4. Tempat Berkembang Biak
Breeding Place
Aedes aegypti hidup di daerah pemukiman dan berkembang biak pada genangan air bersih buatan manusia man made breeding place. Adapun tempat
perindukannya dibedakan menjadi tempat perindukan sementara, tempat perindukan permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara antara lain yaitu kaleng bekas,
ban bekas, talang air, vas bunga, dan barang-barang yang dapat menampung air bersih. Tempat perindukan permanen ialah tempat yang merupakan penampungan air
untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi, gentong air, bak penampung air hujan, dan reservoir air. Sedangkan tempat perindukan alamiah berupa genangan air
yang terdapat pada lubang-lubang pohon Chahaya 2003 dalam Ishartadiati 2012.
5. Perilaku Mencari Makan
Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu aktif pada pagi dan siang hari..Nyamuk yang menghisap darah hanyalah nyamuk betina. Hal tersebut dikarenakan nyamuk
betina membutuhkan protein untuk pembentukan telur setelah kawin. Nyamuk Aedes aegypti betina memiliki kebiasaan menghisap darah pada pagi dan sore hari yaitu
antara pukul 08.00 hingga 12.00 dan 15.00 hingga 17.00. Jenis darah yang disukai oleh nyamuk ini ialah darah manusia Soegijanto 2006 dalam Sekar Sari 2010.
Setelah menghisap darah, nyamuk betina akan mencari tempat beristirahat yang aman untuk mengubah darah menjadi telur. Nyamuk betina biasanya beristirahat
di tempat-tempat dengan vegetasi yang padat, lubang-lubang pohon, kandang hewan, atau bebatuan selama 2 hingga 4 hari hingga telur berkembang secara utuh. Setelah
itu nyamuk betina akan terbang dari tempat peristirahatannya pada sore atau malam hari untuk mencari tempat untuk meletakkan telur. Kemudian nyamuk betina akan
menghisap darah lagi untuk mengulang siklus Achmadi, 2011.
B. Bioinsektisida
Bioinsektisida merupakan jenis insektisida baru yang memanfaatkan organisme atau turunannya seperti tumbuhan transgenik, rekombinan Baculovirus,
gabungan racun dari protein dan lemak yang ramah lingkungan dan merupakan suatu alternatif baru untuk menggantikan bahan kimia konvensional Windley et.al, 2012.
Sedangkan menurut Georgis 1996, bioinsektisida adalah suatu produk yang dihasilkan secara alami oleh organisme seperti jamur dan baculovirus; produk yang
dihasilkan oleh serangga seperti feromon; dan produk yang dihasilkan oleh tumbuhan seperti azadirachtin atau neem.
Tujuan dari pengembangan bioinsektisida adalah untuk membantu menanggulangi permasalahan lingkungan terkait dengan persistensi, penggunaan
insektisida kimia yang semakin marak, dan menyediakan cara pengendalian baru terhadap serangga hama yang resisten terhadap insektisida. Selain itu, bioinsektisida
memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan program pengendalian hama saat ini, dengan menunjukkan hubungan yang sinergis dengan teknik pengendalian hama
terpadu yang sudah ada Nauen et.al 2002 dalam Windley et.al 2012.
1. Bioinsektisida Nabati
Bioinsektisida nabati merupakan bioinsektisida yang berasal dari tumbuh- tumbuhan yang memiliki sifat insektisida sehingga mampu membunuh atau menolak
serangga hama. Penggunaan bioinsektisida hayati tumbuhan merupakan salah satu alternatif pilihan. Secara alamiah nenek moyang telah mengembangkan bioinsektisida
nabati dengan menggunakan tumbuhan yang ada di lingkungan pemukiman. Nenek moyang memakai bioinsektisida nabati atas dasar kebutuhan praktis dan disiapkan
secara tradisional. Tradisi ini akhirnya hilang karena desakan teknologi yang tidak ramah lingkungan Asmaliyah, 2005.
Kearifan nenek moyang bermula dari kebiasaan menggunakan bahan jamu empon-empon, tumbuhan bahan racun gadung, ubi kayu hijau, tumbuhan
berkemampuan spesifik mengandung rasa gatal, pahit, bau spesifik, tidak disukai hewanserangga atau tumbuhan lain berkemampuan khusus terhadap hama biji
srikaya, biji sirsak, biji mindi, biji dan daun mimba, dan lain-lain. Bahan tumbuhan dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan
hewan, manusia dan serangga non-target Margino et.al, 2002; Asmaliyah 2005. Beberapa bioinsektisida nabati yang sudah diaplikasikan pada aras petani,
penelitian laboratorium, dan lapangan, diantaranya mimba Azadirachtaindica, mindi Melia azedarach, sirsak Annona muricata, tembakau Nicotianatabacum,
jarak Ricinus communis, bawang putih Alliun sativum, Lombok Capsicum fructescens, piretrum Chrysanthemum cinerariaefolium, dan melakuka Melaleuca
bracteata. Sebagian besar bioinsektisida ini dimanfaatkan terhadap hama pada
tanaman pertanian, sedangkan pada tanaman kehutanan masih terbatas Kardinan, 2001.
2. Cara Kerja Bioinsektisida
Menurut Kardinan 2001, senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan
dapat digunakan sebagai bioinsektisida. Adapun senyawa aktif dalam bioinsektisida nabati tersebut dapat bersifat sebagai racun kontak, penghambat makan anti feedant,
penolak repellent, penghambat pertumbuhan serangga insect growth inhibitor.
1. Penghambat Pertumbuhan Insect Growth Regulators
Efek dari senyawa penghambat pertumbuhan terjadi dalam beberapa tahap. Pertama, molekul-molekul penghambat pertumbuhan menghambat metamorfosis,
dengan kata lain, molekul tersebut mencegah metamorfosis pada saat yang tepat. Molekul lain memaksa serangga untuk bermetamorfosis lebih awal sehingga
pemilihan tempat untuk bermetamorfosis tidak sesuai untuk serangga tersebut. Selanjutnya, beberapa molekul lainnya mempengaruhi hormon yang digunakan
untuk bermetamorfosis sehingga serangga serangga akan mengalami malformasi yaitu steril, atau mati Kardinan, 2001.
2. Penghambat makan Feeding deterrents
Penghambat makan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan turunan dari tumbuhan yang digunakan untuk manajemen serangga hama. Penghambat makan
adalah senyawa yang menyebabkan serangga tidak mau makan hingga