Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

agama itu adalah nasihat. Allah swt. adalah al-haq karena itu sebagian para pakar tafsir, memahami kata al-haq dalam ayat ini dengan arti yakni bahwa manusia hendaknya saling ingat mengingatkan tentang keberadaan, kekuasaan Allah,keesaan Allah serta sifat-sifat lain-Nya. Hal-hal yang diwasiatkan dalam al- Qur‟an antara lain adalah: a. Pelaksanaan agama, bersatu padu, tidak bercerai berai. b. Bertakwa kepada-Nya. QS An-Nisa:13 c. Berbuat baik kepada orang tua khususnya kepada ibu. QS. Lukman:14 d. Beberapa perincian ajaran agama seperti: pembagian harta warisan QS An-Nisa:11, shalat dan zakat. e. Sepuluh hal yang disebutkan dalam surat al-An‟am ayat 151- 153 yaitu: 1. Jangan memepersekutukan-Nya, 2. Berbuat baik kepada ibu bapak, 3. Jangan membunuh anak, 4. Jangan mendekati zina, 5. Jangan membunuh kecuali dengan cara yang sah dan dibenarkan, 6. Jangan menyalahkan harta anak yatim, 7-8. Menyempurnakan timbangan dan takaran, 9. Percakapan atau sikap hendaklah secara benar dan adil, 10. Memenuhi perjanjian yang dikuatkan atas nama Allah. Dalam surah ini pada urutan yang terakhir terdapat kata-kata watawa shau bishabr dan saling menasihati dalam kesabaran. Menurut Imam Al-Ghazali lebih dari 70 kali Allah menguraikan masalah sabar dalam Al- Qur‟an. 6 6 M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, h. 247-248 Nasihat yang baik, lanjut Quthub, adalah nasihat yang diberikan dengan penuh kasih sayang, seperti nasihat luqman kepada anaknya Q.S. Luqman:13. Nasihat luqman adalah nasihat yang bebas dari celaan, karena pelakunya adalah orang yang mendapat hikmah. Nasihat luqman juga tulus dan terlepas dari unsur subjektivitas, karena ia merupakan nasihat orang tua kepada anaknya. Nasihat yang baik kelihatannya ada kaitannya dengan sifat hikmah. Bila nasihat luqman dijadikan sebagai contoh, maka nasihat yang baik itu kelihatannya hanya dapat dilakukan oleh orang yang arif dan bijaksana orang yang mendapat hikmah. 7 Prinsip- prinsip metode ini diarahkan terhadap mad‟u yang kapasitas intelektual dan pemikiran serta pengalaman spiritualnya tergolong kelompok awam. Dalam hal ini peranan juru dakwah, adalah sebagai pembimbing, teman dekat yang setia, menyayangi dan memberikan segala hal yang bermanfaat, serta membahagiakan mad‟u- nya. Cara berdakwah model ini memang lebih spesifik ditujukan kepada manusia jenis kedua, yaitu keumuman manusia. Mereka adalah orang- orang yang tidak mencapai taraf kemampuan manusia jenis pertama. Secara potensial, mereka memiliki fitrah terhadap kebenaran, tetapi mereka selalu ragu-ragu antara mengikuti kebatilan yang selama ini tumbuh di sekelilingnya atau mengikuti kebenaran yang disampaikan kepada mereka. 8 Menurut Muhammad Husain Yusuf 9 : 7 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, Jakarta: Penamadani, 2008.h. 250 8 Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al- Qur‟an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, h. 166 9 Husain Yusuf, op.cit, hlm. 49-50 “mereka membutuhkan pelajaran yang baik al-mau‟izhah al- hasanah, ucapan yang mengena qaul baligh, serta penjelasan yang berguna , berupa sugesti targhib untuk mengikuti kebenaran, penjelasan tentang kebaikan mengikuti kebenaran, serta ancaman tarhib mengikuti kebatilan, serta penjelasan atas dosa dan nista yang terdapat dalam kebatilan. Begitu pula seterusnya sampai benar-benar jelas kepada mereka jalan yang lurus dan cahaya yang terang , serta dapat menghilangkan keraguan mereka untuk masuk ke dalam barisan orang- orang mukmin di bawah panji Nabi dan rasul yang paling mulia.” Dengan demikian, dakwah dengan pendekatan mau‟izah hasanah ini, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut: 1. Tutur kata lembut sehingga akan terkesan di hati. 2. Menghindari sikap sinis dan kasar. 3. Tidak menyebut-nyebut kesalahan atau bersikap menghakimi orang yang diajak bicara mukhatab. 10 Komunikasi yang efektif dalam dakwah, menurut Ahmad Mubarok apabila dilihat dari sudut psikologi dakwah, maka dakwah yang efektif itu memiliki lima ciri yaitu: 1. jika dakwah memberikan pengertian kepada masyarakat mad‟u tentang apa yang didakwahkan. 2. Jika masyarakat mad‟u merasa terhibur oleh dakwah yang diterima. 3. Jika dakwah berhasil meningkatkan hubungan baik antara da‟i dan masyarakat mad‟u. 4. Jika dakwah dapat mengubah masyarakat mad‟u. 5. Jika dakwah berhasil memancing respons masyarakat berupa tindakan. 10 Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al- Qur‟an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, h.167 Komunikasi yang efektif hanya jika dan jika hanya only if ia menyerap sinar dan ke-Maha Muliaan dan ke-Mahatauan Allah Swt. Dalam dirinya. Dalam teori komunikasi modern sifat mulia itu disebut trusttworthiness dan sifat tahu itu disebut expertness. Terkait dengan hal tersebut, berbagai penelitian membuktikan bahwa orang cenderung mengikuti pendapat atau keyakinan orang yang dianggapnya jujur percaya dan meiliki keahlian. Orang yang berakhlak rendah, yang tidak memiliki integritas pribadi, sulit untuk menjadi komunikator yang berpengaruh. Begitu pula orang yang jahil yang tidak memiliki gairah terhadap ilmu, yang pengetahuannya lebih di bawah rata-rata orang yang banyak, sukar untuk mengubah atau mengarahkan perilaku orang lain. 11                  “mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” QS. An-Nisa:63 Bertolak dari pandangan bahwa khalayak itu aktif dan memiliki potensi mengingkari fitrah dan kehanifannya, maka khalayak itu harus diajak agar kembali kepada fitrahnya, yaitu al-khayr, ama r ma‟ruf, dan nahy munkar, dengan beriman, berilmu dan beramal saleh. Telah dijelaskan bahwa pesan dakwah harus menarik perhatian dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan khalayak sebagai manusia atau sebagai makhluk monodualis individu dan sosial, maka pesan harus direncanakan.- dalam perencanaan pesan dan metode dakwah, para pakar 11 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 173 selalu mengambil rujukan utama kepada firman Tuhan QS, An-Nahl:125 yang artinya: “serulahmanusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. Dalam ayat tersebut, dikandung makna perlunya memerhatikan kondisi dan situasi mad‟u atau khalayak, sehingga mereka merasa tidak dipaksa. Demikian juga pesan disampaikan dengan santun dan berdialog dengan cara yang baik. Suasana dialogis harus bersifat manusiawi. Pada prinsifnya dakwah itu harus memanusiakan manusia, sesuai dengan fitrahnya yang suci. Hal ini wajib menjadi pegangan dalam merumuskan pesan dan menetapkan metode dakwah. 12 Lebih daripada itu, sesungguhnya kelemah-lembutan, pelan-pelan, dan sikap penuh kasih dan sayang dalam hargai manusia konteks dakwah dapat membuat seorang merasa dihargai kemanusiaanya dan membangkitkan perasaan seperti itu pula dalam dirinya. Ia akan sangat tersentuh, karena rasa cinta dan sayang yang diperlihatkan juru dakwah dapat membangkitkan semangatnya untuk menjadi mukmin baik. 13 Seperti yang telah disinggung di depan dakwah dengan mau‟izah hasanah adalah dakwah dengan penuh kelambutan tutur kata yang sopan, tidak memaksa dan menyentuh hati mad‟u. Dengan itu fungsi dakwah akan cepat tersampaikan kepada mad‟u. 12 Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer sebuah studi Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu,2011, h. 246-247 13 Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah Dalam Al- Qur‟an, Jakarta: Lentera, 1997, h. 49 Efektifitas suatu kegiatan dakwah memang berhubungan dengan bagaimana mengkomunikasikan pesan dakwah itu kepada mad‟u, persuasif atau tidak. Dakwah persuasif adalah proses mempengaruhi mad‟u dengan pendekatan psikologis, sehingga mad‟u mengikuti ajakan da‟i tetapi merasa sedang melakukan sesuatu atas kehendak sendiri. Konsep itu telah ada dalam mau‟izhah hasanah dengan itu fungsinya akan cepat meyakinkan mad‟u. Keberhasilan suatu dakwah dimungkin oleh berbagai hal: 1. Kemungkinan pertama karena pesan dakwah yang disampaikan oleh da‟i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat, yang merupakan suatu keniscayaan yang tak mungkin ditolak, sehingga mereka menerima pesan dakwah itu dengan antusias. 2. Kemungkinan kedua karena faktor pesona da‟i, yakni da‟i tersebut memiliki daya tarik personal yang menyebabkan masyarakat mudah menerima pesan dakwahnya, meski kualitas dakwahnya boleh jadi sederhana saja. 3. Kemungkinan ketiga karena kondisi psikologis masyarakat yang sedang haus siraman rohani, dan mereka terlanjur memeliki persepsi positif kepada setiap da‟i, sehingga pesan dakwah yang sebenarnya kurang jelas ditafsirkan sendiri oleh masyarakat dengan penafsiran yang jelas. 4. Kemungkinan keempat, adalah karena kemasan yang menarik. Masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadap da‟i setelah melihat paket dakwah yang diberi kemasan lain misalnya kesenian, stimulasi, atau dalam program-progam pengembangan masyarakat maka paket dakwah itu berhasil menjadi stimulasi yang mengglitik persepsi masyarakat, dan akhirnya mereka merespon secara positif. 14 Mengingat pentingnya penelitian ini, maka penulis merasa perlu meneliti bagaimana konsep mau‟izhah hasanah dalam al-Qur‟an. Karena dakwah diera modern ini mutlak dibutuhkan, sebagaimana kata Quthub, yang dikutip oleh A.Ilyas Ismail dalam bukunya Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, mengatakan, Semua manusia tegas Quthub membutuhkan dakwah disadari maupun tidak. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia moderen tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang medasar baik sebagai individu, keluarga, maupun masyarakat. Peradaban modern menurut Quthub, terbukti tidak sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan fundamental di atas. Bahkan pohon peradaban moderen kini mulai gonjang-ganjing. Keberadaannya sama dengan keadaan menjelang diutusnya Nabi Muhammad saw yang kemudian berhasil membangun dan menyatukan peradaban umat manusia. Jika demikian, maka betapa besar kebutuhan manusia kepada risalah ini risalah islam untuk sekali lagi membebaskan dan menyelamatkan manusia dari kehancuran. Jika demikian, maka dakwah menurut sayyid Quthub bukan hanya menjadi kebutuhan umat islam, tetapi merupakan kebutuhan kemanusiaan. 15 14 Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1999, h. 161-162 15 Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, Jakarta: PENAMADANI, 2008, h. 134-135 Atas dasar itu dakwah yang menyentuh, mendidik tidak memaksa adalah merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dewasa ini dengan konsep metode mau‟izhah hasanah.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Masalah mau‟izhah hasanah atau nasihat yang baik merupakan masalah yang cukup luas dan penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk menunjang eksistensi dakwah islam, dan di dalam al- Qur‟an banyak sekali yang menjelaskan mengenai mau‟izhah hasanah dalam berbagai bentuk dan derivasi. Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dan tidak berujung, maka penulis perlu membatasi permasalahan skripsi ini, yakni dengan mengambil sebagian surat yang ada dalam al- Qur‟an. dari kata-kata mau‟izhah terdapat dalam: 1. Surat al-Baqarah: 66, 2. An-Nahl: 125, 3. An-Nur: 32 Sedangkan dari kata wa‟aza terdapat dalam: 1. Surat, al-Baqarah: 232, 2. An-Nisa: 63, 66, kemudian dari ya‟izhuhu terdapat dalam: 1. Surat luqman: 13, 2. An-Nur: 17 dan 3. Al-A‟raf: 164 Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah melalui surat dan ayat ini akan diproleh: 1. Siapakah da‟i mau‟izhah hasanah? 2. Siapakah mad‟unya? 3. Bagaimana konsep mau‟izhah hasanah dalam al-Qur‟an? 4. Bagaimanakah dampak keuntungan menggunakan mau‟izhah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Secara umum 1. Untuk mengetahui konsep dakwah yang baik dan benar serta menyentuh hati menurut al- Qur‟an. 2. Untuk mengetahui bagaimana menyesuaikan antara da‟i dan mad‟u menurut konsep dakwah mau‟izah hasanah.supaya pesan dakwah bisa menyentuh dan tersampaikan ke masyarakat. b. Secara khusus 1. Mengetahui korelasi antara konsep mau‟izah hasanah dalam al- Qur‟an dengan dakwah yang dibutuhkan. 2. Memberikan wawasan kepada publik tentang pentingnya konsep mau‟izah hasanah dalam berdakwah. 3. Untuk meyakinkan publik bahwa konsep dakwah yang menyentuh hati, tidak memaksa dan mengumbar aib-aib sangat menjadi prioritas utama dalam berdakwah. Manfaat Penelitian a. Segi teoritis 1. Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih keilmuan dan wawasan bagi dunia dakwah, khususnya pagi para aktivis dakwah, bagaimana konsep dakwah yang diterapkan dan bagaimana orientasi dakwah yang sebenarnya? berorientasi kepada sasaran khalayak dan ummah to client or market oriented dengan pendekatan “bil mauizah hasanah” 2. Dapat mengetahui Konsep dan metodologi dakwah mau‟izhah hasanah yaitu dakwah yang menyentuh hati, tidak memaksa, dan nasihat yang baik penuh kasih sayang, serta jauh dari caci maki menurut konsep al- Qur‟an b. Segi praktis 1. Penelitian ini berguna bagi penelitian selanjutnya, terutama menjadi rujukan dan pegangan bagi siapapun yang ingin mengkaji tentang dunia dakwah. 2. Para da‟i dapat menerapkan konsep dakwah yang sesungguhnya, yang menyentuh hati, tidak memaksa, dan menjadikan mad‟u sebagai teman yang harus dinasihati.

D. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan telaah dari penelitian ini, penulis merujuk pada beberapa buku dan tulisan, serta skripsi yang telah ditulis para ahli yang kompeten di bidang komunikasi dan masalah keagamaan, seperti berikut ini: 1. Wawasan al-Qur‟an: Tafsir maudu‟i atas pelbagai Persoalan umat. Yang membahas tentang segala permasalahan umat dengan menyajikannya dalam bentuk-bentuk topik, tema biar mudah di baca oleh masyarakat sesuai seleranya serta mengambil kadar yang dinginkan dari meja yang telah ditata dalam buku itu. Penulis Quraish Shihab. 2. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah yang membahas tentang Sayyid Quthub sebagai tokoh Dakwah harakah yang mampu merubah dunia dakwah islam di kancah dunia international. Penulis DR A.Ilyas Ismail,MA. 3. Dakwah Kolaboratif Tarmidzi Taher, yang membahas tentang dakwah-dakwah yang dikembang tarmidzi taher melalui metodenya yang multidimensi, sangat menghargai pluralism, dengan pendekatan dialog antar agama, toleran, bersahabat, harmonis dan berkepribadian. Sebagaimana yang ditulis oleh Nurul Badruttamam. Dengan begitu, penulis hendak merangkum gagasan-gagasan yang terserak tentang dakwah dalam sebuah skripsi secara utuh dan konfeherensif dengan judul konsep mau‟izhah hasanah dalam al-Qur‟an Analisa Tafsir dengan Metode Tematik, saya rasa skripsi yang membahas tentang dakwah sudah banyak dalam berbagai bentuk, baik metodologi, maupun macam-macam dakwah, namun sedikit sekali yang membahas tentang tafsir dakwah, konsep dakwah dalam metode tematik. Yakni dakwah dengan menghadirkan tema- tema yang aktual dalam al- Qur‟an seputar dakwah dan yang berkaitan dengannya, bagaimana da‟i, mad‟u dan konsep yang menyentuh hati mau‟izhah hasanah dalam al-Qur‟an.