Biji srikaya banyak mengandung senyawa asetogenin seperti annonin atau annonasin, bulatasin, bulatasinon, squamosin, asimisin, dan annonastatin. Dimana
zat-zat tersebut memiliki efek toksik ketika dimakan oleh serangga. Kandungan squamosin pada biji srikaya dapat mempengaruhi perilaku serangga dan dapat
menghambat aktivitas makan serangga pada konsentrasi yang tinggi Londershausen 1991, Manuwoto et.al 1994 dalam Wardhana et.al 2004.
Senyawa asetogenin memiliki cara kerja yang sama dengan cara kerja senyawa rotenon pyrethrins yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut yang bersifat
sitotoksik dan dengan menyerang respirasi sel serangga Nurlela 2010 dalam Paramita et.al 2010. Cara kerja insektisida dengan efek racun perut atau
penghambat makan yang dipaparkan pada serangga ialah melalui mesenteron salaruran cerna bagian tengah. Insektisida akan terserap dalam dinding mesenteron
yang tersusun atas sel-sel epitelium yang terdiri atas senyawa lipida dan protein dan bersifat lipofilik Prijono 1988 dalam Wardhana et. al 2004,
Biji srikaya memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 42-45. Senyawa aktif yang terkandung dalam daging biji srikaya yang larut dalam lemak
akan mudah terserap oleh sel-sel epitelium pada dinding mesenteron sehingga menyebabkan kematian sel epitelium pada mesenteron Kardinan 2000 dalam
Wardhana et.al 2004. Dalam penelitian ini ekstrak biji srikaya yang dihasilkan berupa larutan lemak
berwarna kuning yang kemudian dilarutkan dengan pelarut heksana. Pelarut heksana
merupakan senyawa non polar yang mampu melarutkan lemak dan senyawa-senyawa lipofilik lainnya dalam suatu bahan atau organisme Wardhana et.al, 2004.
Oleh karena itu, ekstrak biji srikaya yang dihasilkan pada penelitian ini diduga memiliki efek racun perut antifeedant terhadap Aedes aegypti. Paparan ekstrak biji
srikaya dengan pelarut heksana akan terserap ke dalam mesenteron dan merusak sel- sel epitelium yang bersifat lipofilik. Akibat adanya kematian sel pada pada
mesenteron menyebabkan terhambatnya aktivitas makan Aedes aegypti. Sehingga nyamuk menjadi malas makan hingga akhirnya mati karena kekurangan energi.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Herminanto et.al 2004 bahwa penggunaan ekstrak biji srikaya dapat mempengaruhi aktivitas makan
ulat krop kubis. Dimana terjadi penurunan aktivitas makan pada ulat krop sebesar 91,99- 97,87 saat peningkatan konsentrasi ekstrak dari 3-15ccl. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan kondisi kondisi tubuh ulat semakin lemah dan berakibat turunnya nafsu makan.
Kandungan annonain dan squamosin bersifat sitotoksik dan neurotoksik. Senyawa tersebut dapat menimbulkan kematian sel apabila masuk ke dalam tubuh.
Saat masuk ke dalam tubuh, senyawa tersebut akan menghalangi ikatan enzim NADH dengan sitokrom c-reduktase dan sitokrom komplek sub unit I yang berada dalam
mitokondria serangga. Akibatnya pernapasan sel terhenti dan mengakibatkan kematian pada serangga Londershausen et.al 1991 dalam Wardhana et.al 2004.
D. Potensi Ekstrak Biji Srikaya Annona squamosa L Sebagai Bioinsektisida
dalam upaya Integrated Vector Management
Integrated Vector Management IVM atau pengendalian vektor terpadu merupakan konsep pengendalian vektor dengan mengintegrasikan cara-cara yang
potensial secara efektif, ekonomis, dan ekologis untuk menekan populasi serangga vektor pada aras yang dapat ditoleransi. Salah satu prinsip dalam IVM ialah usaha
mencari dan menyusun cara-cara alternatif yang kompatibel dan efektif dalam mengendalikan vektor dan penyakit Oka 1995 dalam Supartha 2008.
Salah satu pendekatan IVM ialah penggunaan alternatif biologis yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan kimia. Dimana metode yang paling sering
digunakan ialah metode pengendalian biologis dan bioinsektisida atau botanikal SP- IPM, 2006.
Srikaya merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai insektisda nabati. Biji srikaya mengandung senyawa kimia
golongan asetogenin yang terdiri atas squamosin dan asimisin yang memiliki efek racun perut bagi serangga. Selain itu senyawa asetogenin yang terdapat dalam biji
srikaya juga memiliki sifat yang mirip dengan senyawa rotenon yaitu menghambat produksi energi dalam mitokondria baik pada serangga maupun mamalia
Herminanto et. al 2004; Isman 2006. Berdasarkan hasil penelitian ini, biji srikaya diketahui berpotensi sebagai
bioinsektisida dan memenuhi syarat sebagai insektisida yang baik. Hal tersebut
diketahui berdasarkan nilai lethal concentration 50 LC
50
dan knockdown time 90 KT
90
yang didapat dari penelitian ini. Adapun nilai LC
50
yang diperoleh dalam penelitian ini ialah sebesar 14,71
atau 14,71ml100ml dan nilai KT
90
sebesar 30 menit yang tercapai pada konsentrasi 25. Nilai LC
50
tersebut menunjukkan bahwa kandungan 14,71 ml ekstrak biji srikaya yang terkandung dalam 100 ml larutan ekstrak biji srikaya merupakan batas
konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk dapat membunuh hingga 50 Aedes aegypti. Sedangkan nilai KT
90
menunjukkan bahwa ekstrak biji srikaya dengan konsentrasi 25 merupakan konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk
menjatuhkan hingga 90 Aedes aegypti dalam waktu 30 menit. Meskipun konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan oleh ekstrak biji srikaya
untuk menjatuhkan dan membunuh Aedes aegypti lebih besar dan lebih lama dibandingkan dengan insektisida sintetis, namun penggunaan ekstrak biji srikaya
sebagai bioinsektisida lebih aman dan ekologis dibandingkan dengan insektisida sintetis. Hal tersebut dikarenakan sifat ekstrak biji srikaya yang spesifik, yaitu hanya
membunuh organisme sasaran. Terbukti pada saat penelitian tidak ditemukan serangga lain yang terdapat di sekitar area uji yaitu semut dan lalat yang mati akibat
terkena paparan dari ekstrak biji srikaya yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti pada kotak perlakuan.
Selain itu,. bahan aktif ekstrak biji srikaya yang berasal dari alam membuat penggunaan ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida lebih mudah terdegradasi oleh
alam dan tidak meninggalkan residu yang dapat terakumulasi pada air, tumbuhan, dan
hewan lain. Sehingga penggunaan ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida aman bagi manusia dan lingkungan.
Berbeda dengan penggunaan ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida, penggunaan insektisida sintetis dalam mengendalikan serangga vektor termasuk
Aedes aegypti dinilai lebih banyak merugikan. Meskipun insektisida sintetis memiliki daya bunuh yang cepat, namun insektisida sintetis berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Hal tersebut dikarenakan insektisida sintetis dapat meninggalkan residu yang akan terakumulasi dalam air, bahan makanan, susu, dan lain-lain yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, insektisida sintetis sukar terdegradasi oleh alam dan butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat terurai oleh alam serta dapat
menyebabkan terjadinya resistensi vektor Sharma et.al, 2011. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep IVM ialah dengan
mengintegrasikan cara-cara yang potensial secara efektif, ekonomis, dan ekologis untuk menekan serangga vektor. Oleh karena itu ekstrak biji srikaya dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif dalam pengendalian vektor terpadu IVM termasuk Aedes aegypti yang merupakan vektor DBD.
Hal tersebut dikarenakan biji srikaya cara penggunaan biji srikaya yang mudah serta mudah dilarutkan dengan pelarut, murah dan mudah didapat, tidak mempunyai
bau yang menyengat, tidak mudah terbakar, dan mempunyai daya bunuh yang besar, aman, selektif, tidak mencemari lingkungan, dan residunya relatif pendek Paramita
2010; Herminanto et.al 2004.
Selain itu, insektisida dari ekstrak biji srikaya juga memiliki nilai ekonomis dan dapat disimpan lama tanpa mengalami penurunan aktivitas insektisida. Hal tersebut
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh A.K. Satria dan Prasetyowati 2012 yang menyatakan bahwa ekstrak biji srikaya disimpan dengan rentang waktu yang berbeda
yaitu 0, 1, 2, dan 3 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap mortalitas larva Culex quinquefasciatus.