Apakah boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama

penulis rangkum sebagai berikut tolong menolong 196 , baik 197 , fardu ain 198 . Menurut IHM hal tersebut boleh selama tidak keluar dari batas-batas yang ditetapan oleh Al- Qur‟an dan hadis. “Gak apa-apa ibrohnya soalnya banyak yang terkandung dalam gotong royong dan kerja bakti itu. dan rasulullah memang menyuruh kita untuk melakukan itu, asal itu tadi tidak keluar dari batas-batas yang ditetapkan oleh Quran dan hadis” 199 . Senada dengan IHM, DNU mengatakan bahwa hal itu memang dicontohkan oleh Rasulullah ketika di Madinah. “Kalau gotong royong ya boleh lah kita kan memang harus saling tolong menolong antar sesaman manusia kan. Nabi juga mencontohkan itu ketika di Madinah” 200 . Dari pemaparan pendapat informan mahasiswa UIN Syahid Jakarta dalam penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa, semua informan dalam penelitian ini, cenderung bersifat modernis karena memandang positif terhadap keanekaragaman pluralisme dengan menyatakan bahwa boleh seorang muslim dan non-muslim bersama-sama melakukan gotong royong atau baktu sosial.

5. Hikmah

Seperti telah disebutkan sebelumnya, menurut Yusril Ihza Mahendra ada dua pandangan modernis dan fundamentalis Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu dalam memaknai masalah pluralisme dan hikmah. Modernisme Islam cenderung melihat hikmah secar terbuka untuk 196 Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012 197 Wawancara Pribadi Dengan ISN. Jakarta 12 September 2012 198 Wawancara Pribadi Dengan SHI. Jakarta 10 September 2012 199 Wawancara Pribadi Dengan IHM. Jakarta 15 September 2012 200 Wawancara Pribadi Dengan DNU. Jakarta 11 September 2012 beradaptasi dan mengakulturasi hikmah yang telah disumbangkan oleh peradaban lain termasuk Barat. “Sikap yang positif dan optimis ini terhadap pluralisme ini selanjutnya mendorong modernis cenderung bersikap terbuka dan toleran. Bagi mereka hikmah kebijaksanaan akan ditemukan dimana saja termsuk pada kelompok-kelompok dari luar Islam. Dengan berpegang teguh kepada salah satu hadis mengenai “hikmah” kebijaksanaan, modernisme cenderung bersikap terbuka untuk beradaptasi dan mengakulturasi prnsip- prinsip doktrin dengan “hikmah” yang telah disumbangkan oleh masyarakat-masyarakat yang mendukung peradaban lain. Dorongan mencari hikmah itu adalah seiring dengan kecenderungan kaum modernis yang lebih berorientasi pada penyelesaian masalah yang dihadapi secara konkret, dengan pendekatan yang bercorak pragmatis dan kompromistis. Mereka bebas mencari hikmah, karena mereka percaya bahwa evolusi kebudayaan manusia sebenarnya bergerak menuju nilai-nilai yang ditunjukkan Islam. Sedangkan nilai-nilai Islam, menurut mereka, adalah nilai-nilai universal yang sesuai dengan the human nature watak manusia, sungguhpun secara formal tentulah tidak semua manusia memeluk agama Islam.” 201 Sedangakan menurut Yusril Ihza Mahendra fundamentalisme Islam yang saling berhubungan dengan pandangan-pandangan diatas yaitu, sikapnya yang cenderung memandang negatif dan pesimis kepada pluralisme, karena sikapnya yang memandang negatif terhadap pluralisme maka hikmah tidak perlu dicari di masyarakat yang bersifat jahiliyah seperti Barat. Berikut adalah pandangan fundamentalisme dalam memaknai masalah hikmah. “Maka hikmah kebijaksanaan tidak perlu dicari dalam masyarakat yang telah jelas-jelas bersifat Jahailiah itu. Karena itu, fundamentalisme cenderung bersifat tertutup dari kemungkinan beradaptasi dan berakulturasi dengan prestasi-prestasi peradaban yang telah dikembangkan oleh masyarakat lain. Memang, bagi fundamentalisme, manusia didunia 201 Ibid., hal. 31