Tabel 12 . Komposisi Reagen Trigliserida
Komponen penyusun Jumlah
Good’s buffer pH 7.2 50 mmoll
4-Clorophenol 4 mmoll
ATP 2 mmoll
Mg
2+
15 mmoll Glycerokinase GK
≥ 0.4 kUI Peroxidase POD
≥ 2 kUI Lipoprotein lipase LPL
≥ 2 kUI 4-aminoantipyrine
0.5 mmoll Glycerol-3-phosphate-oxidase GPO
≥ 0.5 kUI
d. Analisis Low Density Lipoprotein Friedwald et al., 1972
Kadar LDL dihitung secara matematis dengan menggunakan rumus :
Keterangan : Asumsi TG5 adalah kadar VLDL
.
e. Indeks Atherogenik Balsinska, 1998
Indeks atherogenik IA dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
f. Analisis Malonaldehida Conti et al., 1991
Analisis malonaldehida dilakukan pada sampel organ hati dan limpa tikus. Prinsip analisis malonaldehida ini adalah pemanasan akan
menghidrolisis peroksida lipid sehingga malonaldehida yang terikat akan bebas dan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam memberntuk
kompleks MDA-TBA yang berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Prosedur analisis malonaldehida organ hati
dan limpa pada Gambar 14. Kadar LDL = Total kolesterol
– HDL+ TG5
IA = Total kolesterol –HDL HDL
31
Sebagai standar MDA digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana TEP. Pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan
etanol. Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehid. Penentuan kurva standar dilakukan sama dengan
penentuan sampel. Perhitungan kadar MDA sampel berdasarkan hasil ploting nilai absorbansi pada kurva standar Lampiran 4. Konsentrasi
TEP yang digunakan yaitu 0,0; 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10
-3
pmolml. Ditambah 2 ml larutan TCA 15 dan TBA 0.37 dalam HCl 0.25 N
Di vorteks dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80
C selama 15 menit
Didinginkan sampai suhu ruang
Gambar 14. Prosedur Analisis Kadar MDA Organ Hati dan Limpa
Disentrifuse 3000 rpm selama 15 menit Diukur absorbansi pada λ 532 nm
Ditimbang organ hati sebanyak 1 gram atau limpa
Ditambah larutan PBS dingin sebanyak 9 ml
Dihancurkan dengan cara di gerus
Disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit
Diambil supernatan 4 ml
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMBUATAN TEPUNG KECAMBAH DAN RANSUM TIKUS
Pembuatan kecambah kacang komak dilakukan dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh Anita 2009. Kacang komak Gambar 15 yang
digunakan disortasi terlebih dahulu untuk membuang kacang yang rusak sehingga meningkatkan persentase kacang komak yang tumbuh sewaktu
digerminasi.
Gambar 15. Biji Kacang Komak.
Tahap awal perkecambahan dilakukan dengan merendam kacang komak yang telah disortasi dengan air hangat 50
C selama 12 jam. Penggunaan air bersuhu 50
C dimaksudkan untuk mempercepat penyerapan air. Setiap kenaikan suhu 10
C kecepatan penyerapan air akan meningkat sekitar dua kali Pranoto et al., 1990, namun akan terjadi kehilangan nutrisi sebesar tiga atau
empat lipatnya jika suhu air perendam mencapai 60 C Salunkhe et al., 1985.
Imbibisi air secara cepat yang terjadi selama perendaman merupakan proses hidrasi yang mengakibatkan bertambahnya volume biji, terjadinya respirasi
yang menghasilkan ATP untuk suplai energi serta mengaktivasi hormon giberelin yang mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis yaitu
- amilase, protease, ribonuklease,
-glukonase dan fosfatase Pranoto et al., 1990 sehingga perombakan cadangan makanan dapat berlangsung.
Tahap selanjutnya setelah perendaman adalah proses perkecambahan biji pada ruang gelap
30 C selama 30 jam. Anita 2009 mengungkapkan
bahwa kondisi germinasi yang menghasilkan persentase kecambah tertinggi dengan kualitas terbaik adalah selama 30 jam dalam media daun pisang
33
dengan kondisi gelap. Sejalan dengan itu, Cabrejas 2008 mengungkapkan persentase kecambah kacang komak yang tumbuh lebih besar pada kondisi
gelap dibandingkan kondisi terang. Cahaya diketahui merupakan faktor pembatas perkecambahan Pranoto, 1990. Kecambah kacang komak yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Kecambah Kacang Komak.
Kecambah kacang komak yang telah dipisahkan dari biji yang tidak tumbuh kemudian dikeringkan untuk dijadikan tepung. Pembuatan tepung
kecambah kacang komak dilakukan dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh Anita 2009 dengan sedikit modifikasi, yaitu dalam hal suhu dan waktu
pengeringan kecambah. Pengeringan dilakukan pada suhu 75 C selama 6 jam,
sedangkan Anita 2009 mengeringkan kecambah pada suhu 50 C selama 24
jam. Perubahan ini dilakukan dengan pertimbangan kapasitas dan ketersediaan alat saat penelitian.
Tepung kecambah kacang komak yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 8.11 kg dari 35 kg biji kacang komak. Ini berarti tepung kecambah
yang dihasilkan memiliki rendemen sebesar 23.17. Rendemen tepung
kecambah yang rendah ini disebabkan kacang komak yang digunakan sebagai bahan pembuatan kecambah telah mengalami penyimpanan lebih dari 1 bulan.
Waktu penyimpanan yang lama menyebabkan telur-telur serangga yang telah terinfestasi dalam biji tumbuh menjadi dewasa dan memakan biji. Kerusakan
biji karena serangga ini mengakibatkan persentase biji kacang komak yang tumbuh menjadi kecambah rendah 30 sehingga rendemen total tepung
kecambah sangat rendah.
Hasil analisis proksimat Tabel 13 menunjukkan komposisi tepung
kecambah komak pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan tepung
34
kecambah komak yang dihasilkan Anita 2009. Perbedaan yang cukup jelas hanya terlihat pada kandungan air tepung kecambah. Kadar air tepung
kecambah, 4.83, jauh lebih kecil dibandingkan kadar air tepung kecambah Anita 2009, yaitu 14.32. Hal ini terjadi karena suhu pengeringan yang
digunakan lebih tinggi, sehingga penguapan air lebih mudah.
Tabel 13 . Komposisi Tepung Kecambah dan Tepung Kacang Komak
Komponen Tepung Kecambah
Kacang Komak Tepung
Kacang Komak
Jumlah basis kering Air
4.83±0.16 12.88 ± 0.69
a
14.32 ± 0.37
a
Abu 4.33±0.15
4.19 ± 0.09
a
4.32 ± 0.06
a
Protein 25.70±0.25
25.16 ± 0.18
a
21.82 ± 0.36
a
Lemak 1.13±0.07
1.07 ± 0.21
a
0.68 ± 0.03
a
Karbohidrat 64.02±0.13
56.70 ± 0.52
a
58.85 ± 0.00
a
a
Anita 2009
Data hasil analisis proksimat tepung kecambah kacang komak Tabel 13 digunakan untuk menyusun komposisi ransum grup perlakuan kecambah
kacang komak. Formulasi ransum mengacu pada rekomendasi American Institute of Nutrition Reeves et al., 1993 dengan mengganti sumber protein
kasein dengan tepung kecambah kacang komak. American Institute of Nutrition mengeluarkan rekomendasi dua jenis
formula ransum, yaitu AIN-93G untuk menunjang pertumbuhan, masa kehamilan serta menyusui dan AIN-93M untuk pemeliharaan tubuh. Kedua
jenis formula ini telah diuji secara in vivo dan digunakan secara internasional sebagai acuan ransum tikus percobaan. Perbedaan utama kedua formulasi ini
adalah jumlah protein kasein yang digunakan. Formula AIN-93G mengandung kasein 20 sedangkan formula AIN-93M mengandung protein
kasein 14. Pada penelitian ini digunakan AIN-93M Lampiran 1 sebagai acuan formulasi karena penelitian ini menggunakan tikus dewasa dan fokus
35
utama penelitian tidak bertujuan melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan.
Komposisi ransum perlakuan kecambah kacang komak setelah perhitungan Lampiran 5 komposisi berdasarkan AIN-93M terdiri atas 57.1
tepung kecambah kacang komak, 23.9 pati jagung, 10 gula halus, 3.4 minyak kedelai, 3.5 mineral mixture, 1 vitamin mixture Fitkom, 1
kolesterol dan 0.1 Propiltiourasil PTU.
B. PENGAMATAN TERHADAP TIKUS PERCOBAAN
1. Konsumsi Ransum, Berat Badan dan Rasio Konsumsi Ransum