurthubi maksudnya adalah mereka ingin mengatakan bahwa nasihat
ini, agar kalian bertakwa kepada Allah dan tidak lagi melakukan perbuatan yang fasik. Pendapat ini dinisbatkkan oleh at-Thabari kepada ibnu Al-
Kalbi.
26
Keutamaan metode ini terletak pada pemakaian ungkapan yang lemah lembut yang dapat menggugah hati para pendengarnya. Metode ini juga
mempunyai bentuk yang bermacam-macam sehingga memungkinkan seorang da‟i untuk memilih suatu bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi
mad‟u. Metode ini juga mampu memberikan implikasi yang sangat dalam di dalam jiwa para
mad‟u, dengan menanamkan kecintaan dan kedekatan dengan para
mad‟u, di samping dapat memerangi kemungkaran dan mencegah penyebarannya, karena seseorang akan merasa malu jika
mereka tidak mendengar atau menerima apa yang dinasehatkan kepada mereka, paling tidak mereka malu untuk memperlihatkan perbuatan
mungkar mereka. Di samping itu juga metode ini sering dilakukan oleh
25
Sayyid Quthub, penerjemah, As‟ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Tafsir Fi zhilalil Qur‟an, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, cet ke 2, jilid-7,Jilid1, h. 301
26
Atabik Luthfi, Tafsir Da‟awi, tadabbur ayat-ayat dakwah untuk para da‟i, Jakarta: al-
I‟thisam, 2011, h. 96-97
Rasulullah Saw. Ketika berhadapan dengan orang Quraish.
27
seperti yang di riwayatkan oleh Anas ra. Ia berkata “ketika kami duduk bersama
Rasulullah di masjid tiba-tiba datanglah seorang badui berdiri lalu kencing di dalam masjid. Hal ini membuat para sahabat menjadi jengkel dan
marah. Namun Rasulullah saw. Berkata kepada para sahabatnya “janganlah engkau memarahinya, biarkanlah ia menyelesaikan hajatnya,
lalu para sahabat meninggalkan orang tersebut, kemudian Rasulullah saw. Memanggilnya dan berkata kepadanya: “sesungguhnya masjid ini
didirikan bukan untuk dikencingi atau dikotori, namun ia didirikan untuk mengingat Allah, shalat dan membaca al-
Qur‟an.
28
Jadi, dakwah al-Mauidzat al-Hasanat adalah metode yang dilakukan agar dakwah dapat masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan
kedalam perasaan dengan penuh kelembutan tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang, tidak menjelek-jelekkan atau
membongkar kesalahan. Sebab, kelemah-lembutan dalam menasihati al- Maui‟zhat sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan
kalbu yang liar. Bahkan, ia lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang larangan dan ancaman.
29
Menyampaikan dakwah dengan ruhani yang dalam, menjadikan “Perilaku dan tutur katanya akan dijadikan suri teladan yang baik bagi
orang lain dan sebagai tanda bahwa ruhaninya adalah sehat. Setiap kali ia
27
Muhammad Abu al-Futuh. Al-Madkhal ila Ilm ad- Da‟wat, Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1991, h. 14
28
Lihat, „Abd al-Hamid Muhammad Muhyiddin, sirat an-Nabawi, Kairo: Maktabat Muhammad „Ali Sabih, 1983, h. 43
29
Faizah, “konsep Dakwah Dalam Mencegah Konflik” Tesis Pasca Sarjana, Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2004, h.50-51, t.d
melihat mendengar, atau memegang sesuatu, maka ia selalu ingat kepada Allah, sehingga Allah menjadi sumber hidup baginya. Setiap kali ia
mengamalkan ilmunya, maka Allah akan menambah ilmu baginya dan ia akan selalu diberi petunjuk oleh-Nya, sehingga ia akan mendapatkan jalan
keluar bagi setiap kesulitannya dan ia akan menjadi tuntunan hidup bagi kaumnya, sehingga semua orang menjadikan pribadinya sebagai tuntunan
hidup bagi mereka. Jika seorang da‟i sangat dalam keruhaniannya, maka ia
akan sukses dalam dakwahnya kepada orang lain, seperti Rasulullah menyebutkan dalam sabda beliau berikut ini, keyakinan itu semuanya
termasuk keimanan.” Arti keyakinan adalah kesiapan seseorang untuk menerima bukti-bukti kebenaran, sehingga ia akan mengisi otaknya
dengan berpikir dan mencari Ilham. Ia akan mengisi perilakunya dengan berbagai macam amal saleh dan ibadah, sehingga hatinya menjadi
cemerlang yang terang setiap kali melihat kebenaran yang datangnya dari Allah.
30
Berikut ini contoh dakwah terbaik yang pernah dicontohkan Rasulullah Saw., seperti dilaporkan oleh Abu Umamah sebagai berikut, “Ada seorang
pemuda Quraisy datang kep ada Nabi Saw. Seraya berkata, “Ya Rasulullah,
berilah aku ijin untuk berzinah.‟ Maka para sahabat murka kepadanya sambil berkata, „Janganlah berkata seburuk itu kepada Rasulullah.‟ Tetapi
beliau Saw. Menyuruhnya mendekat kepada beliau. Kemudian beliau bertanya, apakah kamu rela jika ada seorang berzinah dengan ibumu?‟
jawab pemuda itu, „Tidak.‟tanya Beliau, „Apakah kamu rela jika ada
30
Ibnu Ibrahim, Dakwah; Jalan Terbaik dalam berfikir, dan Menyikapi Hidup, Jakarta: Republika, 2011, h. 337-338