6. Menggeser Waktu Tanam
Dampak yang dihadapi petani ketika terjadi perubahan cuaca pada musim tanam padi adalah masa tanam padi pasca perubahan cuaca tersebut mengalami
pergeseran waktu tanam. Sebesar 35 atau sebanyak 14 orang petani melakukan penyesuaian menghadapi perubahan cuaca dengan cara tersebut. Lahan sawah
akan dibiarkan kosong bera atau diistirahatkan selama pergeseran waktu tanam yang dilakukan, hal tersebut berakibat pada hilangnya penerimaan tidak langsung
yang bisa petan peroleh dari manfaat lahan tersebut.
6.3.1 Biaya Adaptasi
Pilihan beberapa jenis adaptasi yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari sejumlah biaya baik langsung maupun tidak langsung yang dikeluarkan
dalam menghadapi perubahan cuaca. Biaya tersebut merupakan biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh petani untuk menghindari dampak negatif kerugian yang
lebih besar atas risiko kegagalan pertanian padi. Biaya langsung adalah biaya tunai yang dirasakan langsung pengeluarannya oleh petani seperti biaya
penyesuain ketika menambahkan benih, pestisida, tenaga kerja, biaya pengontrolan tata air, biaya ketika menerapkan pola tanam terpadu yaitu pola
penanaman jajar legowo. Biaya adaptasi tidak langsung adalah biaya yang dirasakan dampaknya secara tidak langsung, tidak dengan pengeluaran tunai
melainkan melalui penurunan hasil produksi, yang pada akhirnya menurunkan pendapatan petani. Adaptasi petani ketika menggeser waktu tanam tidak termasuk
dalam kategori pengeluaran biaya baik langsung ataupun tidak langsung, karena perubahan waktu tanam yang terjadi setelah kejadian cuaca ekstrim pada masa
tanam sebelumnya, dampak dari cuaca yang berkelanjutan membuat masa tanam selanjutnya menjadi bergeser. Biaya-biaya adaptasi yang dilakukan masing-
masing petani dapat dilihat pada Lampiran 9. Terjadi peningkatan serangan hama penyakit tanaman padi pada musim
tanam ke dua di tahun 2013 menyebabkan peningkatan biaya dalam penggunaan obat semprot. Biaya rata-rata adaptasi petani yang melakukan penambahan input
pestisida sebesar Rp.174 887 per hektar. Penambahan pestisida sebanding dengan penambahan frekuensi dalam kegiatan penyemprotan.
Penyemprotan hama penyakit tanaman dilakukan 3 hingga 5 kali per musim tanam ketika terjadi perubahan cuaca. Biaya penyemprotan adalah biaya
penggunaan tenaga kerja untuk menyemprot tanaman padi per Hari Orang Kerja HOK. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penambahan frekuensi
penyemprotan adalah sebanyak 6 HOK dengan upah per HOK di Desa Ciasmara sebesar Rp.25 000, sehingga biaya yang harus dikeluarkan petani untuk
melakukan adaptasi tersebut adalah sebesar Rp.150 000 per hektar. Penambahan benih dilakukan petani untuk mengurangi risiko benih
persemaian yang gagal tanam akibat serangan hama keong dan tikus. Rata-rata petani di Desa Ciasmara hanya menggunakan 25 hingga 30 kg benih per musim
tanam pada luas lahan persemaian 1 hektar. Tahun 2013 pada musim tanam ke dua terjadi peningkatan penggunaan benih padi sebanyak 7.3 kg per hektar.
Sebagian besar petani di Desa Ciasmara menggunakan benih varietas Ciherang. Biaya pembelian benih jenis Ciherang adalah sebesar Rp.11 000kg, sehingga
besarnya biaya yang dikeluarkan petani untuk melakukan adaptasi tersebut adalah sebesar Rp.80 404.
Pengaturan pengairan atau tata air dalam menjaga keseimbangan volume air pada lahan persawahan memperhitungan biaya untuk setiap penggunaan tenaga
kerja dalam kegiatan tersebut. Penggunaan tenaga kerja yang diperhitungkan adalah penggunaan rata-rata tenaga kerja untuk kegiatan pengairan pertanian,
yaitu sebanyak 0.48 HOK jumlah tenaga kerja untuk luas lahan 1 gedeng atau 1 600m
2
. Rata-rata penggunaan tenaga kerja tambahan untuk melakukan adaptasi tersebut adalah sebanyak 2.88 HOK per luas lahan 1 hektar, sehingga biaya
yang dikeluarkan dalam pengaturan tata air sebesar Rp.75 000. Penerapan teknik penanaman terpadu atau pola penanaman jajar legowo
memerlukan tambahan biaya dari penambahan input tenaga kerja yang digunakan saat melakukan penanaman, hal ini dikarenakan sebagian besar petani belum
terbiasa menerapkan teknik penanaman baru tersebut sehingga,diperlukan tambahan waktu penanaman yang lebih lama dibandingkan dengan penanaman
padi pada pola penanaman yang selama ini dipakai. Rata-rata penambahan biaya tenaga kerja sebanyak 2.7 HOK per hektar, sehingga terjadi biaya tambahan
yaitu sebesar Rp.134 500.
6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Petani dalam
Menghadapi Perubahan Cuaca
Model pendugaan dari faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya adaptasi merupakan model regresi berganda. Teknik regresi berganda digunakan
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dari biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam menghindari dampak negatif adanya
perubahan cuaca. Peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model yaitu, lamanya menempuh pendidikan formal Pd, jumlah tanggungan keluarga Jt, lamanya
pengalaman bertani Pb, dan luas lahan pertanian yang diusahakan Luas. Model diperoleh dari pengolahan data melalui Stastistical Product and Service Solutions
SPSS 16. Output hasil regresi linier berganda untuk proxy biaya adaptasi petani tersaji lengkap pada Tabel 15.
Tabel 15. Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Petani
Predictor Coef
SE Coef T
P Value VIF
Constant -65021.721
44453.497 -1.463
0.154 Pd
-1234.229 3864.942
-.319 0.752
1.103 Jt
2352.222 6378.423
0.369 0.715
1.082 Pb
1696.965 1061.811
1.598 0.120
1.054 Luas
59.622 4.279
13.934 0.000
1.027 R-Sq = 86
R-Sqadj = 85 DW = 2,318
Sumber : Data Primer diolah Keterangan :
= berpengaruh nyata pada α = 1 = berpengaruh nyata pada α = 15
Berdasarkan Tabel 15 di atas model statistik untuk menduga faktor-faktor
yang mempengaruhi biaya adaptasi petani dapat dikatakan layak dan memenuhi kriteria. Hal ini dapat dilihat bahwa R-sq adj dari model yaitu sebesar 0.85 yang
menyatakan bahwa variabel-variabel pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman bertani dan luas lahan yang diusahakan dapat menjelaskan keragaman
dari biaya adaptasi petani sebesar 85 dan sisanya sebesar 15 keragaman model dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Nilai p-value 0.000
menjelaskan bahwa secara umum variabel-variabel yang dianalisis berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap biaya adaptasi pada taraf
α 1. Model regresi linear berganda harus bersifat BLUE Best Linear Unbias Estimator.
Beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar bersifat BLUE adalah tidak terjadi multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, serta asumsi normalitas.
Tabel 16. Uji Asumsi pada Model Regresi
Uji Asumsi Hasil Uji
Keterangan
Uji Multikolinearitas Nilai Variance Inflation
Factors VIF yang terdapat pada model yang telah
diregresikan kurang dari sepuluh 10
Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terjadi
multikolinearitas, hal ini ditunjukkan pada
Lampiran 10
Uji Heterokedastisitas Melihat grafik scatterplots
dan menggunakan uji gletser. Berdasarkan hasil uji gletser
semua variabel bebas memiliki nilai signifikansi
sig lebih besar dari alpha 1
Grafik scatterplots yang dihasilkan menunjukkan
titik-titik menyebar secara acak dan tersebar di atas
maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Model
tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas, hal ini
ditunjukkan pada Lampiran 10
Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi didasarkan
pada uji Durbin-Watson DW, nilai DW yang
menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi berada
di antara 1.55 dan 2.46 Hasil pengolahan data
mendapatkan nilai DW sebesar 2.318, dapat
disimpulkan model regresi tidak terjadi masalah
autokorelasi, Hal ini ditunjukkan pada
Lampiran 10
Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Penelitian ini menghasilkan nilai Kolmogorov
–Smirnov KS alpha 0,01 1
Nilai Asymp. Sig 2-tailed 0,122 lebih besar dari 1
yang berarti distribusi data dinyatakan memenuhi
asumsi normalitas.
Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat dilihat bahwa pemenuhan asumsi-asumsi
regresi linear berganda sudah lulus uji dan dapat dikatakan model dalam penelitian ini layak. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah:
Biaya = - 65021.721 - 1234.229Pd + 2352.222 Jt + 1696.965 Pb + 59.622 Luas.
Tanda koefisien variabel negatif memiliki arti pengaruh dari peubah bebas tersebut bersifat berbanding terbalik, yaitu peningkatan peubah tersebut akan
menurunkan biaya adaptasi sedangkan, tanda koefisien positif memiliki arti sebaliknya, yaitu peningkatan peubah bebas tersebut juga akan meningkatkan
biaya adaptasi. Hasil estimasi model regresi menunjukkan bahwa terdapat variabel yang signifikan dan variabel yang tidak signifikan dalam mempengaruhi biaya
adaptasi petani.
6.4.1 Variabel yang Signifikan
Berdasarkan hasil pengujian dalam model, terdapat dua variabel yang signifikan, yaitu pengalaman bertani dan luas lahan. Variabel pengalaman bertani
signifikan secara statistik pada taraf kesalahan 15, hal ini dapat dilihat dari nilai P value pengalaman bertani sebagai variabel bebas dari biaya adaptasi sebesar
0.120. Nilai koefisien dari pengalaman bertani sebesar 1 696, yang berarti bahwa setiap tambahan satu tahun lama bertani, peluang petani untuk meningkatkan
biaya dalam beradaptasi menghadapi perubahan cuaca sebesar Rp1 696 Cateris Paribus. Variabel lama bertani bernilai positif artinya semakin lama seorang
petani bekerja pada bidang usahatani padi maka peluang petani untuk melakukan peningkatan biaya dalam beradaptasi menghadapi perubahan cuaca ekstrim
semakin besar. Petani yang lebih lama bertani pasti akan memiliki pengalaman yang banyak, dan akan lebih memiliki banyak pilihan adaptasi yang dilakukan
ketika perubahan cuaca terjadi dibandingkan dengan petani yang belum lama pengalaman bertaninya.
Umumnya, petani di Desa Ciasmara telah memiliki pengalaman usahatani lebih dari 10 tahun, sehingga sebagian besar petani tersebut lebih bisa melakukan
dan mengamati perkembangan usahataninya dari waktu ke waktu. Sebagian besar petani lebih memilih untuk beradaptasi dengan meningkatkan penggunaan input
baik input benih, obat semprot atau pestisida dan juga penggunaan tenaga kerja.
Adaptasi yang dilakukan tersebut pada akhirnya mengharuskan petani untuk meningkatkan pengeluaran biaya dalam usahatani, yaitu berupa biaya adaptasi.
Variabel luas lahan signifikan secara statistik pada taraf kesalahan 1, hal ini dapat dilihat dari nilai P value luas lahan sebagai variabel bebas dari biaya
adaptasi sebesar 0.000. Nilai koefisien dari luas lahan sebesar 59.622, yang berarti bahwa setiap tambahan satu meter persegi luas lahan yang digunakan, maka akan
meningkatkan biaya dalam beradaptasi menghadapi perubahan cuaca sebesar Rp59.622 Cateris Paribus. Variabel luas lahan bernilai positif artinya semakin
luas lahan yang digunakan petani untuk usahatani padinya, maka peluang petani untuk melakukan peningkatan biaya dalam penyesuaian menghadapi perubahan
cuaca semakin besar. Semakin luas lahan yang digunakan dalam usahatani, maka risiko kegagalan hasil produksi padi akan semakin besar apabila tidak disertai
adaptasi dalam menghadapi perubahan cuaca yang terjadi .
6.4.2 Variabel yang Tidak Signifikan
Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel lama menempuh pendidikan Pd, dan jumlah tanggungan keluarga Jt.
Variabel lama menempuh pendidikan tidak signifikan karena memiliki nilai P value lebih besar dibandingkan dengan batas taraf kesalahan 5 yaitu sebesar
0.752, sehingga pengaruh pendidikan petani dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapang bahwa sebagian besar petani memiliki tingkat
pendidikan yang homogen. Sebanyak 70 petani pernah menempuh pendidikan formal hanya selama 6 tahun atau setingkat pendidikan dasar, sehingga tingkat
pendidikan tidak bisa menggambarkan besarnya biaya yang dikeluarkan petani dalam melakukan adaptasi mengahadapi perubahan cuaca yang terjadi. Jumlah
tanggungan keluarga Jt tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P value 0.715, karena nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan batas taraf
kesalahan 5, sehingga pengaruh jumlah tanggungan dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapang, bahwa tidak ada
kecenderungan jumlah tanggungan keluarga tertentu baik pada petani yang mengeluarkan biaya adaptasi tinggi dengan petani yang mengeluarkan biaya
adaptasi rendah.
6.5 Dampak Perubahan Cuaca terhadap Pendapatan Usahatani Padi
Penerimaan usahatani padi merupakan jumlah output usahatani dikalikan dengan harga jual yang berlaku. Harga jual Gabah Kering Panen GKP ditingkat
petani sebesar Rp.3 500kg. Produksi GKP di Desa Ciasmara pada masa tanam Agustus tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan dengan produksi pada
masa tanam padi tahun 2012. Rata-rata penurunan produksi padi yang terjadi sebesar 37 atau sebanyak 2 094 tonhaMT, akibat penurunan produksi yang
terjadi tersebut petani menerima dampak tidak langsung berupa penurunan penerimaan usahatani mereka. Perubahan penerimaan rata-rata usahatani padi
ketika terjadi perubahan cuaca disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Selisih Penerimaan Rata-Rata Usahatani padi di Desa Ciasmara per Masa Tanam Bulan Agustus MT II Tahun 2012 -2013
Keterangan Nilai per musim tanam Rpha
Selisih RphaMT
MT II Bulan Agustus 2012
MT II Bulan Agustus 2013
Penerimaan 19 313 000
12 425 000 6 888 000
Sumber : Data Primer diolah
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa penerimaan petani dari hasil usahatani padi pada tahun 2012 sebesar Rp.19 313 000haMT, sedangkan pada
tahun 2013 pada masa tanam yang sama penerimaan petani hanya sebesar Rp.12 425 000haMT, akibatnya penerimaan petani mengalami penurunan
dengan selisih sebesar Rp.6 888 000haMT.
Tabel 18. Selisih Total Biaya Rata-Rata Usahatani padi di Desa Ciasmara per Masa Tanam Bulan Agustus MT II Tahun 2012 -2013
Keterangan Nilai per musim tanam Rpha
Selisih RphaMT
MT II Agustus 2012
MT II Agustus 2013
Biaya Tunai 5 413 880
5 680 836 266 956
Biaya Diperhitungkan 7 630 023
7 709 280 79 257
Total Biaya 13 043 903
13 390 116 346 213
Sumber : Data Primer diolah