75 dengan kulit itik yang telah dipelihara secara intensif dan diberi pakan
komersial selama 3, 5, dan 7 minggu, tidak dipengaruhi oleh perubahan pakan asal peternak maupun komersial. Artinya bau itik
tidak dipengaruhi oleh perubahan pakan asal peternak maupun pakan komersial. Gambaran besarnya intensitas bau amis daging dengan
kulit itik dengan makin lamanya waktu pemberian pakan komersial disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Perubahan bau amis daging dengan kulit itik betina tua akibat perubahan pakan
Uji hedonik terhadap intensitas bau amis daging dengan kulit itik akibat perubahan pemberian pakan dari asal peternak ke pakan
yang digunakan selama penelitian oleh 111 orang panelis Tabel 18 menunjukkan hasil yang sama. Nilai tingkat kesukaan panelis
terhadap bau daging dengan kulit itik asal peternak dan pemberian pakan penelitian selama 3, 5, dan 7 minggu diilustrasikan pada
Gambar 16.
Gambar 16 Tingkat kesukaan konsumen terhadap intensitas bau amis daging dengan kulit itik betina tua akibat
perubahan pakan
Intensitas bau amis
9,58 8,67
8,63 8,26
2 4
6 8
10 12
Periode penelitian minggu
Asal peternak
3 5
7
Periode penelitian minggu
Asal peternak
3 5
7
3.34 3.64
3.65 3.38
1 2
3 4
ti n
g k
a t
k e
s u
k a
a n
76 Hasil penelitian perubahan komposisi asam lemak akibat
perubahan pakan, dari pakan asal peternak ke pakan yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Perubahan komposisi asam lemak akibat perubahan pakan
Pakan penelitian Komposisi asam lemak
ALJ ALTJ
Total ALTJALJ
................................... Asal peternak
2,95 6,77
9,72 2,29
Pakan penelitian 3 minggu
6,25 14,74
20,99 2,36
Pakan penelitian 5 minggu
6,55 17,50
24,05 2,67
Pakan penelitian 7 minggu
9,50 22,51
32,01 2,37
Keterangan: pakan penelitian= pakan komersial yang digunakan selama penelitian
Perubahan ALJ Asam Lemak Jenuh daging dengan kulit itik dari asal peternak ke pakan yang digunakan selama penelitian 3, 5,
dan 7 minggu berturut-turut sebesar 2,12; 2,22; dan 3,22, sedangkan perubahan ALTJ Asam Lemak Tidak Jenuh pada kurun waktu yang
sama berturut-turut sebesar 2,18; 2,58; dan 3,32. Dari angka-angka tersebut terlihat bahwa perubahan pada ALTJ lebih besar daripada
ALJ. Hal ini wajar karena pada unggas, deposit asam lemak pada umumnya adalah ALTJ lebih besar daripada ALJ. Demikian pula yang
diperoleh Hustiany 2001 pada itik betina lokal jawa afkir dan Witak 2007 pada itik pekin A44.
Dari Tabel 19 terlihat bahwa perbandingan ALTJALJ dari daging dengan kulit itik yang mendapat pakan perlakuan selama 3, 5,
dan 7 minggu lebih besar daripada yang asal peternak.
4.4.4.2 Kandungan Asam Lemak Akibat Perlakuan
Jenis asam lemak yang terdeteksi pada daging itik dengan kulit hasil penelitian ini terdiri atas 3 jenis asam lemak jenuh ALJ, 3 jenis
asam lemak tidak jenuh tunggal ALTJT dan 2 jenis asam lemak tidak jenuh ganda ALTJG. Asam lemak jenuh yang terdeteksi ialah
asam miristat C14:0, asam palmitat C16:0, dan asam stearat
77 C18:0. Asam lemak tidak jenuh tunggal yang terdeteksi terdiri atas
asam palmitoleat C16:1, asam oleat C18:1, dan asam arakhidat C20:1. Asam lemak tidak jenuh ganda yang terdeteksi adalah asam
lemak esensial asam linoleat C18:2 dan asam linolenat C18:3. Interaksi antara lama dan level pemberian tepung daun
beluntas terhadap semua jenis asam lemak yang terdeteksi tidak berbeda nyata. Untuk selanjutnya, data asam lemak disajikan dalam
bentuk pengaruh utama masing-masing perlakuan, yaitu kandungan setiap jenis asam lemak daging itik dengan kulit akibat pemberian
level tepung daun beluntas yang berbeda disajikan pada Tabel 20, sedangkan akibat lama pemberian tepung daun beluntas disajikan pada
Tabel 21. Tabel 20 Rataan kandungan asam lemak daging dengan kulit
itik betina tua pada level pemberian tepung daun beluntas yang berbeda
Jenis asam lemak Kandungan asam lemak daging itik dengan kulit
pada level beluntas 1
2 C14:0
asam miristat
0,17±0,03 0,19±0,06
0,19±0,05 C16:0
asam palmitat
5,97±1,45 6,57±2,41
6,48±1,53 C18:0
asam stearat
1,29±0,34 2,10±0,84
1,80±0,45 Total ALJ
7,43±1,80
a
8,86±2,22
b
8,47±1,54
b
C16:1
asam palmitoleat
0,61±0,16 0,69±0,18
0,62±0,19 C18:1
asam oleat
11,93±2,60 12,79±4,01
11,77±3,56 C20:1
asam arakhidat
0,17±0,00 0,19±0,01
0,19±0,05 Total ALTJT
12,71±2,75 13,62±4,13
12,55±3,75 C18:2asam linoleat
5,28±1,17
a
6,61±1,33
b
6,09±1,68
ab
C18:3asam linolenat 0,26±0,06
0,29±0,07 0,29±0,09
Total ALTJG
5,54±1,22
a
6,90±1,39
b
6,38±1,77
ab
Total ALTJ 18,25±3,94
20,51±5,52 18,93±5,42
ALTJALJ 2,46
2,31 2,23
Keterangan : superskrip berbeda nyata pada baris yang sama berbeda nyata P0,05
78 Data Tabel 20 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh ganda daging itik dengan kulit yang mendapat tepung daun beluntas lebih tinggi dari kontrol. Asam lemak tidak
jenuh ganda linoleat C18:2 dan total asam lemak tidak jenuh ganda C18:2+C18:3 yang merupakan asam lemak esensial daging itik
dengan kulit yang mendapat tepung daun beluntas 1 lebih tinggi P0,05 dari kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif yang
terdapat pada daun beluntas dapat melindungi asam lemak tidak jenuh dari oksidasi
Zieli ska et al. 2001. Mekanisme zat aktif dalam tepung daun beluntas melindungi asam lemak dari oksidasi diduga
dengan cara menangkap radikal bebas, menghelat ion logam transisi, atau dengan menghambat kerja enzim prooksidan sebagaimana
dikemukakan Schewe dan Sies 2003. Dengan demikian berarti bahwa asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada daging itik dengan
kulit yang mendapat pakan kontrol terdegradasi menjadi senyawa- senyawa yang menimbulkan bau khas yang kurang disukai konsumen.
Menurut Farmer 1999 asam linoleat C18:2 merupakan salah satu pembeda off-odor. Senyawa utama yang sering ditemukan pada profil
volatil produk daging yang kaya asam lemak linoleat C18:2 dan linolenat C18:3 berturut-turut heksanal dan nonanal Shahidi 1994.
Tabel 21 menunjukkan bahwa daging itik dengan kulit mengandung asam lemak jenuh C14:0 dan C16:0, asam lemak tidak
jenuh tunggal C16:1, C:18:1 dan asam lemak tidak jenuh ganda C18:2 dan C18:3 makin tinggi dengan makin lamanya pemberian
pakan perlakuan. Hal ini mencerminkan bahwa makin lama pemberian pakan perlakuan, makin tua umur itik, penimbunan lemak dan asam
lemak makin tinggi. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Witak 2007, Erisir et al. 2009 dan Guo-Bin et al. 2010.
79 Tabel 21 Rataan kandungan asam lemak daging dengan kulit
itik betina tua pada lama pemberian pakan perlakuan yang berbeda
Jenis asam lemak Kandungan asam lemak daging itik dengan
kulit pada lama pemberian pakan minggu 3
5 7
C14:0
asam miristat
0,16±0,01
a
0,16±0,01
a
0,24±0,03
b
C16:0
asam palmitat
5,05±0,41
A
5,59±0,20
A
8,38±0,84
B
C18:0
asam stearat
2,16±0,94
a
1,28±0,22
b
1,75±0,09
a
Total ALJ 7,37±0,97
A
7,03±0,42
A
10,37±0,96
B
0,51±0,07
a
0,58±0,06
a
0,83±0,08
b
C16:1
asam palmitoleat
9,65±0,32
A
10,87±0,83
A
15,97±1,37
B
C18:1
asam oleat
0,18±0,01 0,16±0,02
0,20±0,04 C20:1
asam arakhidat
10,33±0,39
A
11,61±0,90
A
16,94±1,39
B
Total ALTJT 5,29±0,74
A
5,15±0,79
A
7,55±0,81
B
0,23±0,03
a
0,25±0,03
a
0,35±0,04
b
Total ALTJG 5,52±0,76
A
5,40±0,81
A
7,90±0,85
B
Total ALTJ 15,84±0,99
A
17,01±1,35
A
24,84±2,18
B
ALTJALJ 2,15
2,42 2,40
Superskrip yang berbeda a, b dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata P0,05; A,B dalam baris yang sama berbeda sangat nyata P0,01
4.4.5 TBARS
Pengaruh perlakuan terhadap produk oksidasi lipid yang dinyatakan melalui nilai thiobarbituric acid reactive substances TBARS dalam satuan
miligram malondialdehid per kg daging, disajikan pada Tabel 22. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara lama dengan level pemberian
tepung daun beluntas dalam pakan pada nilai TBARS tidak terdapat interaksi.
Tabel 22 Nilai TBARS daging itik betina tua dengan kulit akibat
perlakuan
Lama pemberian pakan minggu
Nilai TBARS pada level tepung daun beluntas 1
2 Rataan
mg malondialdehidkg daging dengan kulit 3
1,30±0,27 1,00±0,18
0,66±0,36 0,99±0,32
a
5 1,63±0,09
1,44±0,23 1,24±0,24
1,44±0,20
b
7 1,82±0,03
1,67±0,19 1,54±0,17
1,68±0,14
c
Rataan 1,58±0,26
a
1,37±0,34
b
1,15±0,45
c
Superskrip yang berbeda a, b dalam bariskolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
80 Dari Tabel 22 terlihat bahwa level pemberian tepung daun beluntas
berpengaruh pada nilai TBARS. Makin tinggi tepung daun beluntas yang diberikan, nilai TBARS nyata P0,05 makin rendah. Hal ini berarti dengan
pemberian tepung daun beluntas, produk oksidasi lemak makin rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rababah et al. 2006
yang menyatakan bahwa antioksidan pada ekstrak teh hijau mengandung flavonoid: kuersetin dan rutin nyata P0,05 menurunkan nilai TBARS
dan senyawa volatil, baik pada daging mentah maupun yang dimasak setelah melalui penyimpanan. Nilai heksanal daging dada ayam mentah
yang ditambah ekstrak teh hijau dibandingkan kontrol sebesar 1.816,3 vs 2.879,7 ppb, sedangkan pada daging dada ayam yang dimasak 5.097,5 vs
5.782,7 ppb. Nilai heptanal daging ayam mentah yang ditambah ektrak teh hijau dibanding kontrol sebesar 496,9 vs 605,1 ppb, sedangkan pada daging
dada ayam yang dimasak 1.790,0 vs 1.965,0 ppb. Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai TBARS daging dengan kulit itik
pada lama pemberian pakan 5 dan 7 minggu nyata lebih tinggi P0,05 daripada lama pemberian pakan 3 minggu. Nilai TBARS daging dengan
kulit itik pada lama pemberian pakan 7 minggu nyata P0,05 lebih tinggi dari nilai TBARS 5 minggu. Hal ini terlihat bahwa makin tingginya nilai
TBARS daging dengan kulit itik sejalan dengan makin tingginya kadar lemak dan asam lemaknya Tabel 17 dan 21. Kondisi ini menunjukkan
bahwa laju oksidasi dipengaruhi oleh kandungan lemak dan asam lemaknya, sejalan dengan hasil penelitian Young et al. 2003 dan Juntachote et al.
2007.
4.4.6 Bau
Hasil pengujian panelis terhadap intensitas bau daging itik dengan kulit, dicantumkan pada Tabel 23, sedangkan tingkat kesukaan panelis
disajikan pada Tabel 24.
81 Tabel 23 Hasil uji skalar tingkat bau amis off-odor daging dengan
kulit itik betina tua
Lama pemberian pakan minggu
Nilai uji skalar bau amis daging itik dengan kulit, pada level tepung daun beluntas
Rataan 1
2 3
8,67± 1,73 7,14±1,79
6,22±1,96 7,35±1,24
5 8,63±1,83
6,62±2,30 5,98±2,04
7,07±1,38 7
8,26±2,19 6,95±1,98
5,51±2,28 6,91±1,38
Rataan ± sd 8,52±0.23
A
6,90±0,27
B
5,90±0,36
C
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata P0.01. Nilai skalar 0-15 cm 0: bau amis terendah-15:
bau paling tajam
Pada penelitian tidak terdapat interaksi antara lama dengan level tepung daun beluntas yang diberikan terhadap tingkat bau amis off-odor
daging itik dengan kulit. Level pemberian tepung daun beluntas sangat berpengaruh terhadap bau daging itik. Daging itik yang diberi tepung daun
beluntas 1 dan 2 sangat nyata P0,01 kurang amis daripada kontrol, dan daging itik yang diberi tepung daun beluntas 2 sangat nyata P0,01
kurang amis daripada yang diberi tepung daun beluntas 1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun beluntas dalam pakan dengan
level 1 dan 2 mampu mengurangi bau amis daging itik. Bau amis off- odor merupakan komponen volatil yang dapat terbentuk karena perubahan
komponen lemak melalui oksidasi lemak Farmer 1999; Hoac et al. 2006 atau melalui penyerapan dengan bahan lain Shahidi 1998; Pegg dan
Shahidi 2007. Hustiany et al. 2001 menyatakan bahwa bau amis daging itik betina afkir, sebagian besar adalah hasil proses oksidasi lipid yang
termasuk golongan aldehid, alkohol, keton, asam karboksilat dan hidrokarbon. Hasil analisis menggunakan GC-MS, senyawa volatil yang
terdeteksi dari daging itik betina afkir adalah pentanol, hexanol, 1-hexanol, E-Okten-3-ol, nonanal dan 1-hexadecanol dan 2 komponen off-odor yang
paling mendekati off-odor daging itik tetapi yang tidak terdeteksi pada GC- MS yaitu yang memiliki LRI Linear Retension Index 1104 dan 1123
Hustiany 2001. Penelitian ini mengindikasikan bahwa zat aktif yang terdapat dalam tepung daun beluntas mempunyai efektivitas sebagai
antioksidan sebagaimana dikemukakan Pietta 2000, Burda dan Oleszek 2001, Zieliñska et al. 2001, Beecher 2003, Zhang dan Hamauzu
82 2003, Widyawati 2004, Moskaug et al. 2005 dan Ahmed dan Beigh
2009. Senyawa fenol, flavonoid, kuersetin dan mirisetin yang terdapat dalam tepung daun beluntas mempunyai kemampuan menurunkan
pembentukan radikal bebas dan menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan terdegradasinya asam lemak. Dengan terlindunginya asam
lemak dari oksidasi maka senyawa volatil penyebab bau off-odor Pazos et al. 2005; Juntachote et al. 2007 yang tidak disukai dari daging itik dengan
kulit seperti pentanol, heksanol, 1-heksanol, E-Okten-3-ol, nonanal dan 1- heksadekanol dan 2 komponen off-odor yang paling mendekati off-odor
daging itik Hustiany 2001 menjadi tidak terbentuk. Hal ini diduga yang menyebabkan daging itik dengan kulit yang mendapat tepung daun beluntas,
bau amisnya lebih rendah daripada kontrol yang tidak mendapat tepung daun beluntas dalam pakannya. Kondisi ini sejalan dengan hasil analisis
asam lemak yang lebih tinggi dengan adanya pemberian tepung daun beluntas, seperti tercantum pada Tabel 20. Dengan terlindunginya asam
lemak dari oksidasi maka nilai TBARS daging itik dengan kulit pada perlakuan pemberian tepung daun beluntas lebih rendah dari perlakuan
tanpa tepung daun beluntas kontrol sebagaimana disajikan pada Tabel 22. Tabel 23 menunjukkan bahwa lama pemberian pakan perlakuan
tidak berpengaruh terhadap bau amis daging itik dengan kulit, artinya tingkat bau amis daging itik dengan kulit dari perlakuan lama pemberian
pakan 3 minggu, 5 minggu dan 7 minggu sama. Ini berarti antara kadar lemak, asam lemak dan nilai TBARS tidak sesuai dengan hasil uji sensori.
Kadar lemak, asam lemak dan nilai TBARS daging dengan kulit itik yang rendah pada lama pemberian pakan 3 minggu, tingkat bau amisnya sama
dengan daging itik dengan kulit yang mempunyai kadar lemak, asam lemak dan nilai TBARS yang tinggi pada lama pemberian pakan 7
minggu. Menurut Enser 2003 sangat sulit untuk mengkaitkan antara pengukuran sensori, nilai TBARS dan hasil pengukuran ketengikan secara
kimia pada daging masak meskipun keduanya menggunakan metode yang sama. Enser 2003 memberi contoh sebagai berikut: panelis memberikan
skor off-odor yang berbeda pada daging babi yang mempunyai nilai
83 TBARS antara 0,5-1,0 mgkg sampel, namun disisi lain, panelis memberi
skor off-odor yang sama pada daging yang mempunyai nilai TBARS antara 5,9-11,3.
Tabel 24 Hasil uji hedonik daging dengan kulit itik betina tua
Lama pemberian pakan minggu
Nilai uji hedonik daging itik dengan kulit, pada level tepung daun beluntas
Rataan ±sd 1
2 3
3,64±1,37 3,75±1,36
3,86±1,29 3,75±0,11
5 3,65±1,51
3,92±1,25 3,87±1,35
3,81±0,40 7
3,38±1,52 3,65±1,48
3,87±1,29 3,63±0,25
Rataan ± sd 3,56±0,15
a
3,77±0,14
b
3,87±0,01
b
Keterangan : Skala hedonik 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka
Superskrips yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata P0,05
Antara lama dengan level pemberian tepung daun beluntas yang diberikan terhadap tingkat kesukaan konsumen tidak terdapat interaksi.
Tingkat kesukaan konsumen terhadap bau amis daging itik dengan kulit yang diberi pakan tanpa tepung daun beluntas nyata P0,05 lebih rendah
daripada bau amis daging itik dengan kulit yang diberi pakan mengadung tepung daun beluntas 1 dan 2. Tingkat kesukaan konsumen terhadap
bau daging itik dengan kulit yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas 1 dan 2 tidak berbeda Tabel 24. Hal ini berarti tepung daun
beluntas dapat meningkatkan penerimaan konsumen. Daging itik dengan kulit yang mendapat pakan mengandung
tepung daun beluntas 1 dan 2 lebih disukai daripada yang diberi pakan tanpa tepung daun beluntas. Hal ini dapat disebabkan karena bau amis
daging itik yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas sudah berkurang Tabel 23.
Lama pemberian pakan perlakuan 3, 5, dan 7 minggu terhadap tingkat kesukaan konsumen akan daging itik dengan kulit tidak berbeda.
Pada penelitian ini tingkat kesukaan konsumen berkisar antara 3,63 –3,81
netral. Hal ini berarti perbedaan lama pemberian pakan antara 2-4 minggu tidak mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen.
84
4.4.7 Histopatologi Organ Dalam Itik
Oleh karena daun beluntas mengandung zat-zat yang bersifat antinutrien seperti tanin, maka perlu dilakukan uji pengaruhnya pada organ-
organ dalam yaitu hati, ginjal, pankreas, dan usus halus.
4.4.7.1 Hati
Hasil pemeriksaan histopatologi itik percobaan ditemukan adanya kerusakan jaringan pada hati yang meliputi degenerasi lemak
dan sirosis hati dengan tingkat kerusakan dari ringan sampai parah tercantum pada Tabel 25 dan Tabel 26.
Tabel 25 Persentase itik yang mengalami degenerasi lemak pada jaringan hati itik penelitian
Level pemberian
beluntas Persentase itik yang mengalami degenerasi lemak
pada lama pemberian pakan 3 minggu
7 minggu - sd +
++ sd +++ - sd +
++ sd +++ 83,33
16,67 83,33
16,67 1
100 83,33
16,67 2
100 83,33
16,67
Keterangan: - : normal; + : tingkat kerusakan ringan; ++ : tingkat kerusakan sedang; +++ : tingkat kerusakan parah
Tingkat degenerasi lemak hati sel hati dalam sitoplasma berisi vakuola lemak pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu
1 normal sampai kerusakan ringan Gambar 17; dan 2 kerusakan sedang sampai berat Gambar 18. Kerusakan ringan dimasukkan ke
dalam kelompok normal karena hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi
pada ternak
itik, terlebih
dengan pemeliharaan
digembaladiangon. Dari Tabel 25 terlihat bahwa itik yang mengalami degenerasi
lemak, pada perlakuan 3 dan 7 minggu, tidak hanya terjadi pada yang mendapat perlakuan pemberian tepung daun beluntas dalam pakan
sebanyak 1 dan 2, tetapi juga terjadi pada itik kontrol yang tidak mendapat tepung daun beluntas.
85
Gambar 17 Degenerasi lemak ringan hepatosit organ hati. Perbesaran objektif 40x HE
Gambar 18 Degenerasi lemak hati parah dengan vakuola
lemak yang besar-besar di dalam hepatosit panah.
Itik sampel yang mendapat perlakuan level pemberian tepung daun beluntas 1 dan 2 dalam pakan selama 3 minggu tidak
mengalami degenerasi lemak di hati tingkat sedang sampai parah, sedangkan perlakuan dengan level yang sama selama 7 minggu
tingkat degenerasi lemak di hati tidak berbeda dengan kontrol yaitu yang tidak mendapat tepung daun beluntas. Hasil pengamatan ini
dapat disimpulkan bahwa tepung daun beluntas tidak menyebabkan terjadinya degenerasi lemak di hati. Tidak adanya itik yang
mengalami degenerasi lemak pada pemberian tepung daun beluntas selama 3 minggu dapat dijadikan indikasi bahwa tepung daun beluntas
dapat memperbaiki degenerasi hati. Hal ini perlu pembuktian lebih
86 lanjut melalui penelitian karena pada perlakuan pemberian tepung
daun beluntas selama 7 minggu, persentase itik yang mengalami degenerasi hati tidak berbeda dengan yang tidak mendapat tepung
daun beluntas. Degenerasi lemak merupakan kerusakan sementara yang dapat
diperbaiki dengan pemberian pakan berkualitas baik. Dengan demikian sangat memungkinkan antioksidan dalam beluntas berikatan
dengan lemak, sehingga jumlah vakuola lemak dalam hati menurun dan jaringan hati normal kembali. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sinaga 2006 yang menggunakan sumber antioksidan dalam daun kaliandra. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan
bahwa jumlah vakuola lemak hati itik yang mendapat kaliandra lebih rendah daripada perlakuan yang tanpa mendapat kaliandra. Sel hati
dalam sitoplasma berisi vakuola lemak pada penelitian ini kemungkinan akibat aflatoxin. Aflatoksin adalah jenis racun yang
dapat memicu sel-sel epitel buluh empedu di hati untuk proliferatif sehingga daerah porta dari lobulus hati akan membengkak dan
menggertak peradangan. Kontaminasi aflatoksin pada pakan yang didapat berulang-ulang, menyebabkan peradangan menjadi kronis.
Keracunan aflatoksin berlangsung kronis, umumnya berlanjut dengan aktivasi sel jaringan ikat dengan mitosis dan membentuk akumulasi
kolagen dan dapat menimbulkan sirosis hati pengerasan hati oleh meningkatnya jaringan ikat. Saat menderita sirosis Gambar 19,
jumlah hepatosit aktif amat berkurang dari normal, sehingga fungsi hati menjadi berkurang.
Dari Tabel 26 terlihat bahwa itik yang mengalami sirosis hati perlakuan 3 dan 7 minggu, tidak hanya terjadi pada yang mendapat
tepung daun beluntas 1 dan 2, tetapi juga terjadi pada itik kontrol tanpa mendapat tepung daun beluntas.
87
Gambar 19 Sirosis hati dengan pembentukan jaringan ikat diantara hepatosit. Perbesaran objective 40x HE.
Tabel 26 Persentase itik yang mengalami sirosis pada jaringan hati itik penelitian
Level pemberian tepung daun
beluntas Persentase itik yang mengalami sirosis jaringan hati
pada lama pemberian pakan 3 minggu
7 minggu
- sd + ++ sd +++
- sd + ++ sd +++
50 50
66,66 33,34
1
66,66 33,33
100
2
33,34 66,66
83,33 16,67
Keterangan: - : normal; + : tingkat kerusakan ringan; ++ : tingkat kerusakan sedang; +++ : tingkat kerusakan parah.
Pada perlakuan pemberian tepung daun beluntas selama 3 minggu, sirosis hati itik yang mengalami tingkat kerusakan sedang
sampai parah pada itik yang mendapat tepung daun beluntas 2 lebih banyak dari kontrol, tetapi pada itik yang mendapat tepung daun
beluntas selama 7 minggu terlihat ada perbaikan. Pada kontrol jumlah hati itik yang mengalami kerusakan hati sedang-parah menurun
sebesar 33,32 dari 50 menjadi 33,34, sedangkan yang mendapat tepung daun beluntas 1 menurun sebesar 100 dari
33,33 menjadi 0 dan yang mendapat tepung daun beluntas 2 menurun sebesar 75 dari 66,66 menjadi 16,66. Hal ini
menunjukkan bahwa tepung daun beluntas dalam pakan dapat mempercepat perbaikan jaringan hati yang rusak. Beluntas
mengandung fenol dan flavonoid yang telah diketahui mempunyai
88 kapasitas sebagai antioksidan Andarwulan et al. 2008 karena
kemampuannya menurunkan pembentukan radikal bebas dan menangkap radikal bebas Burda dan Oleszek 2001. Kemampuan
sebagai antioksidan memberi efek terapi terhadap penyakit kanker patologi hati González-Gallego et al. 2007. Asupan flavonoid
dilaporkan dapat mengurangi resiko kanker, dengan cara menghambat kerja enzim prostaglandin sintase, lipoksigenase dan siklooksigenase
yang terkait dengan pembentukan tumor Zang dan Hamauzu 2003. Hasil penelitian Dragland et al. 2003 menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan salah satu tanaman herba Jepang Sho-Danau Sai dapat digunakan
untuk mengobati
hepatitis kronis,
menghambat perkembangan karsinoma hepatoseluler, mengurangi peroksidasi lipid
dan fibrosis hati pada hewan percobaan.
4.4.7.2 Ginjal dan Pankreas
Kerusakan jaringan pada pankreas amiloidosis pankreas dan ginjal fibrosis dan gangguan fungsi ginjal disajikan pada Tabel 27.
Amiloid terbentuk dari amiloid serum hasil peradangan kronis di hati. Amiloid sering terakumulasi di tepi pembuluh darah di interstitium
pankreas. Akumulasi amiloid yang terbentuk akan menekan kelenjar pankreas dan menimbulkan atrophy pengecilan kelenjar pankreas.
Tabel 27 menunjukkan bahwa pankreas dan ginjal itik ditemukan normal sampai kerusakan ringan. Kerusakan tersebut
terjadi di semua perlakuan, termasuk pada kontrol. Demikian juga pada ginjal. Ginjal itik yang diberi tepung daun
beluntas sebanyak 1 dan 2, selama 3 dan 7 minggu tidak mengalami fibrosis terbentuknya akumulasi jaringan ikat di daerah
interstitiumantara tubuli ginjal dan gangguan fungsi ginjal terjadi mineralisasi dalam tubuli ginjal yang menghambat sekresi asam urat.
Hal ini berarti tepung daun beluntas tidak berpengaruh negatif pada ginjal itik.
89 Tabel 27 Persentase itik yang mengalami kerusakan jaringan
pankreas dan ginjal
Kerusakan jaringan
Level pemberian
beluntas Persentase itik yang mengalami kerusakan
ginjal pada lama pemberian pakan 3 minggu
7 minggu - sd +
++ sd +++
- sd + ++ sd
+++ Amiloidosis
pancreas 100
100 1
100 100
2 100
100 Ginjal
1. Fibrosis 100
100 1
100 100
2 100
100 2.Gangguan
fungsi 100
100 1
100 100
2 100
100
Keterangan: - : normal; + : tingkat kerusakan ringan; ++ : tingkat kerusakan sedang; +++ : tingkat kerusakan parah.
4.4.7.3 Usus Halus
Kerusakan jaringan pada usus halus yang teramati adalah enteritis radang usus halus. Hasil yang terdeteksi ialah terjadinya
penebalan lokal dinding usus dengan adanya akumulasi sel-sel limfoid di propria mukosa usus dan adanya potongan cacing pita di antara vili
usus Gambar 20. Persentase itik dengan tingkat kerusakan usus yang dialami pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 28.
Gambar 20 Enteritis parasit cacing pita panah hitam. Sel-sel radang meningkat di dalam lapisan
propria usus sebagai indikator radang usus panah biru. Pembesaran objektif 20x HE.
90 Tabel 28 Persentase itik yang mengalami kerusakan jaringan
usus halus itik penelitian
Kerusakan Jaringan
Level Pemberian
Beluntas Persentase itik yang mengalami kerusakan
usus halus pada lama pemberian pakan 3 minggu
7 minggu
-sd+ ++
sd+++ -sd+
++sd+++
Duodenum 100
100 1
100 100
2 100
100 Jejunum
100 100
1 100
100 2
100 100
Ileum 100
100 1
100 100
2 100
100
Keterangan: - : normal; + : tingkat kerusakan ringan; ++ : tingkat kerusakan sedang; +++ : tingkat kerusakan parah.
Tabel 28 memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan usus halus duodenum, jejunum, dan ileum yang terjadi dari semua itik yang
diamati, berkisar dari normal sampai ringan. Pada tingkat kerusakan tersebut, ditemukan tidak hanya terjadi pada perlakuan, tetapi terjadi
juga pada kontrol. Kerusakan yang terjadi, enteritis pada usus halus, kemungkinan besar disebabkan oleh cacing pita.
4.5 Uji Masking Daun Beluntas
Uji masking tepung daun beluntas, tepung daun kenikir dan tepung daun kemangi terhadap bau amis daging itik mentah dengan kulit dilihat
berturut-turut pada Tabel 29, 30 dan 31. Tabel 29 Intensitas bau amis dan bau beluntas pada daging dengan
kulit itik betina tua yang direndam dalam larutan ekstrak tepung daun beluntas konsentrasi yang berbeda
Konsentrasi ekstrak daun beluntas
Nilai skalar Bau amis daging
n=73 Bau beluntas
n=73 10,01
±2,77
C
2,59± 1,96
A
1 10gliter air 6,23±2,57
B
5,56±2,32
B
2 20gliter air 4,78±2,79
A
8,04±2,99
C
3 30gliter air 4,29±3,25
A
9,71±2,92
D
Keterangan: Superskrip yang berbeda A,B,C,D pada kolom yang sama berbeda sangat nyata P0,01
91 Tabel 29 menunjukkan bahwa bau amis daging itik makin berkurang
dengan makin tingginya konsentrasi tepung daun beluntas dan makin tercium aroma daun beluntas. Bau amis daging itik sangat nyata P0,01
lebih rendah dengan perendaman dalam ekstrak beluntas 1 dan aroma daun beluntasnya sangat nyata tercium. Makin tinggi konsentrasi ekstrak
tepung daun beluntas yang digunakan, bau amis daging itik makin tidak terdeteksi dan aroma daun beluntas makin dominan. Hal ini membuktikan
bahwa aroma beluntas mampu menutupi bau amis daging itik. Tabel 30 Intensitas bau amis dan bau kenikir pada daging dengan
kulit itik betina tua yang direndam dalam larutan ekstrak tepung daun kenikir konsentrasi yang berbeda
Konsentrasi ekstrak daun kenikir
Nilai skalar Bau amis daging
n=67 Bau kenikir
n=66 10,27±2,53
C
3,88±2,58
A
1 10gliter air 7,19±3,02
B
5,90±3.00
A
2 20gliter air 5,19±2,86
A
8,30±3,25
B
3 30gliter air 4,98±2,63
A
8,17±3,11
B
Keterangan: Superskrip yang berbeda A,B,C pada kolom yang sama berbeda sangat nyata P0,01
Tabel 30 memperlihatkan bahwa bau amis daging itik makin menurun dengan makin tingginya konsentrasi kenikir yang digunakan dan pada level
1 sudah nyata menurun, tetapi aroma kenikir baru tercium pada level penggunaan 2 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa aroma kenikir mampu
menutupi bau amis daging itik, meskipun tidak setajam tepung daun beluntas.
Tabel 31 Intensitas bau amis dan bau kemangi pada daging dengan
kulit itik betina tua yang direndam dalam larutan ekstrak tepung daun kemangi konsentrasi yang berbeda
Konsentrasi ekstrak daun kemangi
Nilai skalar Bau amis daging
n=70 Bau kemangi
n=70 10,51±2,67
C
3,01±1,91
A
1 10gliter air 6,86±2,90
B
5,89±2,62
B
2 20gliter air 4,38±2,42
A
8,46±2,90
C
3 30gliter air 4,47±2,14
A
9,31±2,77
C
Keterangan: Superskrip yang berbeda A,B,C pada kolom yang sama berbeda sangat nyata P0,01
92 Tabel 31 memperlihatkan bahwa bau amis daging itik dengan
perendaman dalam ekstrak daun kemangi 1-3 sangat nyata lebih rendah dari kontrol, sedang antara 2 dan 3 tidak berbeda. Hal ini sejalan dengan
makin meningkatnya aroma kemangi pada daging itik yang bersangkutan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa daun kemangi juga mampu menutupi
bau amis daging itik dengan kulit. Penelitian Andarwulan dkk 2008 menunjukkan bahwa daun kemangi
mengandung fenol 784,32 mg100g lebih rendah daripada daun beluntas 1030,03 mg100gBK dan kenikir 1225,88 mg100gBK. Kandungan
flavonoid daun kemangi 69,78 mg100gBK dan daun beluntas 79,19 mg100 gBK lebih rendah daripada daun kenikir 420,85 mg100gBK.
Berdasarkan hasil uji di atas, meskipun daun beluntas mengandung fenol dan flavonoid lebih rendah dari daun kenikir tetapi mempunyai
kemampuan menutupi bau amis daging itik yang sama dengan daun kenikir. Demikian juga yang terjadi dengan penggunaan daun kemangi.
Daun kemangi yang mengandung fenol dan flavonoid yang lebih rendah dari beluntas dan kenikir, mampu menutupi bau amis daging itik yang sama
seperti yang terjadi pada penggunaan daun beluntas dan kenikir. Hal ini berarti, ketiga jenis sayuran indigenous tersebut mempunyai efek masking.
Namun demikian, daging itik dengan kulit yang direndam dengan ekstrak daun beluntas terlihat kurang menarik yaitu berwarna kehijauan sehingga
pemanfaatannya terbatas untuk jenis-jenis olahan tertentu seperti untuk olahan gulai cabe hijau. Ditinjau dari segi ketersediaan dan persaingan
dengan kebutuhan manusia, dari ketiga jenis sayuran indigenous tersebut, penggunaan tepung daun beluntas yang paling ekonomis untuk
dimanfaatkan.
93
5. PEMBAHASAN UMUM
Sampai saat ini, konsumsi daging masyarakat didominasi dari unggas ras, sementara yang berasal dari unggas lokal masih relatif rendah. Hal ini akan
membuat Indonesia selalu bergantung pada luar negeri untuk suplai bibit jenjang GPS dan PS penghasil daging dan telur. Untuk menunjang program ketahanan
pangan, secara bertahap ketergantungan pada luar negeri harus dikurangi. Di antara unggas lokal yang sudah lazim dimanfaatkan sebagai sumber pangan
adalah ayam buras dan itik lokal. Dibandingkan dengan daging ayam, pangsa pasar daging itik lebih sempit.
Warna yang lebih gelap dari ayam, tekstur yang alot dan terutama bau amis off- odor daging itik lokal merupakan penyebab penolakan konsumen, terutama
konsumen yang belum terbiasa mengkonsumsi daging itik lokal. Untuk mengurangi ketajaman bau amis daging itik lokal, cara-cara yang lazim dilakukan
adalah dengan cara mencekok itik lokal dengan cuka sebelum dipotong dari segi kesejahteraan ternak, tidak dianjurkan atau membuat olahan yang sarat dengan
bumbu. Umpama, di Sumatera Barat dikenal gulai itik hijau, di Aceh dikenal gulai itik, di Bali dikenal itik betutu. Olahan-olahan tersebut sarat dengan bumbu untuk
menutupi bau khas dari daging itik tersebut. Untuk memperkaya jenis olahan daging itik lokal perlu diupayakan cara-
cara menghasilkan daging itik segar yang tidak terlalu berbau amis. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan bahan-bahan yang diketahui mempunyai
kemampuan mengurangi bau, diantaranya beluntas. Berdasarkan para pakar obat tradisional, beluntas terbukti dapat mengurangi bau badan pada manusia.
Bau amis daging itik menurut Apriyantono 1992 sudah ada sejak hewan hidup. Bau tersebut dapat berasal dari protein, karbohidrat, dan lemak Heath dan
Reineccius 1986, tetapi lemak merupakan penentuyang paling utama Wu dan Liou 1992 dan menurut Hustiany et al. 2001 bau amis daging itik sebagian
besar merupakan hasil proses oksidasi lemak. Sebagai unggas air, itik memiliki kulit yang tebal. Tebalnya kulit itik
disebabkan oleh penyebaran lemak di bawah kulit dan lemak unggas sebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh Pisulewski 2005. Oksidasi lemak