Analisis Usahatani penangkaran benih padi dan padi konsumsi (Studi kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor).

(1)

ANALISIS USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI DAN

PADI KONSUMSI

(Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

DEWI NURSYAMSIAH H34104065

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI DAN PADI KONSUMSI

(Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan)

Dewi Nursyamsiah 1) dan Ratna Winandi 2) 1)

Mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104028 2)

Dosen Pembimbing,

ABSTRAC

The Gunung Sari village is one of village located in the district Pamijahan is one of the centers of rice seed in Bogor regency each season seed paddy did not continue as the other districts are not doing the rice seed each season. Sari was a mountain village in terms of the topography of the land suitable for the cultivation of rice and rice seed. Sub Pamijahan experienced production is not conformity with the sales, unsold seed presence in the District Pamijahan will cause farmers' income breeders become smaller because the price at the farmers received seeds and rice farmers will be higher consumption of rice farmers seeds so farmers are so breeders will tend moved back into the consumption of rice farmers. The results obtained seed farming more profitable with the consumption of rice farming. Keywords: revenue, earnings and balance ratio receiving a cost


(3)

RINGKASAN

DEWI NURSYAMSIAH, Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi

dan Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan RATNA WINANDI).

Pertanian mempunyai nilai yang strategis dalam perekonomian Indonesia, karena pertanian merupakan sektor yang menghasilkan kebutuhan paling esensial yaitu bahan pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang paling mendasar. Kebutuhan pangan akan terus meningkat seiring peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Untuk mengimbangi laju pertumbuhan tersebut harus adanya peningkatan produksi padi nasional. Produksi padi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Salah satu pendukung peningkatan produksi padi nasional tentunya tidak terlepas dari semakin meningkatnya penggunaan benih bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia.

Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang memproduksi benih paling tinggi diantara Propinsi yang lain. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang memproduksi benih padi secara mandiri, namun di Kabupaten Bogor terdapat permasalahan yaitu supply dan demand benih yang tidak stabil dan produktivitas benih padi yang rendah jika dibandingkan dengan produktivitas benih padi di Kabupaten Karawang. Kecamatan yang paling menonjol di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Pamijahan yang produktivitas benihnya paling tinggi, tetapi permasalahan yang dihadapi yaitu benih tidak terjual semuanya sebagai benih, namun ada sebagian produksi benih dijual sebagai padi konsumsi. Hal ini menyebabkan pertimbangan dari petani penangkar benih padi beralih kembali menjadi petani padi konsumsi, karena petani penangkar benih berpendapat bahwa pendapatan yang diterima dari usahatani benih padi tidak jauh berbeda dengan usahatani petani padi konsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan masih menguntungkan, dan bagaimana perbandingan pendapatan usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan. Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang usahatani pembenihan padi dan usahatani padi konsumsi di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan.

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Responden yang diambil empat orang dari petani penangkar benih padi dan tiga puluh orang diambil dari petani padi konsumsi. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan petani dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan langsung serta data sekunder melalui penelusuran pustaka ataupun literatur. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan Microscoft Excel 2010 yaitu mengenai penerimaan, biaya, pendapatan serta perbandingan penerimaan dengan biaya.


(4)

Berdasarkan perhitungan pendapatan kedua usahatani dari petani penangkar benih padi dan petani padi konsumsi menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran serta nilai R/C ratio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai dan total petani penangkar benih padi adalah Rp 8.764.446,98 dan Rp 6.705.038,48, sedangkan untuk petani padi konsumsi adalah Rp 8.645.182,93 dan Rp 5.426.047,33. Selain itu nilai R/C ratio atas biaya tunai dan biaya total petani penangkar adalah 1,94 dan 1,56 sedangkan untuk petani padi konsumsi adalah 1,90 dan 1,42. Hal tersebut menandakan bahwa kedua usahatani penangkar benih padi dan padi konsumsi dapat dikatakan menguntungkan karena dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.

Saran yang dapat diberikan untuk usahatani penangkar benih padi dan padi konsumsi antara lain: 1) Petani penangkar sebaiknya mempertahankan usahatani benih padi untuk dibudidayakan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga pasokan benih lokal serta memudahan petani padi konsumsi untuk mendapatkan benih yang berkualitas, 2) Pelatihan yang rutin dari pemerintah untuk meningkatkan kemampuan petani dalam budidaya benih padi dan meningkatkan hasil produktivitas benih, karena produktivitas benih padi masih di bawah produktivitas padi konsumsi, 3) Jaminan dari pemerintah agar dapat menampung produksi petani penangkar benih, serta penangkar benih padi dapat menjual semua produksinya sebagai benih padi tetapi tidak sebagai padi konsumsi.


(5)

ANALISIS USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI DAN

PADI KONSUMSI

(Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan

Kabupaten Bogor)

DEWI NURSYAMSIAH H34104065

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi dan Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor).

Nama : Dewi Nursyamsiah

NRP : H34104065

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

NIP : 19530718 197803 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP : 19580908 198403 1 002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Usahatani Penangkaran Benih Padi dan Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa

Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Dewi Nursyamsiah H34104065


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 30 September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Watma dan Ibu Yayah Rokayah.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri Cinangsi pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Tanjungkerta dan lulus pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sumedang , Jawa Barat dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Padjadjaran pada Program D-III Studi Manjemen Agribisnis Fakultas Pertanian. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan UKM khususnya dalam bidang olah raga yaitu pada bidang olah raga Tenis Meja, Bola volley dan Bulu tangkis. Setiap tahun selalu mengikuti kejuaraan cabang Tenis Meja dari tahun 2007 – 2012 tingkat nasional sebagai wakil dari Universitas.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kasih, sayang dan rahmat dan hidayah-NYA yang tiada habisnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani

Penangkaran Benih Padi dan Usahatani Padi Konsumsi di Desa Gunung Sari

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan usahatani antara penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi yang dilakukan oleh petani di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan karena saat ini perlu adanya kemandirian dari petani lokal untuk melakukan penangkaran benih secara mandiri sehingga benih lokal bisa di produksi oleh para petani penangkar padi mandiri yang bekerjasama dengan kelompok tani bukan hanya diproduksi oleh perusahaan besar demi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat banyak kekurangan karna keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, segala masukan adalah sesuatu yang sangat berharga untuk penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Dewi Nursyamsiah H34104065


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai suatu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, doa yang tidak pernah berhenti, dan kasih sayang yang tak henti-hentinya yang telah diberikan. Semoga ini bisa menjadi salah satu kebanggan yang bisa penulis capai.

2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua departemen agribisnis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di fakultas ekonomi dan manajemen, program studi manajemen agribisnis, IPB

3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,

waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Suharno, MADev selaku dosen evaluator atas masukannya yang telah diberikan di dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Netty Tinaprilia, MSi selaku dosen penguji atas masukan yang telah diberikan didalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini.

6. Rahmat Yanuar, Sp, MSi selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya kepada penulis di dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh staff dosen pengajar yang telah memberikan materi pembelajaran yang selama ini penulis peroleh.

8. Adang Wahyudin , Sp yang telah memberikan banyak bantuan, kesempatan, arahan, dan bimbingan kepada penulis di dalam melakukan penelitian ini. 9. Seluruh Staff sekretariat manajemen agribisnis yang telah membantu dan

memberikan kemudahan kepada penulis selama menjalani kuliah dan penyusunan skripsi ini.

10.Kepada empat sekawan, Astri widiyawati utami, Aryanti Ramadhan, Dewi mulyawati dan semua teman satu kosan yang telah banyak melalui waktu bersama berjuang bersama sampai mencapai tahap sekarang.


(11)

11.Seluruh teman mahasiswa ekstensi agribisnis yang telah memberikan dukungan dan bantuannya baik secara moril dan materiil kepada penulis didalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Dewi Nursyamsiah H34104065


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Benih ... 11

2.1.1. Pengertian ... 11

2.1.2. Kelas-kelas Benih ... 11

2.2. Karakteristik Tanaman Padi varietas Ciherang ... 12

2.3. Perbedaan Antara Benih Padi dan Padi ntuk Konsumsi ... 13

2.4. Tinjauan Terdahulu Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani benih padi. ... 14

2.5. Penelitian Mengenai Perbandingan Efisiensi Pendapatan Usahatani Padi ... 15

2.6. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ... 17

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1. Penangkaran Benih ... 18

3.1.2. Sistem Perbenihan ... 19

3.1.3 Konsep Usahatani ... 21

3.1.4. Penerimaan Usahatani ... 24

3.1.5. Pengeluaran Usahatani ... 25

3.1.6. Konsep Pendapatan. ... 26

3.1.7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ... 27

3.2. Kerangka Operasional ... 28

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 30

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 30

4.3. Data dan Sumber Data ... 30

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Metode Analisis Data ... 31


(13)

4.7. Biaya Usahatani ... 32

4.7.1. Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 32

4.7.2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ... 32

4.7.3. Total Biaya (Total Cost) ... 33

4.7.4. Biaya Tunai ... 33

4.7.5. Biaya Diperhitungkan ... 33

4.8. Pendapatan Usahatani ... 34

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 36

5.1. Gambaran Umum Desa Gunung Sari ... 36

5.1.1. Karakteristik Wilayah ... 36

5.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ... 37

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

6.1. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih dan Petani Padi 39

6.1.1. Umur Petani ... 39

6.1.2. Pendidikan ... 40

6.1.3. Jumlah Tanggungan ... 40

6.1.4. Status Kepemilikan Lahan ... 41

6.1.5. Luas Lahan Garapan ... 42

6.1.6. Status Usahatani ... 43

6.1.7. Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih dan Petani Padi ... 43

6.1.8. Biaya Pemeriksaan lapang ... 44

6.2. Teknik Produksi Benih Bersetifikat... 44

6.3. Analisis Usahatani ... 50

6.3.1. Penerimaan Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi ... 50

6.3.2. Analisis Biaya Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi ... 53

6.3.3. Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi ... 64

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun

2005-2011………. 1

2. Perkembangan Padi dilihat dari Luas Lahan, Produksi, Konsumsi

Produktivitas 2008-2011………...

2

3. Data Total Produksi Benih Sebar Padi Kebutuhan Benih Padi

Potensial dan Produktivitas di Indonesia 2007-2011……….

2

4. Produksi Benih Padi Kelas Benih Sebar di Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Tahun 2007-2009…... 3

5. Produksi dan Produktivitas Benih Padi dan Padi di Kabupaten Bogor

Tahun 2009-2010 ………... 4 6. Data Benih Sebar Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor dari Luas

Lahan dan Jumlah Produksi Tahun 2010 ………...

6 7. Data Penjualan Benih Sebar dan penggunaan Antar Kecamatan di

Kabupaten Bogor 2011 ………...

6

8. Kelompok Tani di Desa Gunung Sari ……… 8

9. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang ……… 13

10. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi

Berdasarkan Umur di Desa Gunung Sarikecamatan Pamijahan ………

39 11. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi

Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ………...

41 12. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi

Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Gunung Sari

Kecamatan Pamijahan ………...

41 13. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi

Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ………...

42 14. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi

Berdasarkan Status Usahatani di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ………...

43 15. Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual dan konsumsi

Rumah Tangga Petani Penangkar Benih ………

50

16. Produktivitas, Harga dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani

Penangkaran Benih Padi di Desa Gunung Sari


(15)

17. Produktivitas, Harga dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Padi Konsumsi di Desa Gunung Sari Periode Agustus-November

2012………... 52

18. Biaya Input Produksi Usahatani Penangkaran Benih Padi ……… 53

19. Biaya Tenaga Kerja Dari Petani Penangkar Benih Padi dari Luas Lahan 0,825 Ha ………...

54 20. Biaya Tenaga Kerja dari Petani Padi Konsumsi dari Luas Lahan 0,469

ha.………... 56 21. Pembagian Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Tenaga Kerja Luar

Keluarga Penangkar Benih padi dan Padi Konsumsi...

58 22. Biaya Rata-rata Usahatani Penangkaran Benih Padi Satu Musim

Tanam per Hektar Usahatani di Desa Gunung Sari Agustus 2012-November 2012………...

59 23. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Satu Musim Tanam yang

Dikonversikan ke dalam Satu Hektar Usahatani di Desa Gunung Sari

Agustus 2012-November 2012………...

60 24. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani Padi

Sehat di Desa Gunung Sari Periode Tanam Agustus -November 2012………...

64 25 Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani

penangkar benih padi dan petani padi Satu Musim Tanam per Hektar

di Desa Gunung Sari Tahun 2012………...


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Lahan, Produtivitas dan Produksi Kabupaten Bogor 2010. 73

2. Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual dan

konsumsi Rumah Tangga Petani Padi Konsumsi……… 74

3. Biaya Input-input Produksi Usahatani Petani Padi Konsumsi


(18)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan bidang usaha yang akan tetap bertahan dengan guncangan krisis global karena pertanian menjadi sebuah solusi disaat bidang perekonomian lain mengalami kemunduran. Pertanian mempunyai nilai yang strategis dalam perekonomian Indonesia, karena pertanian merupakan sektor yang menghasilkan kebutuhan paling esensial yaitu bahan pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi penduduk yang semakin meningkat dengan seiringnya pertumbuhan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia 2005-2011

Tahun Penduduk (Jiwa) Persentase pertumbuhan

per tahun (%)

2005 219.850.000 -

2006 222.735.400 1,29

2007 225.590.000 1,26

2008 228.454.500 1,25

2009 231.294.200 1,23

2010 237.556.363 2,63

2011* 241.095.953 1,47

Sumber : BPS, 2011

Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,2 persen per tahun. Peningkatan pertumbuhan penduduk paling tinggi yaitu dari tahun 2009 ke tahun 2010 bertambah sebesar 2,63 persen dengan kenaikan jumlah penduduk sebanyak 626.2163 jiwa. Hal ini berdampak pada permintaan pangan yang semakin bertambah, oleh karena itu peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi pangan. Dengan dilakukan peningkatan jumlah produksi padi secara nasional maka dapat tercapai keseimbangan antara permintaan dan produksi padi. Peningkatan dalam produksi padi dapat dilihat dari Tabel 2.


(19)

Tabel 2. Perkembangan dan Konsumsi Padi pada Tahun 2008-2011.

Tahun Luas lahan (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Kw/Ha)

Kebutuhan Konsumsi

(Ton)

2006 11.786.430 54.454.937 46,20 54.489.189

2007 12.147.637 57.157.435 47,05 53.491.169

2008 12.327.425 60.325.925 48,94 59.692.175

2009 12.883.567 64.398.890 49,99 60.454.405

2010 13.253.450 66.496.394 50,15 62.844.046

2011 13.224.397 65.386.183 49,44 63.803.392

Sumber : BPS, diolah (2012)

Keterangan : Gabah Merupakan Gabah Kering Giling

Berdasarkan Tabel 2, terjadi peningkatan luas dan produksi setiap tahunnya, pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan luas lahan sebesar 369.883 ha, dan peningkatan produksi sebesar 2.097.504 ton. Pada tahun 2010-2011 terjadi penurunan luas lahan sebesar 29.053 ha dan penurunan produksi sebesar 1.110.211, walaupun demikian produksi pada tahun 2011 sebesar 65.386.183 ton dapat memenuhi kebutuhan konsumsi yaitu sebesar 63.803.392. Tetapi pada kenyataanya pemerintah masih harus mengimpor padi yaitu pada tahun 2011 sebanyak 687.581 ton (BPS 2011).

Salah satu faktor pendukung dari peningkatan produksi adalah dengan penggunaan benih padi unggul bersertifikat yang digunakan oleh petani berupa benih sebar. Benih sebar merupakan benih yang akan dibudidayakan kembali oleh petani menjadi padi yang dapat langsung di konsumsi. Data produksi dan kebutuhan benih sebar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Total Produksi Benih Sebar Padi Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Produktivitas di Indonesia 2007-2011

Tahun Total Produksi Benih (Ton) Kebutuhan Benih Potensial (Ton)

2007 173.658 312.735

2008 181.400 360.000

2009 185.777 328.531

2010 193.890 331.707

2011 188.759 335.664

Sumber : Direktorat Pembenihan 2011

Berdasarkan Tabel 3, total produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan benih setiap tahunnya dikarenakan produksi lebih rendah dari kebutuhan, namun


(20)

volume produksi benih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana total benih paling tinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 193.890 ton, akan tetapi produksi benih pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 2,6 persen. Volume produksi benih padi bersertifikat di produksi oleh pihak BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta. Produksi benih padi ini di produksi oleh dua BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yaitu PT Sang Hyang Sri dan Pertani. Produksi dari dua BUMN ini mencapai 48 persen dari kebutuhan benih nasional dan sisanya 52 persen merupakan produksi swasta dan produsen atau penangkar perorangan (Kementan 2011).

Penangkaran benih yang dilakukan oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) dan Pertani (Persero) telah memiliki fasilitas dalam memproduksi benih padi dengan kapasitas produksi benih padi 25.000 ton benih per tahun. Kedua produsen benih ini memiliki pengolahan benih yang modern serta sarana penunjang seperti jaringan bisnis yang tersebar di seluruh provinsi.

Sentra benih padi kelas benih sebar terdapat di Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi paling besar memproduksi benih sebar diantara provinsi lainnya. Benih sebar ini merupakan benih yang akan dijual kepada petani untuk kemudian dibudidayakan dan dijadikan padi konsumsi. Data produksi benih sebar dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Benih Padi Kelas Benih Sebar di Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Tahun 2007-2009

(Ton)

Sumber : Direktorat Pembenihan 2011

Tahun Jawa barat Jawa tengah Jawa timur Sulawesi selatan

2007 34.320 25.373 13.917 18.658

2008 37.466 27.540 24.078 14.863


(21)

Berdasarkan Tabel 4, produksi benih padi kelas benih sebar di Indonesia yang paling besar yaitu Provinsi Jawa Barat, jika dibandingkan dengan provinsi lain. Jumlah produksi yang dihasilkanpada tahun 2008 yang sebesar 37.466 ton kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 24 persen menjadi 49.584 ton.

Salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang memproduksi benih padi secara mandiri. Penangkar benih di Kabupaten Bogor telah terdaftar di Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Kendala yang terjadi di Kabupaten Bogor adalah penangkar benih padi tidak setiap tahun memproduksi benih padi karena beralih ke usahatani padi untuk dikonsumsi. Hal ini mengakibatkan pasokan benih padi lokal bersertifikat pun terus berkurang. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kekurangan benih padi ini yaitu dengan adanya bantuan dari pemerintah seperti program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dan SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Data dari jumlah benih sebar dan produksi padi yang diproduksi di Kabupaten Bogor dapat diihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Benih Padi dan Padi di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2010

Tahun

Produksi Benih Padi

(ton)

Kebutuhan benih padi

(ton)

Produktivitas Benih Padi

(ton/ha)

Produktivitas Padi (ton/ha)

2009 262,0 866,93 3,80 5,88

2010 157,5 1.208,03 3,75 6,07

Sumber : (Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011)

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa produksi dan produktivitas benih padi di Kabupaten Bogor mengalami menurun dari tahun 2009 ke tahun 2010. Produksi pada tahun 2009 sebesar 262 ton mengalami penurunan sebesar 39 persen menjadi 157,5 ton. Jika dibandingkan dengan produktivitas padi pada tahun 2009 sebesar yaitu 5,88 ton per ha, sedangkan produktivitas benih padi 3,80 ton. Pada tahun 2010 produktivitas sebesar 6,07 ton per ha, sedangkan produktivitas benih padi 3,75 ton per ha, maka dari hal tersebut terdapat gap yang jauh berbeda antara produktivitas petani penangkar benih padi dan petani padi konsumsi. Jika


(22)

dibandingkan pula dengan produktivitas benih di PT Sang Hyang Sri (PT SHS) yang penelitianya dilakukan oleh Maulana (2011) menunjukan bahwa produktivitas benih di PT SHS memiliki produktivitas rata-rata sebesar 5.425 kg per ha atau sebesar 5,4 ton per ha sedangkan produktivitas benih padi di Kabupaten Bogor sebesar 3,75 ton per ha. Hasil penelitian dari Yustiara (2011) yang melakukan penelitian di PT SHS produktivitas untuk petani mitra sebanyak 5.185,25 kg per ha dan untuk petani non mitra sebanyak 4.004,12 kg/ha. Kontribusi setiap Kecamatan dari Kabupaten Bogor dalam produksi benih padi dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Benih Sebar Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor dilihat dari Luas Lahan dan Jumlah Produksi tahun 2010

No Nama Kecamatan Luas Lahan

(m²)

Jumlah Produksi (kg)

Produktivitas (kg/ha)

1 Cibungbulang 60.000 18.000 3.000

2 Pamijahan 70.000 35.000 5.000

3 Cigombang 50.000 15.000 3.000

4 Jonggol 80.000 32.000 4.000

5 Cariu 20.000 8.500 2.300

6 Tajungsari 140.000 49.000 3.500

Sumber : Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2010, (data diolah)

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 Kecamatan Pamijahan merupakan Kecamatan yang produktivitasnya paling besar yaitu sebanyak 5.000 kg/ha. Kecamatan Pamijahan pun merupakan produksi kedua terbesar setelah Kecamatan Tanjungsari yaitu sebanyak 35.000 kg dari luas lahan sebanyak 70.000 m². Produktivitas Kecamatan Pamijahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata Kabupaten Bogor yaitu pada tahun 2010 sekitar 3.750 kg per ha.

1.2. Perumusan Masalah

Desa Gunung Sari merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan. Desa Gunung Sari merupakan salah satu daerah sentra pembenihan padi di Kabupaten Bogor. Desa Gunung Sari setiap musim melakukan penangkaran benih padi secara berkelanjutan, namun berbeda dengan desa lain yang tidak setiap musim melakukan budidaya benih padi. Desa Gunung Sari merupakan wilayah yang sesuai untuk melakukan kegiatan budidaya padi.


(23)

Varietas padi yang banyak dikembangkan yaitu ciherang karena varietas padi ini cocok dengan jenis tanah di daerah tersebut. Penangkaran di Desa Gunung Sari merupakan penangkaran mandiri yang bekerjasama dengan kelompok tani namun tidak bekerjasama dengan produsen benih besar seperti PT Sang Hyang Sri dan PT Pertani.1 Jika dilihat dari iklim dan cuaca, budidaya yang dilakukan di Desa Gunung Sari sangat cocok untuk membudidayakan benih padi, sehingga benih padi yang di tanam bisa tumbuh dengan baik. Hasil produksi dan penjualan benih padi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Penjualan Benih Sebar dan penggunaan Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor dilihat dari Luas Lahan dan Jumlah Produksi tahun 2010.

No

Nama Kecamatan

Jumlah Produksi (kg)

Pengguna Benih (kg)

Bantuan Benih Langsung

Benih yang tidak Terjual

1 Cibungbulang 18.000 87.025 6.750 -69.025

2 Pamijahan 35.000 24.000 18.125 11.000

3 Cigombang 15.000 17.500 3.750 -2.500

4 Jonggol 32.000 141.250 12.125 -109.250

5 Cariu 8.500 55.250 10.250 -46.750

6 Tajungsari 49.000 78.500 23.125 -29.500

Sumber : Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor, (diolah 2010)

Pada Tabel 7, dapat dilihat pada tahun 2010 produksi di Kecamatan Pamijahan lebih besar dibandingkan penjualan, sehingga terdapat benih padi yang tidak terjual. Produksi benih padi yang dihasilkan sebanyak 35.000 kg sedangkan benih yang terjual hanya 24.000 kg sehingga benih ada yang tidak terjual sebanyak 11.000 kg. Berbeda dengan Kecamatan lain, tidak ada benih padi yang tidak terjual bahkan masih kekurangan pasokan benih. Kecamatan yang kekurangan benih paling banyak adalah di Kecamatan Jonggol yaitu sebesar 109.200 kg. Harga yang diterima oleh petani penangkar benih padi sebesar Rp 3.400,00, namun karena adanya benih yang tidak terjual di Kecamatan Pamijahan menyebabkan petani penangkar benih padi beralih menjadi petani padi konsumsi dengan harga yang diterima sebesar Rp 3.230,00. Salah satu penyebab dari tidak terjualnya benih padi di Kecamatan Pamijahan ini karena adanya program

1


(24)

pemerintah yang memberikan benih gratis melalui program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dan SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Pada tahun 2010 BLBU dan SL-PTT memberikan bantuan benih untuk 225 ha atau sebanyak 18.125 kg. BLBU dan SL-PTT bersifat bantuan sehingga petani lebih cenderung untuk menggunakan benih padi hasil dari pemerintah dan menggunakan sisa hasil produksi dari pada menggunakan benih padi produksi lokal petani penangkar benih padi (Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011).

Untuk mengetahui pendapatan antara penangkar lebih menguntungkan atau tidak, akan dipilih secara sengaja sebagai pembanding yaitu petani padi konsumsi di Desa Gunung Sari terdapat enam kelompok. Responden yang dipilih yaitu di Kelompok Tani Purwa Sari dimana para petani ini telah mengikuti beberapa pelatihan mengenai budidaya padi yang dilakukan oleh penyuluh di daerah setempat. Jarak panensatu kelompok tani atau satu blok tanaman padi di Desa Gunung Sari mempunyai rentang waktu yang cukup jauh, sehingga untuk kemudahan dan keakuratan data di ambil sampel dari Kelompok Tani Purwa Sari yang sedang melakukan proses pemanenan, karena setelah panen petani masih mengingat jumlah produksi yang didapatkan. Daftar nama kelompok tani di Desa Gunung Sari dapat dilihat pada Tabel 8.


(25)

Tabel 8. Kelompok Tani di Desa Gunung Sari

No Nama Kelompok Tani Kemampuan kelompok tani Jumlah anggota

1 Sinar Asih Madya 25

2 Purwa Sari Utama 34

3 Jatnika Lanjut 25

4 Nagasari Madya 43

5 Sinarsari Madya 17

6 Sida Mukti Lanjut 31

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian dan Perikanan Kecamatan Pamijahan 2010

Pada Tabel 8, Kelompok Tani Purwa Sari merupakan kelompok tani yang memiliki kemampuan paling tinggi. Kelompok Tani Purwa Sari ini telah melakukan beberapa pelatihan dan memiliki kemampuan bertani yang mampu menyerap teknologi dengan baik. Salah satu dari petani tersebut telah dipercaya menjadi petani penangkar benih padi. Kelompok tani Purwa Sari merupakan Kelompok tani kedua yang memiliki anggota paling banyak setelah Kelompok Tani Naga Sari. Kelompok Tani Purwa Sari ini merupakan kelompok tani yang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian secara rutin, pelatihan dilakukan mulai

dari kegiatan penanaman sampai pemanenan yang dibimbing oleh penyuluh

setempat, sehingga kegiatan ini dapat meningkatkan produksi padi di daerah tersebut.

Proses penangkaran benih padi maupun padi konsumsi sangat dipengaruhi oleh alam yaitu pada musim kemarau dan hujan. Musim kemarau dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan yang mendatangkan banyak hama seperti tikus, keong mas, wereng coklat, kupu-kupu putih, walang sangit, dan penyakit yang sering menyebabkan kerugian yaitu penyakit padi seperti tungro dan kresek.

Pada penangkaran benih jika ada varietas lain yang hidup dalam varietas benih itu sendiri harus dilakukan pembersihan pada varietas tersebut agar kemurnian benih bisa terjaga. Hasil panen dari padi tidak bisa langsung dijadikan benih karena dalam proses pembenihan ada proses pembersihan benih (rouging). Proses ini dilakukan untuk menilai segi kemurnian benih agar tidak ada campuran kotoran dari bagian padi itu sendiri dan dari campuran varietas lain, sehingga


(26)

layak untuk disertifikasi dan dipasarkan. Proses lain dari pembenihan adalah perawatan, pengemasan yang memerlukan bahan yang bisa menjaga kadar air dari benih itu sendiri, serta penyimpanan. Penyimpanan ini nantinya akan menambah biaya produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan petani penangkar benih padi serta kwalitas benih padi itu sendiri. Sedangkan untuk petani padi konsumsi tidak ada perlakuan khusus untuk menjaga kualitas hasil panen. Hasil panen yang didapatkan langsung dapat dijual untuk dijadikan sebagai makanan, dari kedua perbedaan tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah:

1) Apakah usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di

Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan masih menguntungkan ?

2) Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Menganalisis usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan apakah masih menguntungkan.

2) Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani penangkaran benih padi

dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

1)Untuk pemerintah, diharapakan menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan dalam usahatani pembenihan padi sehingga bisa menambah minat para petani dalam memproduksi benih padi.

2) Bagi para peneliti, sebagai informasi dan bahan literatur untuk penelitian lebih lanjut.

3)Untuk mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.


(27)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang usahatani pembenihan padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwa Sari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan. Objek penelitian adalah semua petani yang melakukan penangkaran benih padi dan semua petani padi konsumsi yang tergabung di Kelompok Tani Purwa Sari Desa Gunung Sari.


(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Benih 2.1.1. Pengertian Benih

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4, Benih didefenisikan sebagai Benih tanaman, selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.

Definisi di atas jelas bahwa benih dapat diperoleh dari perkembangbiakan secara generatif maupun secara vegetatif, yang diproduksi untuk tujuan tertentu, yaitu mengembangbiakkan tanaman. Dengan pengertian ini maka kita dapat membedakan antara benih (agronomy seed / seed) dengan biji (grain) yang dipakai untuk konsumsi manusia (food steff) dan hewan (feed) (Kuswanto, 2003).

Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju (Sadjad, et al 1975). Beberapa keuntungan dari penggunaan benih bermutu, antara lain : a) menghemat penggunaan benih persatuan luas; b) respon terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya; c) produktivitas tinggi karena potensi hasil yang tinggi; d) mutu hasil akan terjamin baik melalui pasca panen yang baik; e) memiliki daya tahan terhadap hama dan penyakit, umur dan sifat-sifat lainnya jelas; dan f) waktu panennya lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak.

2.1.2. Kelas-kelas Benih

Benih yang memiliki mutu baik sangatlah diperlukan oleh petani maupun penangkar benih. Agar petani maupun penangkar benih tidak merasa dirugikan serta mereka memiliki jaminan kualitas atas benih yang digunakannya, maka anjuran menggunakan benih bersertifikat sangatlah penting. Bagi benih bersertifikat ditetapkan kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan mutunya, antara lain penetapannya sebagai berikut:


(29)

1. Benih Penjenis (BS)

Adalah benih yang diproduksi oleh dan di bawah pengawasan Pemulia Tanaman yang bersangkutan atau instansinya, dan harus merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar benih ini berlabel putih yang jika dikembangbiakan akan menjadi label ungu.

2. Benih Dasar (BD)

Merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis (BS) atau Benih Dasar yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan ketat, sehingga kemurnian varietas yang tinggi dapat dipelihara. Benih Dasar diproduksi oleh instansi atau Badan yang ditetapkan atau ditunjuk oleh Ketua Badan Benih Nasional, dan harus disertifikasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB.

3. Benih Pokok (BP)

Merupakan keturunan dari Benih Penjenis atau Benih Dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai Benih Pokok oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB. 4.Benih Sebar (BR)

Merupakan keturunan dari Benih Penjenis, Benih Dasar atau Benih Pokok, yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas dapat dipelihara, dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai Benih Sebar oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB. (Departemen Pertanian 2010)

2.2. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang

Varietas padi ciherang merupakan varietas yang banyak diminati oleh para petani. Varietas ciherang mempunyai beberapa keunggulan diantaranya sesuai dengan kedaan daerah dataran rendah sampai 500 m dpl, lebih tahan terhadap hama penyakit dibanding 1R64, produktivitas tinggi, mutu dan rasa nasi setara IR64, dan indeks glimik yang rendah. Adapun mengenai karakteristik Tanaman padi varietas ciherang dapat dilihat pada Tabel 9.


(30)

Tabel 9. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang

Uraian Keterangan

Golongan Padi Cere

Umur tanaman 116-125 hari setelah tanam

Bentuk tanaman Tegak

Tinggi tanaman 107-115 cm

Anakan produktif 14-17 batang

Bentuk gabah Panjang ramping

Warna gabah Kuning bersih

Kerontokan Sedang

Kerebahan Sedang

Tekstur nasi Pulen

Kadar amilosa 23%

Indeks Glikemik 54

Bobot 1000 butir 28 g

Rata-rata hasil 6,0 Ton/Ha

Potensi hasil 8,5 Ton/Ha

Ketahanan terhadap

Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3

Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV

Anjuran tanam Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai

500 m dpl

Dilepas tahun 2000

Sumber : Balitpa, 2009

2.3. Perbedaan Antara Benih Padi dan Padi untuk Konsumsi

Sadjad at al 1975 mendefinisikan benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk dan pengembangan usahatani , memiliki fungsi Agronomis atau merupakan komponen agronomi. Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu untuk perbanyakan tanaman. Hal ini berbeda fungsi dengan biji, dimana biji ditanam tidak untuk dikembangbiakan melainkan digunakan untuk bahan makanan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun untuk kerajinan. Benih diartikan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman bukan digunakan untuk konsumsi.

Usahatani penangkaran benih padi hampir sama dengan usahatani padi pada umumnya yang membedakan disini adalah adanya isolasi dari tanaman padi lain, adannya seleksi untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfoligisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya dan juga saat panen yang tepat adalah pada waktu biji masak fisiologis


(31)

atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Hal ini untuk menjaga kemurnian benih dan kwalitas benih agar tetap terjaga, sedangkan untuk padi konsumsi tidak perlu dilakukan isolasi jarak ataupun waktu untuk penyiangan hanya membersihkan gulma yang tumbuh sekitar tanaman padi.

2.4. Tinjauan Terdahulu Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani benih padi.

Penangkaran benih padi hampir sama tekniknya dengan budidaya padi untuk dikonsumsi, tetapi dalam budidaya benih ada proses sertifikasi dan rouging untuk penjaminan mutu benih sendiri. Penelitian pada penangkar benih padi secara wiraswata sendiri belum ditemukan karena produksi benih itu sendiri kebanyakan diproduksi oleh para produsen besar seperti perusahaan PT Pertani dan PT Sang Hyang Sri (SHS). Penelitian pada kedua perusahaan besar tersebut meneliti tentang aspek usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani pembenihan padi dan juga menganalisis tentang pendapatan usahatani pembenihan padi.

Penelitian mengenai pendapatan benih padi sendiri yaitu dilakukan oleh Maulana (2011), dan Yustiara (2011) yang dilakukan di PT Sang Hyang Sri (SHS) yang sama-sama memberikan kesimpulan yang menguntungkan untuk diusahakan karena R/C rationya lebih dari satu.

Maulana (2011) Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih Padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri)melakukan penelitian pada penangkar yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS membedakan pendapatan usahatani dengan luas lahan dimana membagi tiga macam yaitu luas lahan 1 ha, 1,1 Ha-1,5 Ha dan 1,6 Ha-2,0 Ha dimana hasilnya semua R/C rationya lebih dari satu R/C ratio yang paling kecil yaitu pada luas lahan 1,1 Ha-1,5 Ha karena pada luas lahan tersebut adanya penggunaan tenaga kerja yang terlalu berlebihan yaitu menggunakan sistem kerja borongan sehingga menyebabkan biaya menjadi lebih besar. Jadi dapat disimpulkan bahwa luas lahan akan mempengaruhi pendapatan dan penggunaan tenaga kerja yang berlebihan akan mempengaruhi tingkat pendapatan.

Yustiara (2011) membadingkan tingkat pendapatan petani yang bermitra dengan PT. SHS dan petani yang tidak bermitra bersama PT. SHS. Berdasarkan


(32)

hasil analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total, tingkat pendapatan petani mitra lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra baik dalam biaya tunai maupun biaya total. Hal ini disebabkan harga yang diterima oleh para petani mitra lebih tinggi dan stabil dan ada bantuan modal dari pihak PT SHS, sedangkan harga yang diterima oleh petani yang tidak bermitra lebih rendah jika dibandingkan dengan petani mitra. Jika dibadingkan dengan petani padi konvensional maka R/C ratio biaya tunai yang diperoleh petani padi konvensional (Rp 2,46) dan petani padi organik metode SRI (Rp 1,98) sedangkan petani penangkar benih baik penelitian Yustiara (2011) R/C rationya 1,22 dan Maulana (2011) R/C rationnya 1,32 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa petani padi konvensional lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usahatani penangkaran benih padi.

2.5. Penelitian Mengenai Pendapatan Usahatani Padi

Analisis pendapatan usahatani menunjukkan struktur biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang didapatkan/diperoleh dari usahatani yang di jalani oleh petani benih. Kelayakan usahatani bisa dilihat dari nilai imbangan atas biaya tunai dan biaya total. Usahatani layak atau bermanfaat jika R/C rationya lebih besar dari satu.

Permatasari (2009) Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Peranan Kelembagaan Petani pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor) yaitu menganalisis tentang usahatani padi sehat dan membedakan ke dalam empat status kepemilikan lahan. Keempat status kepemilikan lahan masih mengutungkan karena R/C rationya lebih dari satu dimana untuk hak milik R/C rationya 2,1, sewa 1,62, sakap 1,09 dan gadai 2,23. Jika R/C ratio dibandingkan dengan usahatani padi konvensional pendapatan petani padi sehat lebih kecil jika dibandingkan dengan padi konvensional yaitu pada penelitian Rachmiyanti (2009) R/C rationya 2,46.

Gultom (2011) Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat) R/C ratio mengenai usahatani padi menunjukan bahwa usahatani padi yang dilakukan menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C Ratio


(33)

yang lebih besar dari satu. Untuk R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total juga menunjukkan hal yang sama, yakni sebesar 2,10 dan 1,22.

Rachmiyanti (2009), melakukan penelitian mengenai analisis

perbandingan usahatani padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Rachmiyanti ini adalah menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani, dari usahatani non organik menjadi usatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis pendapatan, dan imbangan dari penerimaan dan biaya (R/C rasio). Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Hasil dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI (Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional (Rp 2,46).

Poetryani (2011) usahatani padi organik lebih efisien dari segi biaya dan pendapatan. Hal tersebut terlihat dari R/C rasio atas biaya total usahatani padi organik adalah sebesar 5,87 R/C rasio atas biaya total usahatani padi anorganik sebesar 3,43. R/C rasio tunai usahatani organik adalah sebesar 5,96 dan rasio R/C atas biaya tunai usahatani anorganik adalah 3,47. Jika ditarik kesimpulan dari semua perbadingan usahatani maka usahatani padi organik yang dilakukan oleh Poetryani (2011) yang paling menguntungkan karena R/C rationya paling besar jika dibandingkan dengan petani padi konsumsi (Konvensional) dan petani penangkar benih padi.

2.6. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian terdahulu banyak membandingkan antara perbandingan usahatani padi dengan menggunakan sistem organik dan non organik. Pertanian organik memiliki R/C ratio yang paling besar karena hal ini disebabkan harga yang didapatkan dari pertanian organik lebih besar dari pada pertanian non organik, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani yang menggunakan


(34)

sistem usahatani organik lebih besar dan efisiensi pertanian organik lebih efisien jika dibandingkan dengan pertanian organik. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan Maulana (2011), Yustiara (2011), Anten (2009), Gultom(2011), Poetryani (2011), Basuki (2008), dan Rachmiyanti (2009) yaitu dalam menganalisis pendapatan yang didapatkan oleh para petani. Persamaan secara umum adalah terdapat kesamaan dalam menganlisis gambaran umum tempat penelitian, dan karakteristik respoden. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada komoditas yang akan diteliti yaitu membandingan usahatani penangkaran benih padi dengan usahatani konsumsi. Proses budidaya antara penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi tidak terlalu banyak perbedaan yaitu setelah proses panen, dimana untuk benih padi harus dilakukan beberapa proses yaitu proses pembersihan, perawatan, pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian benih. Proses tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas benih itu sendiri, karena benih padi merupakan padi yang akan di budidayakan lagi, sedangkan padi konsumsi untuk konsumsi hasil produksi dapat langsung dijual dan dapat dikonsumsi.


(35)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis skripsi ini yaitu meliputi konsep penangkaran benih, sistem perbenihan, penerimaan, biaya, pendapatan usahatani, dan ratio penerimaan dengan biaya.

3.1.1. Penangkaran Benih

Penangkaran benih merupakan upaya untuk menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar yang akan digunakan untuk menghasilkan tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar) maka benih sumbernya haruslah benih pada kelas BS ( benih penjenis). Untuk memproduksi kelas benih BP (benih pokok), maka sumbernya berasal dari benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR (benih sebar) benih sumbernya berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis. (Departemen Pertanian 2010)

Pada dasarnya budidaya penangkaran benih hampir sama dengan budidaya padi pada umumnya yang membedakan disini adalah adanya seleksi atau rouging. Salah satu benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetika yang tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan dengan rouging yang benar dan dimulai dari fase vegetative sampai akhir pertanaman. Rouging dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfoliogisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.

Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji masak fisiologis atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih bisa tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila pertanaman telah lulus dari pemerikasaan lapangan, masalah mutu benih padi setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dapat dipanen apabila sudah dinyatakan lulus oleh Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih


(36)

(BPSB). Sebelum panen dilakukan semua malai dari kegiatan rouging harus dikeluarkan dari areal yang akan di panen. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya calon benih dan sisa rouging. (Direktorat Pembenihan 2010)

3.1.2. Sistem Perbenihan

Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas benihnya Kartasapoetra (1992). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani serta kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih.

Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu tepat jenis/varietas, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalamjangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai


(37)

benih-benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi I benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya:

a. Pengembangan varietas b. Evaluasi dan pelepasan benih c. Usaha produksi benih

d. Pemungutan hasil

e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya

f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan (grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas, mempertahankan daya tumbuhnya

g. Pengujian kualitas

h. Penyimpanan dan pengemasan i. Sertifikasi benih

j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan) k. Distribusi benih (pemasaran)

Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan. Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 . Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006. Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi.


(38)

3.1.3. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani menurut Soekartawi et al (1986) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al 1986).

Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa ada dua pola usahatani yang sangat pokok yaitu pola usahatani lahan basah dan lahan kering. Sedangkan bentuk usahatani terdapat tiga jenis yang menunjukkan bagaimana suatu kondisi diusahakan yaitu : (1) bentuk khusus dimana petani hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) bentuk tidak khusuyaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang tanah, dan (3) bentuk campuran yaitu usahatani yang memadukan beberapa cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor-faktor produksi cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas.

Secara umum dalam setiap rumahtangga usahatani pada hakekatnya

terdapat dua kegiatan ekonomi yaitu kegiatan usaha dan kegiatan rumahtangga atau keluarga. Keluarga usaha menghasilkan produksi, baik yang dijual maupun untuk dikonsumsi keluarga atau dipergunakan lagi dalam proses produksi selanjutnya. Untuk kegiatan rumahtangga pada umumnya bersifat konsumtif.

Soekartawi (2003) menyatakan bahwa usahatani memiliki empat unsur pokok yang sering disebut dengan faktor-faktor produksi, yaitu:

1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan dalam usahatani baik sawah, tegal, maupun pekarangan. Tanah pertanian cenderung lebih luas daripada lahan pertanian, karena tanah pertanian adalah total tanah baik sebagai lahan pertanian maupun berupa tanah yang belum tentu diusahakan. Luas lahan memiliki satuan hektar, namun ukuran lahan yang lebih akrab di petani adalah ru, bata, jengkal, patok, bahu, dan sebagainya. Ukuran- ukuran ini perlu diketahui dalam mentransformasikan luas lahan ke dalam ukuran


(39)

sebenarnya yakni hektar. Status lahan dapat dibagi ke dalam 3 bagian berikut;lahan sendiri, lahan sewa, dan lahan sakap (bagi hasil). Disamping ukuran luas lahan, ukuran nilai tambah juga perlu diperhatikan. Menurut Soekartawi (2003), nilai tambah tanah akan berubah karena beberapa hal, seperti: tingkat kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan, dan faktor lingkungan.

2. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja yang penting diperhatikan adalah ketersediaan, kualitas, dan macam kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga jumlahnya optimal. Kualitas tenaga kerja berkaitan dengan spesialisasi seorang tenaga kerja dalam suatu pekerjaan. Menurut Soekartawi (2003), Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja laki-laki memiliki spesialisasi dalam pengolahan tanah, dan tenaga kerja wanita dalam menanam. Tenaga kerja dapat berupa musiman (buruh), ataupun tetap (karyawan). Disamping itu jenis tenaga kerja ada dua macam antara lain: manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak; bukan manusia, seperti mesin dan ternak.

Suratiyah (2006) system upah dibedakan menjadi tiga golongan yaitu upah borongan, upah waktu dan upah premi. Masing-masing upah tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang pekerja luar.

a. Upah Borongan

upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja. Upah borongan ini cenderung membuat para pekerja agar segera secepatnya menyelesaikan pekerjaan agar bisa mengerjakan pekerjaan borongan lainnya. b. Upah Waktu

Upah waktu upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. System waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan mendapat upah yang semakin banyak. Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yakni: 1 pria= 1 hari kerja pria (HKP), 1 wanita= 0,7 HKP, 1 anak= 0,5 HKP, 1 ternak= 2 (Hernanto, 1989). Jumlah tenaga kerja


(40)

juga sering dikaitkan dengan upah tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, seperti (Soekartawi,2003): mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, lama waktu bekerja, tenaga kerja bukan manusia (mesin dan ternak). Nilai tenaga kerja traktor akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja manusia.

c. Upah Premi

Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas dan prestasi kerja. System upah premi ini cenderung akan meningkatkan prduktivitas pekerja.

3. Modal

Modal adalah modal ekonomi yang dibutuhkan dalam seluruh aktivitas bisnis yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, warisan, kontrak, dan sewa. Modal dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis digunakan dalam satu kali produksi, misalnya tanah; bangunan; dan mesin-mesin. Sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, misalnya biaya yang keluar untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, dan membayar tenaga kerja. Menurut Soekartawi (2003) besar kecilnya modal dalam usahatani dipengaruhi oleh: skala usaha, macam komoditas, dan tersedianya kredit.

4. Pengelolaan dan Manajemen

Hernanto (1989) mendefenisikan pengelolaan usahatani sebagai

kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, mengkoordinasikan faktor- faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengelola dapat berhasil jika memahami prinsip teknik dan prinsip ekonomis. Prinsip teknik meliputi; perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain.


(41)

Sedangkan Prinsip ekonomis meliputi; penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang usaha, tataniaga hasil, pembinaan usahatani, penggolongan modal, dan pendapatan, serta ukuran-ukuran yang lazim dipergunakan lainnya. Manajemen diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengevaluasian suatu proses produksi.

3.1.4. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani menurut Hernanto (1986) adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Soekartawi et al. (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

3.1.5. Pengeluaran / Biaya Usahatani

Pengeluaran usahatani meliputi, pengeluaran tunai (farm payment) dan pengeluaran tidak tunai, biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variabel cost) dan pengeluaran total (total farm expenses).


(42)

A. Biaya Tunai

Biaya tunai usahatani atau pengeluaran tunai merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit.

B. Biaya Tidak Tunai (Biaya Diperhitungkan)

Biaya diperhitungkan atau pengeluaran tidak tunai ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

C. Biaya Tetap

Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh pada besar kecilnya jumlah yang diproduksi seperti; pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, iuran irigasi, bangunan pertanian, pemeliharaan ternak, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat digolongkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan alam penggunannya, atau tidak ada penawaran untuk itu terutama untuk usahatani maupun di luar uasahatani. Biaya-biaya yang tergolong pada biaya variabel adalah biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang berup kontrak maupun upah harian dan sewa tanah (Hernanto, 1989).

D. Biaya tidak tetap

Biaya tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai biaya yang selalu berubah dan besar kecilnya biaya dipengaruhi oleh jumlah produksi, sedangkan Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok, dan tidak pula mencakup yang berbentuk benda. Menurut Hernanto (1989) biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air, dan pajak tanah; biaya tunai untuk biaya variabel dapat berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk obat-obatan, dan tenaga luar keluarga; biaya tidak tunai dari biaya tetap meliputi


(43)

biaya untuk tenaga keluarga, dan biaya tidak tunai dari biaya variabel adalah biaya panen, pengolahan tanah dari keluarga, dan pupuk kandang yang dipakai.

E. Total Biaya

Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya vaiabel menghasilkan biaya total atau pengeluaran total (total farm expenses). Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usaha disebut merugikan.

3.1.6. Konsep Pendapatan

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Pendapatan dalam usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan diperhitungkan. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut:

1. Pendapatan Tunai (farm net cash flow)

Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani

dengan pengeluaran usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani

menggambarkan jumlah uang tunai yang dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga (Soekartawi et al. 1986).

2. Pendapatan Kotor (gross farm income)

Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan kotor (gross return) merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai.


(44)

Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda (Soekartawi et al. 1986).

3. Pendapatan bersih (net farm income)

Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan (Soekartawi et al. 1986).

Disamping perhitungan pendapatan usahatani, diperlukan juga perhitungan terhadap pendapatan rumah tangga khususnya pendapatan tunai. Pendapatan tunai rumah tangga (household net cash income) adalah: kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja yang diperoleh dari luar usahatani atau sebagai uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitannya dengan usahatani dan dapat diartikan juga sebagai ukuran kesejahteraan petani. Uang tunai diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani seperti; makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga, kemelaratan dalam suatu rumah tangga dapat digambarkan oleh pendapatan tunai rumah tangga yang rendah.

3.1.7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Pendapatan usahatani yang merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani merupakan indikator penting terhadap keberhasilan suatu usahatani. Bagaimanapun juga, petani melaksanakan usahatani


(45)

untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Pendapatan usahatani yang lebih tinggi memungkinkan petani untuk mencukupi kebutuhannya dengan lebih baik.

Analisis R/C rasio menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Nilai R/C dapat digunakan sebagai ukuran dalam menilai efisiensi suatu usahatani. Semakin besar R/C yang dihasilkan oleh suatu usahatani maka tingkat efisiensi usahatani tersebut juga semakin besar (Soekartawi (2002)). Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan satu rupiah penerimaan yang lebih besar daripada biaya atau disebut menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari satu atau dengan kata lain setiap R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal.

Soekartawi (2002) mengatakan bahwa biasanya akan lebih baik kalau analisis R/C ini dibagi dua, yaitu R/C yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan R/C yang juga melibatkan biaya diperhitungkan. Dengan cara seperti ini, ada dua macam R/C, yaitu:

a. R/C berdasarkan data biaya yang benar-benar dibayarkan petani (R/C tipe 1). b. R/C berdasarkan data biaya yang juga memperhitungkan biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan (andaikan lahan dianggap menyewa), alat-alat pertanian (andaikan alat pertanian diangap sewa), dan sebagainya (R/C tipe 2). Dengan cara seperti ini, nilai R/C tipe 1 selalu lebih besar dibandingkan nilai R/C tipe 2.

3.2 . Kerangka Pemikiran Operasional

Petani penangkar di Kecamatan Pamijahan ini memproduksi benih tidak semua hasil produksi benihnya dijadikan sebagai benih. Sebagian dijual sebagai benih dan sebagian lagi dijual sebagai pada konsumsi. Hal ini menyebabkan adanya peralihan dari asalnya sebagai petani penangkar beralih ke petani padi konsumsi karena tingkat pendapatan petani penangkar menjadi turun karena hasilnya tidak terjual sebagai benih sedangkan untuk budidaya benih sendiri memerlukan keahlian yang lebih untuk mendapatkan kwalitas benih itu sendiri.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Data Sosial Ekonomi 2011. Jakarta: BPS Indonesia.

DEPTAN. 2010. Analisa Produksi Dan Penggunaan Benih Varietas Unggul Bermutu Padi. Jakarta.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2011. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2011. Bogor.

Direktorat Pembenihan. 2010. Pedoman Teknis Produksi Benih Sumber. Jakarta: Direktorat Pembenihan.

KEMENTAN. 2011. Analisa Produksi Dan Penggunaan Benih Varietas Unggul Bermutu Padi. Jakarta.

Maulana, F. 2011. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih Padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Gultom. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kartasapoetra A. 1986. “Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum”. Bina Aksara. Jakarta.

Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih. Yogyakarta: Kanisius.

Leliana. 2000. Analisis Manajemen Strategi Perusahaan Benih Padi di PT Sang Hyang Sri [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.

Permatasari. 2009. Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Peranan Kelembagaan Petani pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(2)

Poetriyani, A. 2011. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik dengan Anorganik (Studi Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Rachmiyanti. 2009. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) dengan Padi Konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Yustiara. 2011. Evaluasi kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sadjad S. 1975. Dasar - dasar Teknologi Benih. Dalam : Kartasapoetra A. G., Editor. 1986. Teknologi Benih “Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum”. Bina Aksara. Jakarta.

Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon, dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi (dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Cobb-Douglas). Rajawali Pers. Jakarta.


(3)

(4)

Lampiran 1. Luas Lahan, Produtivitas dan Produksi Kabupaten Kogor 2010

Sumber : (Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011)

No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produktivitas

(Kwintal/Ha) Produksi (Ton) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Tenjo Parung Panjang Jasinga Cigudeg Sukajaya Nanggung Rumpin Leuwiliang leuwisadeng Cibungbulang Pamijahan Cimpea Tenjolaya Gunung Sindur Parung Ciseeng Bojong Gede Tajurhalang Kemang Rancabungur Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Megamendung Cisarua Sukaraja Citeureup Babakanmadang Cibinong Gunung Putri Cileungsi Klapanunggal Jonggol Sukamakmur Cariu Tanjungsari 2.968 2.723 3.847 3.752 2.931 2.395 3.789 3.855 2.266 3.597 8.031 2.504 2.604 470 432 1.094 131 186 416 679 1.291 796 1.092 1.452 1.226 2.842 1.589 1.111 436 217 599 542 146 141 1.355 1.904 4.358 4.692 5.085 5.347 51,13 58,50 58,08 61,89 60,44 60,96 59,10 63,27 63,12 64,17 63,43 61,54 60,96 62,49 61,15 61,08 61,45 62,37 61,67 60,30 60,09 60,80 60,43 61,67 60,71 61,93 61,48 61,16 62,05 61,05 61,16 59,98 60,48 52,79 60,18 56,40 59,53 59,52 59,44 59,33 15.172 15.933 22.344 23.217 17.714 14.599 22.394 24.392 14.302 23.081 50.939 15.409 15.876 2.936 2.645 6.679 803 1.163 2.566 4.097 7.755 4.837 6.601 8.953 7.441 17.600 9.768 6.795 2.707 1.325 3.661 3.250 883 743 8.152 10.738 25.946 27.927 30.224 31.724


(5)

Lampiran 2. Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual dan konsumsi Rumah Tangga Petani Padi Konsumsi

Responden Luas Lahan

(m2)

Jumlah Produksi (kg)

Padi yang Dijual (kg)

Konsumsi Rumah Tangga(kg)

1 10000 5675 5200 475

2

3000 1170 742 428

3 2500 1365 1000 365

4 5000 3235 3035 200

5 6600 4225 3525 700

6 10000 5070 3600 1470

7 10000 5395 4915 480

8 7500 4030 3500 530

9 3200 2080 1625 455

10 5500 2925 2275 650

11

1500 407 162 245

12 5000 2700 2025 675

13 4500 3412 2800 612

14 3000 1500 1175 325

15 3000 1865 1700 165

16

3000 1950 1625 325

17 3000 2032 1625 407

18 5000 2700 2200 500

19 1500 585 455 130

20 2500 1170 1048 122

21

4000 2735 2025 710

22 3000 1235 746 489

23 1500 590 423 167

24 7000 4332 4137 195

25 6000 3510 2860 650

26

6000 4290 3900 390

27 3000 1173 975 198

28 5000 2860 2695 165

29 5000 2529 2209 320

30 5000 2375 1975 400

Rata-rata

4693.33 2637.33 2205.9 431.43333


(6)

Lampiran 3. Biaya Input-input Produksi Usahatani Petani Padi Konsumsi untuk luas lahan 0,4693 hektar

No Benih (kg)

Nilai (Rp)

Urea (kg)

Nilai (Rp)

Phoska (kg)

Nilai (Rp)

Pupuk kandang

(kg)

Biaya

(Rp) Pestisida

1 25 175000 200 400000 150 360000 500 300000 24000

2

6 42000 20 40000 30 72000 500 250000 10000

3

10 70000 30 60000 20 48000 500 250000 12000

4

12 84000 34 68000 150 360000 400 160000 12000

5

20 140000 50 100000 200 480000 1000 400000 12000

6

25 175000 100 190000 300 720000 1000 300000 75000

7

25 175000 100 190000 300 720000 1000 500000 24000

8

15 105000 100 190000 300 720000 1000 500000 36000

9

10 70000 34 68000 100 250000 300 120000 24000

10

20 140000 75 150000 75 187500 700 280000 24000

11 5 35000 17 34000 75 187500 200 80000 12000

12 15 105000 75 150000 100 250000 640 256000 24000

13 15 105000 100 200000 200 500000 600 240000 40000

14 10 70000 100 200000 50 125000 600 240000 12000

15 10 70000 34 68000 100 250000 250 100000 24000

16 10 70000 34 68000 100 250000 350 140000 24000

17

10 70000 34 68000 100 250000 300 120000 24000

18

15 105000 75 150000 100 250000 500 200000 24000

19

5 35000 17 34000 50 125000 200 80000 12000

20

5 35000 17 34000 50 125000 400 160000 12000

21

15 105000 75 150000 100 250000 200 80000 24000

22

10 70000 40 80000 25 62500 700 280000 12000

23

5 35000 14 28000 50 125000 200 80000 12000

24

20 140000 75 150000 120 300000 400 160000 24000

25 15 105000 75 150000 100 250000 340 136000 24000

26 15 105000 65 130000 100 250000 250 100000 24000

27 10 70000 34 68000 50 125000 150 60000 12000

28 15 105000 50 100000 100 250000 500 200000 24000

29

15 105000 68 136000 80 200000 200 80000 24000

30

15 105000 68 136000 100 250000 300 120000 24000

13.43 94,033 60.3 119666 112.5 276416 472.66 199066 22166 Sumber : Data Primer Diolah (2012)