32
Gambar 9 . Petani Menyadap Karet di Agroforest Karet
Tegakan karet di Gunung Mananggel kebanyakan ditanam dengan sejajar dan rapih namun diselingi beberapa tanaman lain, biasanya adalah pisang atau
pohon lain seperti melinjo. Selain yang ditanam secara monokultur ada juga petani yang menanam karet dengan acak dengan mengisi lahan yang terbuka atau
dicampur dengan pohon-pohon lain. Petani yang menanam karet dengan mencampur dengan tanaman lain dilakukan karena keterbatasan lahan sehingga
ingin mendapatkan penghasilan tahunan dari pohon durian yang sudah sejak lama ditanam juga mendapatkan penghasilan mingguan dari karet walaupun hasilnya
lebih sedikit jika dibandingkan dengan ditanam secara monokultur atau tidak dicampur.
4.5.2.1. Harga dan Pemasaran Karet
Dalam satu hektar tegakan karet yang sudah dewasa di Gunung Mananggel ini dapat menghasilkan karet sekitar 40 kg setiap minggunya. Karet
dikumpulkan, diangkut dan di jual ke bandar dengan harga Rp.6000. Jika petani pemilik agroforest tidak sanggup menyadap sendiri karetnya
maka pemilik agroforest tersebut mengupah penyadap dengan 23 bagian karet yang disadapnya. Pemilik agroforest menerima 13 bagian saja namun
penyadapan, pengangkutan hingga penjualan ke pengumpul ditanggung oleh penyadap. Pembagian ini biasa disebut dengan mertelu.
4.5.2.2. Perbandingan Karet di Gunung Mananggel
Agroforest karet di Gunung Mananggel ini berbeda dengan agroforest karet masyarakat di Jambi dan Sumatera Selatan yang dibiarkan tidak disiangi
sehingga menyerupai hutan. Petani karet di Gunung Mananggel percaya jika karet di biarkan tidak disiangi akan mengurangi produksinya disamping itu kematian
tanaman yang baru ditanam akan jauh lebih tinggi. Kepadatan karet jauh berbeda di Gunung Mananggel sekitar 1325 pohonha sedangkan di jambi berkisar antara
200-500 pohonha Gouyon A, et al, 1993.
33
Beberapa faktor yang nampaknya menjadi penyebab perbedaan kepadatan pohon perhektarnya ini diantaranya adalah keterbatasan ruang. Di Gunung
Mananggel yang terletak dekat dengan pusat kota Cianjur, Jawa barat jauh lebih padat daripada di Jambi dan Sumatera Selatan sehingga lahan yang tersedia
sangat sempit. Hal ini terbukti dengan lahan kepemilikan di daerah terpencil di Jambi rata-rata petani memiliki lahan sedikitnya 5 ha dan petani di daerah paling
padat di Sumatera Selatan rata-rata memiliki lahan seluas 2,5-3 ha Gouyon A, et al
, 1993. Sedangkan, hasil wawancara di Gunung Mananggel kebanyakan petani memiliki lahan kurang dari 1 ha hingga 1 ha. Keterbatasan ruang ini yang memicu
petani memaksimalkan produksinya dengan cara menanam lebih rapat walaupun masih diselingi dengan pohon buah-buahan lain. Meskipun petani Gunung
Mananggel ini harus mengeluarkan tenaga banyak dengan merawat agroforest karetnya lebih intensif dan penyiangan dilakukan secara rutin tapi hanya dengan
cara inilah petani dapat mendapatkan keuntungan yang optimal.
4.5.3. Agroforest Campuran