36 endoplasma, palmitat diaktivasi dengan ATP menjadi palmitoil-KoA yang
siap digunakan untuk sintesis asam lemak dengan rantai lebih panjang C18, C20, dst dan fosfolipid Gambar 9.
Gambar 9 Metabolisme lemak Bell dan Freeman 1971
2.3.5 Metabolisme Antioksidan
Oksidasi adalah transfer elektron dari satu atom ke atom lain dan menggambarkan bagian yang esensial dalam makhluk hidup yang
menggunakan oksigen dalam metabolisme, karena oksigen adalah akseptor elektron terakhir dalam sistem aliran elektron yang menghasilkan energi
dalam bentuk ATP. Akan tetapi, apabila dalam sistem aliran elektron ada yang tidak dilepaskan menstransfer satu elektron tidak berpasangan, maka
akan terbentuk senyawa-senyawa yang dikenal sebagai ROS Reactive Oxigen Species Pietta 2000 dan RNS Reactive Nitrogen Species Surai
2003.
Asal metabolik Diet
Diet Acetyl-KoA
C
9 ,
6 ,
3 3
: 18
Linolenat C
16:0
Palmitat C
18:0
Stearat C
20:0
Arakidat C
22:0
Behenat C
24:0
Lignoserat C
7 1
: 16
Palmitoleat C
7 1
: 18
Vassenat C
9 1
: 18
Oleat C
9 1
: 20
C
9 1
: 22
Erusat
C
9 1
: 24
Nervonat C
9 ,
6 2
: 18
Linoleat C
12 ,
9 2
: 18
C
12 ,
9 2
: 20
C
12 ,
9 ,
6 3
: 18
C
15 ,
12 ,
9 3
: 20
C
12 ,
9 ,
6 3
: 20
Homo- -linolenat Prosta-glandin
PGE1 Prosta-glandin
PGE2
C
15 ,
12 ,
9 ,
6 4
: 20
Arakidonat 2C
2C
2C
2C 2C
2C 2C
-2H
-2H
-2H
37 Reactive Oxygen Species dan RNS terbentuk secara reguler sebagai
hasil fungsi normal tubuh atau sebagai hasil kelebihan stres oksidatif Surai 2003. Menurut Halliwell dan Gatteridge 1999, diacu dalam Surai 2003
yang termasuk dalam ROS dan RNS ádalah senyawa radikal seperti alkoksil RO, hidroperoksil HOO, hidroksil OH, peroksil ROO,
superoksid O
2
, nitrik oksid NO dan nitrogen dioksid NO
2
, dan senyawa non-radikal yang reaktif seperti hidrogen peroksid H
2
O
2
, asam hipoklorus HOCl, ozon O
3
, singlet oksigen
1
O
2 ,
peroksinitrit ONOO
-
, nitroksil anion NO
-
dan asam nitrus HNO
2
. Spesies reaktif superoksid O
2 -
, hidrogen peroksid H
2
O
2
, hidroksil radikal HO, nitrogen oksid NO, peroksinitrit ONOO
-
, dan asam hipoklorus HOCl merupakan produk normal dalam jalur pathways metabolik organ manusia.
Superoksid, sumber paling penting dalam inisiasi radikal in vivo, yang diproduksi di mitokondria selama rantai transfer elektron dan secara reguler
bocor keluar dari mitokondria. In vivo, ROS memegang dua peran yang berbeda yaitu positif dan
negatif. Peran positifnya, berkaitan dengan produksi energi, phagocytosis, pengaturan pertumbuhan sel, pemberi isyarat di dalam sel, dan sintesis
senyawa yang secara biologis penting. Sebaliknya, jika ROS berlebih akan menjadi senyawa yang berbahaya, karena dapat menyerang lipid pada
membran sel, protein dalam jaringan atau enzim, karbohidrat dan DNA, yang menyebabkan kerusakan membran, modifikasi protein termasuk
enzim, dan DNA. Kerusakan oksidatif ini dianggap memegang peran dalam proses penuaan dan beberapa penyakit degeneratif yang berhubungan
dengan proses penuaan, seperti penyakit jantung, katarak, tidak berfungsinya kesadaranpengertian dan kanker Pietta 2000.
Untuk mempertahankan keseimbangan oksidasi reduksi, organ tubuh melindungi diri sendiri dari toksisitas kelebihan ROSRNS dengan berbagai
cara, termasuk menggunakan antioksidan endogen dan eksogen. Perlindungan oleh antioksidan berlokasi di organel, bagian subseluler atau
ruang ekstraseluler termasuk sel. Pertahanan pertama adalah mencegah terjadinya pembentukan radikal dengan cara memindahkan prekursor
38 radikal bebas atau menginaktifkan katalis oleh enzim superoksida dismutase
SOD, Se-glutation peroksidase GSH-Px, katalase, sistem glutation dan tioredoksin, dan logam pengikat protein. Pertahanan kedua adalah mencegah
dan membatasi pembentukan reaksi berantai atau propagasi oleh antioksidan, misalnya vitamin A, E, C, karotenoid, ubiquinols, glutation
dan asam urat. Pertahanan ketiga adalah penghilangan dan perbaikan bagian molekul yang rusak oleh enzim lipase, peptidase, protease, transferase,
enzim perbaikan DNA, dan lainnya Pietta 2000; Surai 2003. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari polifenol yang telah
diketahui sebagai antioksidan Burda dan Oleszek 2001 karena kemampuannya menurunkan pembentukan radikal bebas dan menangkap
radikal bebas. Kemampuan sebagai antioksidan memberi efek terapi terhadap penyakit jantung, radang usus, kanker patologi hati González-
Gallego et al. 2007. Juga berperan penting sebagai anti alergi, anti viral, antiinflamasi, kemampuan memperlebar pembuluh darah Pietta 2000;
González-Gallego et al. 2007 . Berdasarkan derajat oksidasi pada cincin-C, pola hidroksilasi dari struktur cincin dan substitusi pada posisi-3 cincin C
Gambar 3 polifenol yang banyak terdapat pada pangan dapat dibagi menjadi 6 kelas utama, yaitu flavanol contoh, epikatekhin, flavonol
contoh, kuersetin, flavone contoh, luteolin, flavanone contoh, naringenin, isoflavone contoh, genistein, dan antosianidin contoh,
sianidin. Sampai saat ini, kemampuan flavonoid sebagai antioksidan dilaporkan berpengaruh pada kesehatan. Akan tetapi, potensi sebagai
antioksidan, potensi bioaktivitasnya in vivo bergantung pada penyerapan, metabolisme, distribusi, dan ekskresi senyawa tersebut di dalam tubuh
setelah pencernaan dan daya guna dari metabolit yang dihasilkannya Gambar 10.
39
Gambar 10 Pembentukan metabolit dan konjugasi flavonoid pada manusia
Pemecahan prosianidin mungkin terjadi di lambung pada lingkungan pH rendah. Semua kelas flavonoid selanjutnya dimetabolis di jejunum dan ileum
usus kecil dan metabolit yang dihasilkannya akan masuk ke vena vortal dan selanjutnya dimetabolis di hati. Mikroflora kolon mendegradasi flavonoid
menjadi asam fenolik yang lebih kecil, yang mungkin diserap. Hampir semua metabolit diekskresikan di ginjal. Adanya senyawa ini masuk ke dalam sel dan
jaringan tidak diketahui Spencer 2003
Struktur kimia dan biokimia polifenol akan berpengaruh pada fungsi biologisnya, seperti ketersediannya bioavailabity, aktivitasnya sebagai
antioksidan, interaksi spesifik dengan sel reseptor dan enzim serta fungsi lainnya. Fungsí biologis polifenol bergantung pada bioavailability Manach
et al. 2004. Potensinya sebagai antioksidan in vivo bergantung pada metabolismenya, absorpsi dan ekskresi senyawa ini di dalam tubuh setelah
dicerna dan peran metabolitnya Spencer et al. 1999. Struktur kimia polifenol menentukan laju dan penyerapan di usus dan sirkulasi metabolit
alami yang ada dalam plasma. Struktur kimia polifenol juga mempengaruhi reaksi konjugasi dengan metil, sulfat atau kelompok glukoronik dan
sejumlah metabolit alam atau yang terbentuk oleh mikroflora saluran pencernaan yang diserap di kolon. Kelompok tertentu dari polifenol seperti
flavonols, isoflavones, flavones, dan antosianin biasanya terglikosilasi. Gula yang terikat umumnya glukosa atau rhamnosa, tetapi dapat juga galaktosa,
40 arabinosa, xilosa, asam glukoronik, atau gula-gula lain Scalbert dan
Williamson 2000. Banyaknya gula umumnya satu, tapi dapat dua atau tiga dan ada beberapa posisi yang memungkinkan untuk digantikan, misalnya
oleh gugus asam malonik. Glikosilasi mempengaruhi fungsí secara kimia, fisik dan biologis polifenol. Polifenol yang terglikosilasi, untuk dapat
berdifusi secara pasif melalui sisir dinding usus diduga harus menghilangkan gugus hidrofiliknya. Oleh karena itu, tahap pertama
metabolisme polifenol adalah glikosilasi, yaitu menghilangkan gula dengan enzim glikosidase. Aktivitas enzim glikosidase dapat terjadi di dalam
bahan makanan tersebut endogenus atau ditambahkan selama pemrosesan atau pada sel mukosa saluran pencernaan atau disekresikan oleh mikroflora
yang ada di kolon. Pada flavonoid seringkali diasilasi, khususnya dengan asam galik, tetapi pengaruhnya pada bioavailaility polifenol tidak
sedramatis glikosilasi. Flavanols tampak dapat melewati membran secara biologis dan diserap tanpa dikonjugasi atau hidrolisis Scalbert dan
Williamson 2000. Flavones dan flavonols glikosida dan aglikonnya diglukoronidasi peningkatan gugus OH pada posisi γ’ dan 4’ cincin B
selama transfer melintasi jejunum dan ileum tanpa memerlukan miroflora saluran pencernaan, karena adanya enzim glikosidase seperti halnya enzim
UDP-glukoronil transferase di jejunum. Sebaliknya, kuersetin-3-glukosida dan rutin umumnya diserap tanpa dimetabolis Spencer et al. 1999. Ester
asam fenolik dimetabolis oleh enzim yang dihasilkan mikroflora kolon. Penyerapan polifenol bergantung pada bobot molekul. Proantosianidin
merupakan biopolimer berbobot melekul besar, sehingga sulit diserap di usus halus. Setelah turunan polifenol dihidrolisis menjadi aglikon polifenol
bebastidak terikat dengan senyawa gula, polifenol bebas dikonjugasidiikat dengan cara metilasi, sulfasi, glukoronidasi, atau kombinasinya. Tahapan ini
dikontrol oleh enzim spesifik yang mengkatalis reaksi tersebut. Polifenol tidak diserap di lambung. Polifenol diserap, dimetabolis di hati dan
diekskresi di empedu atau secara langsung dari enterosit kembali ke usus halus juga akan mencapai kolon, tetapi dalam bentuk kimia yang berbeda,
seperti glukoronida. Mikroflora kolon mengkatalisis pemecahan polifenol
41 menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam fenolik. Diduga metabolit
yang terbentuk di dalam jaringan tubuh atau mikroflora kolon sangat
berkontribusi terhadap kapasitas antioksidan.
2.3.6 Antinutrisi Ozturk 2008 mengemukakan bahwa tanaman mengandung beberapa
zat kimia yang bersifat sebagai pelindung bagi tanaman tersebut terhadap predator, tetapi dapat membahayakan kesehatan atau merugikan bagi yang
mengkonsumsinya. Zat tersebut di antaranya alkaloid, asam amino, peptida dan protein, glikosida, mineral, asam, oksalat, terpen, fenolik dan tanin,
fitotoksin, senyawa fotosensitising, resin, dan minyak esensial. Namun, pengaruh toksisitas sangat bergantung pada spesies Kaiser Permanente-
Northwest 2003, diacu dalam Ozturk 2008. Selain berpengaruh positif seperti dikemukakan di atas, daun beluntas
juga mengandung beberapa zat antinutrien seperti tanin dan saponin. Pada unggas, tanin yang tinggi dapat menurunkan daya cerna dan penggunaan
protein, yang tercermin dengan meningkatnya ekskresi protein pada feses Cheeke 1998, diacu dalam Patterson 2002. Secara spesifik, tanin
terkondensasi yang terdapat pada sorghum bereaksi dengan protein dalam pakan membentuk kompleks yang tidak dapat dicerna, mengikat enzim
pencernaan sehingga menurunkan daya cerna semua nutrisi pakan. Tanin terkondensasi menyebabkan iritasi dan erosi mukosa usus, sebagai akibat
peningkatan sekresi mukus untuk melindungi kerusakan sel. Pemberian asam tanin pada ayam petelur umur 1-15 hari sebanyak 25 gkg pakan
menyebabkan pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan protein sangat nyata P0,01 lebih rendah dari kontrol tanpa penambahan asam
tanin Marzo et al. 2002. Tanin dengan level 0,5 atau lebih dalam pakan menyebabkan
penurunan pertumbuhan, ketersediaan energi pakan dan protein, kematian lebih tinggi dari 4, juga menghambat aktivitas enzim tripsin, amilase dan
lipase Johri 2005. Beberapa hasil penelitian yang dikutip Leeson dan Zubair 2006 menunjukkan bahwa tanin yang tinggi lebih dari 5 berasal
dari gandum menyebabkan pengikatan dan pengendapan protein pakan dan
42 enzim pencernaan, menurunkan bahan kering, daya cerna protein dan asam
amino pada anak ayam sehingga pertumbuhannya tertekan. Namun, pada kalkun umur lebih dari 8 minggu alat pencernaannya sudah lebih
berkembang, efek merugikan dari tanin dapat ditolerir. Selain itu, saponin dari alfalfa yang normal sebanyak 1 diperkirakan menghambat fungsi
enzim percernaan pada ayam sehingga daya cerna protein, penyerapan asam amino, gula dan nutrien lain rendah.
Hasil penelitian Cherian et al. 2002 memperlihatkan bahwa bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan ayam broiler yang diberi pakan
mengandung gandum ruby red dan valvo red 10; kinsman dan mason 5 menggantikan jagung sampai umur 42 hari tidak berbeda nyata dengan
kontrol.
43
3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan IPB, mulai bulan Mei 2004 sampai Oktober 2010.
3.1 Pengadaan Tepung Daun Beluntas, Analisis Gizi, dan Fitokimia 3.1.1 Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah beluntas yang berasal dari daerah Bogor, alat pengering oven, dan alat penggiling.
3.1.2 Metode Pembuatan Tepung Daun Beluntas
Penelitian pada tahap ini diawali dari pembuatan tepung daun beluntas. Pembuatan tepung daun beluntas dimulai dari pemanenan daun
beluntas, pengeringan sampai penggilingan daun beluntas yang sudah kering. Tepung daun beluntas tersebut dimanfaatkan untuk analisis
kandungan nutrisi, fitokimia dan campuran pakan perlakuan pada ternak itik yang diteliti. Beluntas yang digunakan berasal dari daerah Bogor. Beluntas
diambil sekitar 30-50 cm dari pucuk tanaman, daunnya dipetik, lalu diangin- anginkan pada suhu kamar selama satu-dua hari. Daun yang telah diangin-
anginkan kemudian dijemur sekitar 30 menit dan dioven dalam kantung semen pada suhu sekitar 65
o
C selama 2-3 jam. Setelah daun menjadi keringrenyah, daun digiling dengan alat penghalus menjadi tepung dan
melewati saringan yang berukuran mesh 100. Hasil penggilingan dimasukkan dalam kantung semen, kemudian dimasukkan dalam kantung
plastik dan disimpan pada suhu kamar sebelum digunakan. Sampel tepung daun beluntas untuk analisis komposisi gizi dan fitokimia diambil dari
setiap hasil penggilingan.
3.1.3 Pengumpulan Data
Rendemen tepung daun beluntas diambil dari 19 batch mengeringkan. Sampel untuk analisis kandungan gizi dan fitokimia tepung daun beluntas
diambil 300 gram secara acak dari setiap pengeringan. Kandungan gizi tepung daun beluntas dianalisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi