20 daging  dapat  mempercepat  laju  oksidasi  lemak.  Selain  itu,  setiap  spesies
unggas  mempunyai  kadar  lemak  yang  akan  menghasilkan  flavor  yang berbeda. Ayam memiliki kadar lemak lebih rendah dari itik.
Menurut Shahidi dan Pegg 1994 oksidasi lemak akan menghasilkan turunan lipid, di antaranya heksanal yang menghasilkan bau yang tidak enak
atau  apek.  Selain  itu,  pengaruh  lainnya  juga  sangat  merugikan.  Hamilton
1983  mengemukakan  bahwa  oksidasi  lemak  selain  menyebabkan
kerusakan  flavor,  juga  menyebabkan  kerusakan  membran,  enzim,  vitamin, dan  protein  termasuk  proses  penuaan.  Hal  ini  ditambahkan  oleh  Shahidi
1998  bahwa  oksidasi  lemak  menyebabkan  kehilangan  asam  lemak esensial,  perubahan  warna,  tekstur,  dan  daya  guna  nilai  nutrisi  pangan
tersebut  seperti  menyebabkan  kerusakan  vitamin  larut  lemak  dan pembentukan  kolesterol  oksida.  Oleh  karena  itu,    perlu  dilakukan  upaya
mencegah terjadinya oksidasi tersebut.
2.2.5  Upaya  Pencegahan  Terjadinya  Reaksi  Oksidasi  Lemak  oleh Radikal Bebas
Beberapa  penelitian  menunjukkan  bahwa  reaksi  oksidasi  lemak  oleh radikal bebas pada daging efektif dicegah dengan menggunakan antioksidan
Surai dan Sparks  2000; Grau et al. 2001;
Zieli ska et al. 2001; Bou et al. 2004; Hernandez et al. 2004.
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat reaksi oksidasi  lemak  oleh  radikal  bebas.  Oksidasi  lemak  terdiri  atas  tiga  tahap
utama  yaitu  inisiasi,  propagasi,  dan  terminasi.  Pada  tahap  inisiasi  terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak
yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen.  Tahap  selanjutnya,  yaitu  propagasi,  radikal  asam  lemak  akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut  akan  menyerang  asam  lemak  lain  menghasilkan  hidroperoksida  dan
radikal asam lemak baru. Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil
rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan  berlemak.  Tanpa  adanya  antioksidan,  reaksi  oksidasi  lemak  akan
21 mengalami  terminasi  melalui  reaksi  antar  radikal  bebas  membentuk
kompleks  bukan  radikal.  Antioksidan  yang  baik  akan  bereaksi  dengan radikal asam lemak segera setelah senyawa tersebut terbentuk.
Efektivitas antioksidan  dalam menghambat oksidasi lemak atau untuk mengetahui  kualitas  daging,  menurut  Shahidi  1998  dapat  diukur  dengan
beberapa  metode,  di  antaranya  1  mengukur  produk  primer  hasil  oksidasi lemak,  yaitu  dengan  cara  mengukur  PV  Peroxide  Value;  2  mengukur
semua  perubahan  yang  terjadi  pada  lemak,  seperti  nilai  total  oksidasi;  3 metode  tidak  langsung,  dengan  cara  mengukur  tekstur,  daya  guna
functional  properties  dan  warna;  4  mengetahui  perubahan  konsentrasi salah satu atau lebih substrat. Pada metode ini termasuk analisis komposisi
asam  lemak,  konsumsi  oksigen,  pembentukan  asam  lemak  radikal  bebas, atau  turunannya;  5  mengukur  produk  sekunder  hasil  oksidasi  lemak,
kandungan  malondialdehid  MDA,  zat  reaktif  asam  tiobarbiturik  TBA atau thiobarbituric acid reactive substances TBARS, total karbonil atau zat
volatile  terpilih;  6  analisis  sensori.  Analisis  sensori  sangat  penting  dan umumnya  metode  kuantitatif  dari  oksidasi  lemak  berkorelasi  dengan  hasil
analisis ini. Teknik evaluasi sensori sederhana, tetapi membutuhkan waktu, biaya  mahal  dan  sering  tidak  dapat  diulang.  Untuk  menghindari  bias  dan
eror panelis, beberapa alat ukur dibentuk dan digunakan analisis statistik. Dari keenam metode pengukuran di atas, pada penelitian ini dilakukan
analisis  sensori,  komposisi  asam  lemak  dan  nilai  TBARS.  Analisis  sensori merupakan  salah  satu  cara  untuk  menilai  intensitas  off-odor  suatu  bahan
pangan.  Metode  ini  melibatkan  sejumlah  panelis  yang  mampu  mendeteksi dan  mendeskripsikan  off-odor.  Sistem  analisis  sensori  pada  prinsipnya
mencakup  faktor  fisiologis  dan  psikologis.  Pendekatan  yang  paling  mudah dalam  analisis  sensori  baik  dari  segi  praktis  maupun  teoretis  dibedakan
dalam  4  bidang  utama  yaitu  analisis  deskriptif  bagaimana  seseorang menjelaskan  persepsinya  tentang  makanan  yang  diujinya,  pengukuran
intensitas  persepsi  sensori  yang  dinyatakan  dalam  skala,  pengukuran hedonik  menguji  suka  atau  tidak  suka  dan  analisis  GC-Sniffing  tehnik
GCO yang menggabungkan instrumen dan manusia. Sejalan dengan makin
22 meningkatnya  penelitian-penelitian  flavor,  metode  pengujian  sensori  juga
makin  berkembang.  Metode  pengujian  sensori  yang  banyak  mendapat perhatian  di  antaranya  uji  pembedaan,  ranking  dan  rating  serta  profil.
Metode  uji  pembedaan  yang  paling  banyak  dipakai  adalah  uji  segitiga,  uji berpasangan,  dan  uji  duo-trio.  Uji  ini  biasanya  melibatkan  jumlah  panelis
yang  lebih  sedikit  bahkan  sering  kali  tidak  harus  yang  berpengalaman. Sampel  yang  diuji  harus  diberi  kode  sedemikian  rupa  sehingga  tidak
menimbulkan  bias.  Metode  ranking  dan  rating  umumnya  menggunakan panelis  terlatih  dan  berpengalaman.  Panelis  berperan  mengevaluasi  dan
menempatkan  secara  berurut  berjenjang,  ranking  intensitas  dari  sifat-sifat spesifik,  mengkuantifikasi  dan  memberi  skor  rating  serta  mengklasifikasi
grading.  Hasil  penilaian  panelis  biasanya  dalam  bentuk  skala  atau  grafik. Pada  metode  profil  digunakan  analisis  deskriptif  suatu  produk  dengan
mengidentifikasi  dan  menguraikan  secara  kuantitatif  berdasarkan  kualitas visual,  tekstur,  karakteristik  aroma,  flavor,  oral,  dan  skinfeel  Meilgaard  et
al. 1999. Penentuan produk peroksidasi lipid dengan TBARS yaitu dengan mengukur kandungan malondialdehid dalam daging yang dinyatakan dalam
mg malondialdehid per kg jaringan. Hasil penelitian Marusich et al. 1975 menunjukkan  bahwa  meningkatnya  kandungan  malonaldehid    MDA  atau
TBARS  sejalan  dengan  meningkatnya  oksidasi  lipid  jaringan.  Selain  itu malondialdehid juga digunakan untuk memonitoring oksidasi lemak produk
reaksi  sekunder,  yang  diperoleh  dari  hasil  dekomposisi  karbonil  dari  asam lemak tak jenuh ganda Tokur et al. 2006. Oksidasi lemak pada umumnya
dipengaruhi  oleh  kadar  lemak,  asam  lemak  tak  jenuh  ganda,  antioksidan, prooksidan,  proses  pengolahan  daging  dan  penyimpanan  Kim  et  al.  2003;
Juntachote  et  al.  2007.  Oksidasi  lipid  dalam  jaringan  ternak  yang dinyatakan dalam nilai  MDA atau TBARS  bergantung pada banyak faktor,
di antaranya kondisi lingkungan ternak dan strain, jenis ternak, asal daging, penyimpanan,  pemanasan,  ada  tidaknya  antioksidan  pada  bahan  pangan
tersebut. Cekaman  panas  heat  stress  menyebabkan  meningkatnya  laju
oksidasi, sehingga turunan radikal bebas makin banyak, yang diindikasikan
23 dengan  tingginya  konsentrasi  malondialdehid  MDA.  Adaptasi  terhadap
cekaman  panas  tergantung  pada  strain.  Pada  kondisi  cekaman  panas  yang sama, konsentrasi malondialdehid pada ayam broiler strain Ross lebih besar
daripada strain Cobb Altan et al. 2003. Russell  et  al.  2003  menunjukkan  bahwa  nilai  TBARS  daging  itik
pekin  setelah  dimasak  lebih  tinggi  daripada  daging  segar.  Demikian  juga nilai  TBARS  setelah  disimpan.  Nilai  TBARS  daging  dada  itik  pekin
berbeda 8 kali lipat antara nilai oksidasi awal mentah dengan matang setelah disimpan selama dua bulan pada suhu
– 20
o
C, sedangkan pada daging paha perbedaannya 12 kali lipat.
Rababah et al. 2006 menyatakan bahwa antioksidan pada ekstrak teh hijau  flavonoid:  kuersetin  dan  rutin  nyata  P0,05  menurunkan  nilai
TBARS  dan  senyawa  volatil,  baik  pada  daging  mentah  maupun  yang dimasak  setelah  melalui  penyimpanan.  Pada  0  hari,  nilai  TBARS  daging
dada ayam mentah yang ditambah ekstrak teh hijau sebanyak 8 dari bobot daging  atau  2,5  dari  lemak  ayam  dibandingkan  kontrol  tidak  berbeda
16,4  vs  16,1  mg  malondialdehidkg,  sedangkan  pada  daging  dada  yang dimasak,  nilai  TBARS  yang  mendapat  antioksidan  nyata  P0,05  lebih
rendah dari kontrol 36,1 vs 50,2 mg MDAkg. Nilai TBARS daging dada ayam mentah maupun masak  yang disimpan selama 12 hari pada suhu 5
o
C nyata  P0,05  lebih  rendah  dari  kontrol,  masing-masing  67,8  vs  38,0  mg
MDAkg  pada  daging  mentah  dan  366,1  vs  77,1 pada  daging  masak.  Nilai heksanal  daging  dada  ayam  mentah  yang  ditambah  ekstrak  teh  hijau
dibandingkan  kontrol  sebesar  1  816,3  vs  2  879,7  ppb,  sedangkan  pada daging  dada  ayam  yang  dimasak  5  097,5  vs  5  782,7  ppb.  Nilai  heptanal
daging  ayam  mentah  yang  ditambah  ektrak  teh  hijau  dibanding  kontrol sebesar  496,9  vs  605,1  ppb,  sedangkan  pada  daging  dada  ayam  yang
dimasak  1  790,0  vs  1  965,0  ppb.  Hal  serupa  diperoleh  Randa  2007  pada daging  itik.  Pada  daging  itik  segar,  nilai  TBARS  akibat  pemberian
antioksidan  vitamin  E  dan  C  tidak  berbeda,  tetapi  setelah  dimasak  dan dibekukan,  nilai  TBARS  pada  kontrol  meningkat  setelah  3  minggu
sedangkan  yang  mendapat  antioksidan  nilai  TBARS  stabil  hingga  umur  4
24 minggu.  Hal  ini  berarti,  efek  antioksidan  lebih  terlihat  pada  daging  yang
telah mengalami pemasakan dan penyimpanan daripada daging segar. Hasil penelitian Cherian et al. 2002 menunjukkan bahwa tanin yang
terdapat  pada  gandum  dapat  berfungsi  sebagai  antioksidan.  Tanin  dapat mencegah  terbentuknya  superoksid  dan  mempunyai  aktivitas  menangkap
radikal  bebas,  yang  dapat  mencegah  terjadinya  peroksidasi  lipid. Selanjutnya dinyatakan bahwa kandungan lemak daging yang makin tinggi,
membutuhkan  antioksidan  yang  lebih  banyak  untuk  menurunkan  proses oksidasi,  sehingga  daging  yang  mengandung  lemak  tinggi  memiliki  nilai
TBARS  yang  tinggi.  Namun,  sangat  sulit  untuk  mengkaitkan  antara  hasil pengukuran sensori dengan hasil pengukuran ketengikan secara kimia pada
daging  masak  meskipun  keduanya  menggunakan  metode  yang  sama. Sebagai  contoh,  panelis  memberikan  skor  off-odor  yang  berbeda  pada
daging babi  yang mempunyai nilai ambang TBARS 0,5-1,0 mgkg sampel. Namun,  di  sisi  lain,  panelis  memberi  skor  off-odor  yang  sama  terhadap
daging yang mempunyai  nilai TBARS 5,9-11,3 Enser 2003.
2.3    Beluntas Pluchea Indica L.Less. 2.3.1  Ciri-ciri Umum
Beluntas adalah tanaman herba atau perdu yang ditemukan di seluruh Asia  Tenggara  India,  Malaysia  ke  Taiwan  dan  di  Cina  Selatan  Indo-
China. Tanaman ini, di Indonesia, dapat tumbuh sampai ketinggian sekitar 800  m  di  atas  permukaan  laut  dan  di  tempat  yang  terkena  sinar  matahari.
Karakteristik tanaman ini  adalah tumbuh tegak dengan tinggi  sekitar 0,5 –2
meter  Bamroongrugsa  1992;  Dalimartha  1999;  Achyad  dan  Rasyidah 2000 atau sampai 5 meter, bercabang banyak dan kuat. Daunnya berseling,
bertangkai  pendek,  berbentuk  bundar  lonjong  sampai  bundar  telur  dengan panjang 2,5-9 cm dan lebar 1-5,5 cm, ujungnya bulat melancip, bagian tepi
daun  bergerigi,  berkelenjar,  tertutup  rapat  oleh  bulu,  baunya  amat  wangi, lembut  dan  berwarna  hijau  muda.  Kedudukan  daunnya  tegak  akibat  sinar
matahari.  Bunganya  berbentuk  bonggol  bergagang  atau  duduk  keluar  di ujung cabang dan ketiak daun, warnanya  putih kekuning-kuningan sampai
ungu Achyad dan Rasyidah 2000. Kepala bunganya kecil, terdiri atas ruas