Tingkat risiko berdasarkan konsekuensi dampak hasil panen padi dan persepsi perubahan cuaca yang dirasakan petani dapat dilihat pada Gambar 17
di bawah ini. Matriks di bawah ini mempresentasekan masing-masing tingkat
risiko pertanian padi yang dialami petani di Desa Ciasmara, persentase yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar petani di wilayah tersebut berada pada kolom
dan baris dengan indikator warna orange, dimana indikator tersebut menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi adalah tingkat risiko tinggi, hal tersbut dapat dilihat
dari persentase jumlah petani yang mengalami risiko tersebut sebanyak 52.5 atau sebanyak 21 orang petani.
K on
se k
u en
si D
am p
ak
Potensi Gagal Panen
Sangat Tinggi Potensi
Gagal Panen Tinggi
Risiko Ekstrim
512,5
Potensi Gagal Panen
Sedang
Risiko Tinggi
2152,5
Potensi Gagal Panen
Rendah
Risiko Rendah
6 15 Risiko
Moderat 8 20
Tidak Potensi Gagal Panen
Tidak Berisiko
Normal 0 0
Tidak Ada Perubahan
Sedikit Perubahan
Perubahan Sedang
Banyak Perubahan
Perubahan Sangat
Ekstrim
Perubahan Cuaca
Sumber : Data Primer diolah Keterangan: Jumlah orang persentase
Gambar 17. Matriks Risiko Sumberdaya berdasarkan Persentase Tingkat Risiko Pertanian Padi akibat Perubahan Cuaca
Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa petani di Desa Ciasmara menghadapi tingkat risiko berbeda-beda. Tingkat risiko normal atau tidak berisiko
pada pertanian padi di Desa Ciasmara tidak dialami oleh petani yang menjadi responden dalam penelitian ini, hal ini ditunjukkan dari gambar matriks di atas,
bahwa tidak ada skala persepsi dan konsekuensi yang berada pada baris dan kolom dengan indikator warna hiaju tua, sehingga perlu adanya pengeluaran
tambahan untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi menghadapi perubahan cuaca yang terjadi.
Sebesar 15 atau sebanyak 6 orang petani menghadapi risiko pertanian padi dengan tingkat risiko rendah. Risiko ini merupakan risiko yang harus dihadapi
oleh petani karena persentase penurunan hasil padi terjadi sebesar 1 hingga 25 dan penilaian pada perubahan cuaca berada pada skala perubahan sedang. Risiko
rendah yang dihadapi petani menjadikan bentuk penyesuaian akibat adanya perubahan cuaca dengan prioritas penyesuaian mungkin perlu dilakukan. Bentuk
penyesuaian atau adaptasi yang mungkin bisa dilakukan pada tingkat risiko ini adalah melebihkan benih persemaian dan penambahan atau mengganti jenis obat-
obatan pestisida ketika terjadinya peningkatan intensitas hama dan penyakit tanaman akibat perubahan cuaca.
Sebesar 20 atau sebanyak 8 orang petani menghadapi risiko pertanian padi dengan tingkat risiko moderat. Risiko ini merupakan risiko yang harus dihadapi
oleh petani karena persentase penurunan hasil padi terjadi sebesar 26 hingga 50 dan penilaian pada cuaca berada pada skala banyak perubahan. Risiko moderat
yang dihadapi petani menjadikan bentuk penyesuaian akibat adanya perubahan cuaca dengan prioritas perlu dilakukannya adaptasi untuk mengurangi risiko..
Bentuk penyesuaian atau adaptasi yang bisa dilakukan pada tingkat risiko ini adalah pengaturan tata air atau pengaturan pengairan yang seimbang, dimana
ketika curah hujan tinggi maka perlu peningkatan intensitas pengurangan air di area persawahan. Bentuk adaptasi ini selain untuk menghindari tanaman yang
kurang produktif apabila kuantitas air persawahan yang terlalu berlebihan, disamping itu untuk mengurangi ancaman hama tanaman padi seperti tikus dan
keong yang menyebabkan produksi padi menurun karena serangan hama ini.
Sebesar 52.5 atau sebanyak 21 orang petani menghadapi risiko pertanian padi dengan tingkat risiko tinggi. Risiko ini merupakan risiko yang harus dihadapi
oleh petani karena persentase penurunan hasil padi terjadi sebesar 26 hingga 50 dan penilaian pada cuaca berada pada skala banyak perubahan. Risiko tinggi yang
dihadapi petani menjadikan bentuk penyesuaian akibat adanya perubahan cuaca sebagai prioritas dalam beradaptasi. Bentuk penyesuaian atau adaptasi yang bisa
dilakukan pada tingkat risiko ini adalah pengaturan tata air atau pengaturan pengairan yang seimbang, disamping itu perlu menggunakan benih unggul
varietas baru yang lebih tahan dengan perubahan cuaca ekstrim. Sebesar 12.5 atau sebanyak 5 orang petani menghadapi risiko pertanian
padi dengan tingkat risiko ekstrim. Risiko ini merupakan risiko yang harus dihadapi oleh petani karena persentase penurunan hasil padi terjadi sebesar 51
hingga 75 dan penilaian pada cuaca berada pada skala perubahan sangat ekstrim. Risiko ekstrim yang dihadapi petani menjadikan bentuk penyesuaian akibat
adanya perubahan cuaca sebagai prioritas dalam beradaptasi dan perlu dilakukan segera mungkin. Bentuk penyesuaian atau adaptasi yang bisa dilakukan pada
tingkat risiko ini adalah pengaturan tata air atau pengaturan pengairan yang seimbang, disamping itu perlu mengganti teknik penanaman yang biasa dilakukan
dengan penanaman terpadu yaitu penanaman dengan pola jajar legowo.
6.3 Jenis Adaptasi Penyesuaian Petani di Desa Ciasmara dalam Menghadapi Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca ditandai dengan peningkatan variabilitas cuaca variasi cuaca. Perubahan parameter cuaca pada tahun 2013 berupa curah hujan
menunjukkan bahwa nilai varian parameter tersebut merupakan parameter dengan tingkat perubahan atau variasi terbesar, sehingga perubahan cuaca yang terjadi
adalah perubahan curah hujan ekstrim. Petani di Desa Ciasmara melakukan berbagai pilihan adaptasi sesuai kemampuan dan pengalaman bertaninya dalam
menghadapi fenomena tersebut. Petani melakukan respon dengan beradaptasi untuk dapat mempertahankan atau mengurangi dampak negatif produksi tanaman
yang diusahakan. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 90 petani telah melakukan adaptasi terhadap perubahan cuaca, sedangkan sisanya sebanyak 10
petani tidak melakukan jenis adaptasi apapun.
Petani dalam melakukan berbagai bentuk penyesuaian atau adaptasi menghadapi perubahan cuaca telah memperhitungkan berbagai pertimbangan
berdasarkan pengalaman usahatani yang telah dilakukan selama ini. Jenis adaptasi yang dilakukan petani di Desa Ciasmara berbeda dengan adaptasi di beberapa
wilayah lainnya, di desa ini tidak terjadi perubahan pola tanam ketika perubahan cuaca terjadi. Pola tanam yang ada di Desa Ciasmara adalah tanaman padi, tidak
adanya pergantian jenis tanaman lain pola tanam meskipun terjadi perubahan cuaca, hal ini dikarenakan wilayah Kecamatan Pamijahan khususnya Desa
Ciasmara memiliki sumber air pengairan yang melimpah. Pilihan jenis adaptasi masing-masing petani dalam melakukan penyesuaian terhadap perubahan cuaca di
Desa Ciasmara dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini.
Sumber: Data Primer diolah
Gambar 18. Pilihan Jenis Adaptasi Petani di Desa Ciasmara dalam Menghadapi Perubahan Cuaca
Berdasarkan Gambar 18
dapat dilihat bahwa terdapat lima jenis pilihan adaptasi yang dilakukan pada masa tanam ketika terjadinya perubahan cuaca dan
satu pilihan adaptasi yang dilakukan pada masa tanam berikutnya akibat perubahan cuaca pada masa tanam sebelumnya.
5 10
15 20
25 30
Penambahan benih Peningkatan intensitas penyemprotan
Penambahan Jenis pestisida Pengaturan tata air
Teknik penanaman jajar legowo Menggeser waktu tanam
29 29
29 26
10 14
11 11
11 14
30 26
Tidak Ya
Jenis adaptasi yang banyak dilakukan oleh petani di Desa Ciasmara yaitu penambahan input dalam kegiatan usahataninya seperti, penambahan benih atau
melebihkan takaran jumlah benih persemaian dari jumlah yang seharusnya, meningkatkan pembasmian hama dan penyakit tanaman baik frekuensi
penyemprotan maupun jenis pestisida yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa pilihan adaptasi petani.
1. Penambahan Benih.
Sebesar 72.5 atau sebanyak 29 orang petani melakukan penyesuaian ketika menghadapi perubahan cuaca dengan cara melebihkan benih yang akan
disemai dalam kegiatan usahataninya, hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi ketika benih dalam persemaian yang seharusnya siap untuk ditanam mengalami
kerusakan atau gagal tanam akibat OPT organisme pengganggu tanaman tikus dan keong. Benih yang disemai ketika cuaca dianggap normal adalah sebanyak
25kg benih per luas lahan 1 hektar sedangkan, ketika cuaca dalam kedaan tidak normal atau berubah ekstrim sebagian besar petani melebihkan penggunaan input
mereka sebanyak 8 hingga 15 liter benih padi jenis Ciherang. 2.
Peningkatan Intensitas Penyemprotan Sebesar 72.5 atau sebanyak 29 orang petani melakukan penyesuaian
dalam menghadapi perubahan cuaca dengan menambah input tenaga kerja baik tenaga kerja luar keluarga maupun tenaga kerja dalam kelurga. Penambahan
tersebut dilakukan karena peningkatan serangan hama pada tanaman padi, sehingga meningkatkan frekuensi penyemprotan hama yang dilakukan petani.
Penyemprotan hanya dilakukan 2 kali per masa tanam ketika cuaca normal akan tetapi, terjadi penambahan frekunsi menjadi 3 hingga 5 kali penyemprotan per
masa tanam pada saat terjadinya perubahan cuaca ekstrim. 3.
Penambahan Jenis Pestisida Sebesar 72.5 atau sebanyak 29 orang petani melakukan penambahan
kuantitas dan jenis obat-obatan pestisida dalam mengatasi peningkatan serangan OPT pada saat terjadinya cuaca ekstrim. Hama yang banyak meyerang
persawahan ketika musim tanam dengan curah hujan tinggi adalah hama ganjur selain itu, hama tikus dan keong juga meningkat pada kondisi area sawah yang
digenangi banyak air serta lembab.
Hama tanaman padi diatasi dengan cara meningkatkan penggunaan berbagai jenis obat pembasmi OPT. Sebagian besar petani di Desa Ciasmara menggunakan
Decis, Ripcord, Curacron, dan Rizotil untuk mengatasinya. 4.
Pengaturan Tata Air Peningkatan intensitas curah hujan dan panjangnya hari hujan menyebabkan
area persawahan di Desa Ciasmara mengalami kelebihan volume air yang menggenangi area. Petani melakukan pengaturan tata air sebagai bentuk
penyesuaian menghadapi perubahan cuaca. Petani mengontrol kelebihan air dengan cara mengalirinya ke saluran pembuangan disekitar pematang sawah.
Saluran tersebut dibuat dengan cara meninggikan tanah dibagian sisi-sisi petakan sawah atau yang biasa petani sebut sebagai galengan. Sebesar 65 atau sebanyak
26 orang petani memilih bentuk adaptasi tersebut untuk mengurangi kelebihan volume air yang menggenangi sawah akibat curah hujan yang tinggi.
5. Teknik Penanaman Jajar Legowo
Sebagian besar petani di Desa Ciasmara masih menerapkan pola penanaman dengan pola tanam tegel yaitu penanaman padi dengan jarak tanam 25cm x 25cm.
Salah satu penerapan pengendalian penyakit hama terpadu pada tanaman padi adalah penerapan pola tanam jajar legowo, yaitu menanam dengan jarak tanam
20cm x 40cm dan disetiap jarak terdapat satu baris dikosongkan. Teknik penanaman ini sangat bermanfaat dalam mengurangi dampak negatif
adanya perubahan cuaca ekstrim. Manfaat dari penerapan pola penanaman tersebut yaitu mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman karena sirkulasi
udara dan cahaya matahari bebas keluar masuk pada baris tanam yang dikosongkan, serta mempermudah proses pemupukan dan penyemprotan karena
baris tanam yang lurus dan teratur. Sebanyak 25 petani sudah menerapkan teknik penanaman dengan pola penanaman jajar legowo sebagai salah satu bentuk
adaptasi dalam menghadapi perubahan cuaca ekstrim sedangkan sisanya, sebesar 75 atau sebanyak 30 orang petani masih mempertahankan teknik penanam
sesuai kebiasan mereka yaitu pola penanaman tegel.
6. Menggeser Waktu Tanam
Dampak yang dihadapi petani ketika terjadi perubahan cuaca pada musim tanam padi adalah masa tanam padi pasca perubahan cuaca tersebut mengalami
pergeseran waktu tanam. Sebesar 35 atau sebanyak 14 orang petani melakukan penyesuaian menghadapi perubahan cuaca dengan cara tersebut. Lahan sawah
akan dibiarkan kosong bera atau diistirahatkan selama pergeseran waktu tanam yang dilakukan, hal tersebut berakibat pada hilangnya penerimaan tidak langsung
yang bisa petan peroleh dari manfaat lahan tersebut.
6.3.1 Biaya Adaptasi
Pilihan beberapa jenis adaptasi yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari sejumlah biaya baik langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan
dalam menghadapi perubahan cuaca. Biaya tersebut merupakan biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh petani untuk menghindari dampak negatif kerugian yang
lebih besar atas risiko kegagalan pertanian padi. Biaya langsung adalah biaya tunai yang dirasakan langsung pengeluarannya oleh petani seperti biaya
penyesuain ketika menambahkan benih, pestisida, tenaga kerja, biaya pengontrolan tata air, biaya ketika menerapkan pola tanam terpadu yaitu pola
penanaman jajar legowo. Biaya adaptasi tidak langsung adalah biaya yang dirasakan dampaknya secara tidak langsung, tidak dengan pengeluaran tunai
melainkan melalui penurunan hasil produksi, yang pada akhirnya menurunkan pendapatan petani. Adaptasi petani ketika menggeser waktu tanam tidak termasuk
dalam kategori pengeluaran biaya baik langsung ataupun tidak langsung, karena perubahan waktu tanam yang terjadi setelah kejadian cuaca ekstrim pada masa
tanam sebelumnya, dampak dari cuaca yang berkelanjutan membuat masa tanam selanjutnya menjadi bergeser. Biaya-biaya adaptasi yang dilakukan masing-
masing petani dapat dilihat pada Lampiran 9. Terjadi peningkatan serangan hama penyakit tanaman padi pada musim
tanam ke dua di tahun 2013 menyebabkan peningkatan biaya dalam penggunaan obat semprot. Biaya rata-rata adaptasi petani yang melakukan penambahan input
pestisida sebesar Rp.174 887 per hektar. Penambahan pestisida sebanding dengan penambahan frekuensi dalam kegiatan penyemprotan.