Ayat Hukum Potong tangan

penggunaan hukum potong tangan dengan penjara, lebih mengandung sisi kemanusiaan. Seperti yang dikemukakan IHN. “Ya memang benar bahwa ini adalah salah satu karakteristik hukum yang ada dalam quran, tapi ini kan sifatnya masih belum jelas, menurut saya kita harus mencari penetapan lain tapi bukannya menyalahi quran loh ya ini hanya tentang bagaimana kita membuat semua orang yang ada dalam wilayah itu bahagia, yang esensinya tidak menyalahi jati diri kita sebagai seorang muslim, yang penting itu kan hukumannya entah bentuknya apa yang jelas kalau ada orang yang berbuat jahat ya harus dihukum, dan itu dengan landasan bahwa semua orang tidak merasa dirugikan dan diberatkan. Ya kalau hukum potong tangan jangan lah, bisa syich tapi kita belum siap untuk itu. Dan menurut saya juga hukum sekarang cukup lah untuk mewakili potong tangan tersebut ” 122 . SPO melihat bahwa hukum ini kurang mengandung rasa kemanusiaannya. “Kalau saya kurang setuju aja, kalau mencuri potong tangan gituh loh. Apa ya, rasa kemanusiaannya itu gak ada, lebih baik kalau misalkan yang pencuri itu kita komunikasi, lu benar-benar mencuri ya? Jadi kalau mencuri kemudian potong tangan no, itu rasa kemanusiaannya kurang” 123 . Hal yang sama dikemukakan oleh ISN. “Hukum potong tangan itu ya. Islam itu perlu tafsiran ulang itu. Al-Quran memang hukum potong tangan ya pake arab ya. Kalau di Arab hukumnya potong tangan tapi kalau di Indonesia itu kan hukum itu enggak bisa di gunain disini karena kalau hukum potong tangan digunain disini yang mayoritas masih gimana ya?, di pake di Indoenesia ya tahu sendiri kalau kita jalan-jalan keluar jalannya pada buntung-buntung, di ganti dengan kesepakatan ulama diganti dengan penjara. Kalau mau ditetapin potong tangan pada buntung” 124 . Senada dengan informan diatas, menurut ROS dalam berhadapan dengan ayat seperti ini hukum potong tangan, harus diartikan sebagai peringatan. 122 Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012 123 Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012 124 Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta, 12 September 2012 “Banyak dikalangan para ulama menafsirkan ayat tersebut sengat berbeda-beda ada yang tekstual personal. Saya pikir dalam konteks ketika kita dihadapkan pada ayat seperti ini harus diartikan sebagai peringatan atau ajaran yang harus kita aplikasikan dalam konteks keislaman. Islam itu bukan hanya nilai-nilai yang bersifat normatif” 125 . Sedikit berbeda dengan ROS, menurut IBL maksud dari ayat potong tangan ini, yang dipotong itu bukan tangannya tapi kesempatannya, jadi kesempatan untuk dia mencuri itu yang dipotong. “Waduh, ribet ini, Gua syih bukan ahli tafsir, filsafat gua, hahahaha. Tapi sepengetahuan gua dan keyakinan gua niyh ya, dari bacaan-bacaan yang gua pahami, hukum potong itu, hmmm kan disana tertulis tentang potonglah tangan keduanya, menurut gua syih yang di potong itu bukan tangannya tapi kesempatannya, kesempatannya untuk dia mencuri itu yang dipotong. Sepengetahuan gua niyh ya, tapi gua gak tau kalo ada tafsir yang lain ” 126 . 2. Perlu dilakukan Ijtihad kembali, Tapi Perlu Diterapkan Pada Koruptor. Sementara pendapat berbeda dalam objek penerapan hukum ini dikemukakan oleh SHI. Menurutnya, hukum ini memang tidak bisa diberlakukan dan harus di uji kembali apakah akan mendatangkan kebaikan bersama atau tidak. Akan tetapi menurutnya hukum ini perlu di terapkan tapi khusus pada koruptor yang mengambil uang negara. “Tidak bisa hukum potong tangan, ini masalah kebijakan bukan prinsip. Tapi lebih pada kebijakan atau peraturan, ya mungkin bisa bagi orang- orang tertentu tapi. Potong tangan itu harus dilihat pada konteksnya, asbabun nuzulnya. Karena setahu saya ayat ini sudah tidak berlaku saat Umar dengan beberapa alasan bahwa ayat ini tidak sesuai lagi dengan konteks ayat itu. Pada zaman rasul umar setuju. Di Indonesia harus diuji lagi apalah hukum potong tangan akan memberikan kebaikan yang lebih luas tidak, karena yang mencuri itu kebanyakan terpaksa tapi kalau koruptor saya setuju potong tangannya, mereka itu sudah kaya tapi masih 125 Wawancara Pribadi Dengan ROS. Jakarta 14 September 2012 126 Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012 nyomot-nyomot uang negara. Tapi kalau orang miskin mencuri karena terpakasa, bagaimana ia mencari nafkah? Malah membunuh dia d ong” 127 . 3. Tidak Perlu dilakukan Ijtihad kembali. Sementara itu, DNU memiliki pendapat berbeda dibandingkan dengan sebagian besar informan lain. Ia menyatakan bahwa kewajiban seorang muslim adalah mentaati apa yang sudah diperintahkan Tuhan dan rasul, bukan mentaati apa yang sudah manusia buat. “Nah ini dia salah satu yang membuat masyarakat kita itu ngeri, salah satunya hukum potong tangan ini, coba deh baca lagi mas artinya jelaskan dan surat itu juga dijelaskan lagi oleh Nabi bahwa apabila Aisyah eh maksudah saya Fatimah, Fatimah anakku mencuri maka aku sendiri yang akan memotongnya tangannya. Sebagai seorang muslim yang baik, sebenarnya kita kan harus mengikuti perintah Tuhan dan Rasul-nya kan, kalau ada yang mencuri yang potong tangannya, kalau sekarang kan gak dipenjara kan, karena ini bukan negara Islam ini negara pancasila. Tinggal milih mau ikut perintah Tuhan dan Rasul atau perintah buatan manusia, kalau saya ikut yang pertama, kalau saya loh mas kalo yang lain syich ya monggo” 128 . Dan hampir senada dengan DNU, menurut IHM bahwa memang menurutnya hukum potong tangan bagi yang mencuri itu merupakan klimaks dari perbuatan yang berulang-ulang yang dilakukan oleh individu, yang kemudian dilakukan potong tangan jadi memang tidak dilakukan serta merta yang mencuri potong tangan. Akan tetapi menurutnya, lagi-lagi bahwa hukum ini, belum bisa diterapkan di Indonesia karena sudah ada UU yang jelas tentang itu. “Yang saya yakini yang Allah turunkan dan yang diantarkan oleh jibril dan diterima oleh muhammad ketika ada potong tangan di awal saya sudah sampaikan kita lihat asbabunnujul-nya ayat itu turun, jangan 127 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012 128 Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta, 11 September 2012 sampai intrepretasi kita malah mengartikan saklek dengan potong tangan. Bisa kita lihat asbabunnujul-nya potong tangan itu. Beberapa pendapat ulama mengatakan hukum potong tangan itu sebenarnya bentuk ketika kita sudah benar-benar memuncak sudah berulang-ulang melakukan kesalahan tersebut sudah diingatkan dan itu pun barulah dilakukan hukum seperti itu dan itu bukan semerta-merta dilakukan hukum potong tangan enggak sama sekali seperti itu. Dan tentunya dengan pertimbangan- pertimbangan yang banyak. Kebijakan potong tangan itu ada pada kebijakan seorang pemimpin bagaimana ulama-ulama itu bisa menyingkapi pasti kan ketika jaman Rasulullah hukum potong tanga itu ada. Tapi inget di Indonesia kita sudah punya UU yang jelas untuk saat ini dan itu belum bisa, Yang bisa melakukan hukum potong tangan itu adalah negara yang mengaplikasikan syariat Islam. Kalau di Indonesia belum bisa ” 129 . Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, sebagian besar informan dalam penelitian ini melihat ayat hukum potong bagi pencuri dalam Al- Qur‟an surat al- Maidah ayat 38-39, harus diartikan sebagai peringatan dan perlunya pengijtihadan kembali kebijakan hukum tersebut. Selain itu, usaha penemuan hukum baru ijtihad selain potong tangan, yang digantikan dengan penjara dengan alasan kondisi sosial masyarakat, rasa kemanusiaan, kebaikan bersama dan sudah adanya UU, membuat kecenderungan ijtihad sebagian besar mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian ini cenderung bersifat elastic dan fleksibel. Hal ini, selaras dengan kecenderungan penafsiran modernisme Islam. Senada dengan sebagian besar informan diatas, sebagian kecil informan hanya berbeda dalam objek penerapannya, yang menurutnya perlu diterapkan terhadap para pelaku korupsi. Dalam hal ini, kecenderungan ijihad ini masih bersifat modernis. Karena dalam perspektif fundamentalis, penerapan hukum potong tangan bagi pencuri ini tidak memilih kasus, tapi harus menyeluruh. Sedangkan sebagian kecil informan 129 Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta, 15 September 2012 dalam penelitian ini mengatakan bahwa hukum potong tangan bagi pencuri dalam Al- Qur‟an surat al-Maidah ayat 38-39, maknanya sudah jelas dan memang tidak perlu diijtihadkan lagi. Kecenderungan penafsiran ini bersifat fundamentalis karena kecenderungan penafsirannya bersifat rigid dan literalis.

b. Ayat Tentang Hukum Waris

ف هـ ا ص ٓ أ ٰ كد ۖ ث أ ا ظح ث ركّ Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan An-nisa ayat 11. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap delapan mahasiswa UIN Syahid Jakarta, ada dua pendapat berlainan tentang kebijakan hukum waris dalam Al- Qur‟an surat an-Nisa ayat 11. Berikut adalah pengkategorisasian jawaban informan dalam penelitian ini. 1. Perlu dilakukan Ijtihad kembali. Menurut sebagian besar informan dalam penelitian ini, perlu dilakukannya pengkajian ulang atas kebijakan hukum ini. Kebijakan yang didasarkan pada keadilan, maslahat, musyawarah, dan kondisi keluarga yang ada dalam masyarakat. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh IBL. “Kalo hukum waris kayak di Islam emang gitu syich, tapi, sebenarnya gua lebih setuju lagi kalo dibagi secara adil antara laik-laki dan perempuan. tapi kalo yang lain gak tau. Jadi kalo warisannya serebu gituh, ya dibagi gope-gope. Nah itu baru adil ya gak” 130 . Hal ini senada juga dinyatakan oleh SHI. “Waris konteksnya juga harus di kaji lagi. Ya karena untuk kebaikan tidak ada yang pasti. Ga bisa dipukul rata, karena setiap orang punya kondisi 130 Wawancara Pribadi Dengan IBL. Jakarta, 13 September 2012 dan akan selalu beragam untuk solusinya. Rasul waktu itu masih dalam lingkungan terbatas untuk saat itu, tapi untuk kebijakan memang harus ditafsirkan ulang” 131 . Sedangkan SPO, menyatakan bahwa faktor kebutuhan dan peran yang berbeda dalam setiap masyarakat membuat hukum ini perlu pengkajian ulang. “Kalau pendapat aku sendiri syih harus di tafsir ulang, mungkin ini kan konteks Arab jadi mungkin di Arab itu benar-benar laki-laki jadi kepala keluarga, terus kemudian laki-laki dapat satu terus perempuan dapat setengah. Mungkin laki-laki itu kepala keluarga yang harus menghidupi istri dan juga anak-anaknya tapi kalau kemudian konteksnya sekarang laki-laki tidak selamanya jadi kepala keluarga, bahkan ada yang balance keduanya mencari nafkah, kemudian ada yang isterinya aja yang mencari nafkah nah itu harus di tafsir ulang. Menurut saya itu lebih kepada perannya kalau misalkan kebutuhan perempuan lebih besar dari laki-laki gimana, kalau kebutuhan dan perannya dalam keluarga itu penting gitu jadi di tafsir ulang aja gitu apa yang kita lihat kondisi aja jangan ayatnya seperti itu terus kita ikutin gituh gak apa ya saya rasa itu mengesampingkan akal kita” 132 . Hampir senada dengan SPO, IHN berpendapat bahwa hukum waris adalah hukum keluarga jadi sebaiknya diserahkan pada keluarga dengan pertimbangan musyawarah dan keadilan bagi semua anggota keluarga. “Ya itu tadi sama mas kalau inikan hukum keluarga. Jadi sebaiknya diserahkan ke keluarga tersebut. Asal itu tadi semua orang yang terlibat dalam masalah ini bahagia semua gak ada yang merasa dirugikan jadi di musyawarahkan aja. Tapi jangan sampai ada klaim gak islami atau gak sesuai islam gituh, gk boleh itu. Itu urusan yang diatas, wong pelacur aja ada koq yang masuk surga. Gitu loh mas” 133 . 131 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta, 10 September 2012 132 Wawancara Pribadi Dengan SPO. Jakarta, 15 September 2012 133 Wawancara Pribadi Dengan IHN. Jakarta 11 September 2012