Preseden Teladan Tradisi Zaman Awal Islam
prinsip-prinsipnya saja, tapi juga dalam hal-hal perinciannya. Mengenai hal ini, menurut Yusril Ihza Mahendra:
“Modernisme memandang tradisi awal Islam yang dicontohkan Nabi Muhamma dan para sahabat beliau-terutama zaman Kkhulafa Rasyidin
hanyalah mengikat dalam hal prinsip-prinsipnya saja, bukan menyangkut hal-hal yang terperinci. Kaum modernis pada umumnya berdalih bahwa
masyarakat manusia tidaklah statis, melainkan dinamis. Masyarakat terus berubah dan berkembang dari suatu zaman ke zaman lain tanpa
seorangpun mampu menahannya. Namun demikian, prinsip-prinsip yang berhubungan dengan watak manusia yang menjadi anggota masyarakat itu,
seperti norma-norma tentang kebaikan dan keburukan, pada hakekatnya tidak berubah. Tetapi perincian-perinciannyalah yang terus berkembang
dari masa ke masa. Karena itu, preseden awal Islam di zaman Nabi dan para sahabat, tidak harus diikuti sampai kepada perincian-perincian
berdasarkan kepada prinsip-
prinsip yang berlaku dalam masyarakat.”
51
“Sedangkan perubahan perubahan itu menurut kaum modernis, adalah “sunnah Allah” yang berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Kalau
demikian, apalagi dengan warisan sejarah dan tradisi Islam dari zaman sesudah itu
– yaitu generasi sesudah sahabat, tabiin dan tabi-i l-tabiin – yang menurut pandangan kaum modernis, lebih banyak mencemaskan
aspirasi-aspirasi yang hidup di zaman mereka. Warisan tradisi di zaman ini pun, dengan sendirinya tidaklah mengikat generasi-generasi kaum muslim
yang hidup di jaman kenudian. Kaum modernis juga kurang membrikan aspirasi yang tinggi terhadap warisan tradisi pemikiran Islam dari zaman
yang lampau.”
52
Sedangkan dalam memaknai preseden zaman awal, serta sejarah dan tradisi Islam kaum fundamentalis, menurut Yusril Ihza Mahendra:
“Fundamentalisme memandang, preseden zaman awal Islam adalah mengikat secara keseluruhan, ini berarti bahwa preseden itu bukan hanya
mengikat dalam prinsip, melainkan juga dalam perincian-perinciannya. Fundamentalisme memandang orang-orang yang hidup dizaman awal
lebih memahami maksud-maksud doktrin. Zaman Islam awal itu, yaitu
51
Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, hal. 30
52
Ibid., hal. 30
zaman nabi dan para sahabat, adalah zaman yang ideal yang wajib diwujudkan di segala zaman.”
53
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, tradisi adalah adat kebiasaan turun- temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan, dan atau penilaian atau
anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar
54
. Sedangkan tradisi secara umum di pahami sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, praktek dan lain-lain yang diwariskan turun-temurun termasuk cara
penyampaian pengetahuan, doktrin dan praktek tersebut
55
. Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa terjadi perdebatan antara modernisme dan fundamentalisme
Islam tentang tradisi-tradisi seperti apakah yang hendak di pelihara atau ditegakkan di dalam dunia dimana seseorang dihadapkan tidak hanya kepada satu
kelompok tradisi tetapi kepada begitu banyak tradisi pluralisme tradisi dan juga dihadapkan dengan dunia yang berubah dengan cepatnya. Menurut Waqar Ahmed
Husaini mengemukakan, Islam sangat memperhatikan tradisi dan konvensi masyarakat untuk dijadikan sumber bagi jurispedensi hukum Islam dengan
penyempurnaan dan batasan-batasan tertentu. Prinsip demikian terus dijalankan oleh nabi muhammad. Kebijakan-kebijakan beliau yang berkaitan dengan hukum
yang tertuang dalam sunnahnya banyak mencerminkan kearifan beliau terhadap tradisi-tradisi para sahabat atau masyarakat
56
. Dalam sejarahnya, Islam dan tradisi merupakan dua substansi yang
berlainan, tetapi dalam perwujudannya dapat saling bertaut, saling mempengaruhi,
53
Ibid., hal. 32
54
http:kamusbahasaindonesia.orgtradisi
55
Anisatun Mu;tiah dkk, Harmonisasi Agama dan Budaya Di Indonesia, Vol. 1 Jakarta, Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009, h. 15
56
Waqar Ahmad Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, Bandung, Pustaka, 1983, h. 74.
saling mengisi dan saling mewarnai perilaku seseorang. Islam merupakan suatu normatir yang ideal, sedangkan tradisi bisa bersumber dari ajaran nenek moyang,
adat istiadat setempat atau hasil pemikirannya sendiri. Islam berbicara mengenai ajaran yang ideal, sedangkan tradisi merupakan realitas dari kehidupan manusia
dan lingkungan
57
. Dalam literatur kajian Islam banyak sekali tradisi kebiasaan yang dicontohkan nabi Muhammad yang tertuang dalam hadis seperti yang
disebutkan Akaha dan Abduh Zulfidar dalam bukunya “160 Kebiasaan Nabi
saw ”
58
. Contoh dari preseden teladan zaman awal, serta sejarah dan tradisi Islam adalah apakah tradisi hukum potong tangan bagi yang mencuir yang pernah di
terapkan pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabat. Tradisi hukum ini, menurut kalangan modernis harus di laksanakan hanya prinsip-prinsipnya saja,
semangat ayat ini menurut mereka untuk menciptakan tatanan dan keamanan dalam masyarakat. Menurut kalangan modernis, hukum potong tangan boleh jadi
merupakan sebuah instrumen yang efektif dan dapat diterima untuk menciptakan tatanan sosial. Dalam masyarakat modern, instrumen lain seperti penjara diyakini
lebih manusiawi dan mendidik, dan karenanya bisa menjadi pengganti hukum Islam tersebut
59
. Akan tetapi menurut kalangan fundametalis Islam hukum potong tangan ini harus diterapkan sesuai apa yang dicontohkan nabi dan para
sahabat, jadi tidak termakan oleh kondisi jaman
60
.
57
Ahmad Taufik Weldan dan M. Dimyati Huda, Metodologi Studi Islam “Suatu Tinjauan
Perkembangan Islam Menuju Tradisi Islam Baru” Malang, Bayumedia Publishing,2004, h. 29.
58
Dalam buku ini Akaha dan Abduh Zulfidar, menulis 160 kebiasaan nabi dalam hal ibadah. Akaha dan Abduh Zulfidar, 160 Kebiasaan Nabi saw, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur,
cetakan I, 2002
59
Saeful Mujani, “Muslim Demokrat „Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik
di Indonesia Pasca ORDE BARU”, h. 104-106
60
Menurut Dwi Ratna Sari bahwa salah satu karakteeristik fundamentalisme Islam yaitu berpegang teguh pada kedaulatan syariat Islam. Tujuan utama umat Islam adalah menegakkan
kedaulatan Tuhan di muka bumi ini. Tujuan ini bisa dicapai dengan membangun tatanan Islam