Parameter Fisika dan Kimia Perairan

42

4.2 Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter kualitas perairan pada masing-masing stasiun penelitian dilakukan secara standar dengan alat yang sama dan kondisi yang sama. Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi parameter fisika dan kimia perairan yang berkaitan secara langsung terhadap ekosistem terumbu karang sebagai faktor-faktor pembatas bagi terumbu karang, yaitu; suhu, kecerahan, salinitas dan kecepatan arus Tabel 1. Tabel 1 Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pada lokasi penelitian di Perairan Sitardas PARAMETER Satuan STASIUN PENELITIAN SIT 01 SIT 02 SIT 03 BKL 04 UNG 05 Kedalaman m 3.50 6.00 4.20 4.50 6.00 Suhu Perairan o C 28.00 31.00 31.00 28.00 28.00 Kecerahan s.d m 3.10 6.00 4.20 4.50 6.00 Tingkat Kecerahan 88.57 100.00 100.00 100.00 100.00 Salinitas ‰ 22.50 29.00 29.50 29.00 29.00 Kecepatan Arus mdet 0.02 0.07 0.03 0.08 0.03 Ket : s.d = secchi disk Menurut Kinsman 1964 terdapat beberapa faktor lingkungan yang membatasi kehidupan terumbu karang yaitu; 1 suhu, memiliki batas minimum 16–17 o C dan maksimum sekitar 36 o C untuk mendukung pertumbuhan karang, 2 kedalaman, karang secara umum dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman kurang dari 20 meter, 3 salinitas, hewan karang hidup subur pada kisaran salinitas 34–36 ppm. Suhu perairan adalah faktor penting yang dapat menentukan kehidupan karang, karena suhu perairan merupakan faktor pembatas pertumbuhan karang. Hal ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan biota karang polip karang dan zooxanthellae, dimana pada umumnya terumbu karang tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 25 o C–29 o C. Biota karang tertentu dari jenis karang hermatifik masih dapat mentoleransi suhu tahunan maksimum sampai kira-kira 36 o C–40 o C dan suhu minimun sebesar 18 o C dalam waktu yang singkat Nybakken 1992. Kondisi suhu di sekitar Perairan Sitardas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di sekitarnya pada perairan yang lebih terbuka di sebelah Barat seperti di 43 P. Ungge dan P. Bakal. Kisaran suhu di sekitar Perairan Sitardas berkisar antara 28 o C dan 31 o C dengan rerata 29.5 o C. Tingginya kisaran suhu disebabkan pada saat penelitian di buluan Mei terjadi peralihan antara musim Barat ke musim Timur dan pengukuran dilakukan pada saat siang hari. Namun secara umum kondisi suhu perairan di Perairan Sitardas berdasarkan hasil penelitian dinyatakan masih dapat mendukung pertumbuhan terumbu karang, terutama yang berada di P. Ungge dan P. Bakal. Kecerahan merupakan ukuran kedalaman penetrasi cahaya matahari yang dapat masuk ke perairan. Dari hasil pengukuran kecerahan perairan pada lokasi penelitian secara umum seluruh stasiun di Perairan Sitardas mempunyai kecerahan yang tinggi. Kecerahan perairan paling tinggi berada di stasiun penelitian SIT 02 dan UNG 05 dengan tingkat kecerahan 100 pada kedalaman transek 5 meter dan kedalaman dasar perairan 6 meter. Sedangkan kecerahan paling rendah adalah pada stasiun penelitian SIT 01 yang berada pada wilayah paling dekat dengan daratan Desa Sitardas serta Muara Sungai Kuala Maros, dengan tingkat kecerahan 88.57 pada pengukuran kecerahan 3.1 meter pada transek kedalaman 3.5 meter. Mengingat binatang karang hermatific atau reef building corals hidupnya bersimbiosis dengan ganggang zooxantella yang melakukan proses fotosintesis, maka pengaruh cahaya adalah penting sekali. Sedangkan penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam perairan terkait langsung dengan kejernihan air, kandungan sediment dalam perairan, dimana kandungan sediment yang tinggi akan menghambat penetrasi cahaya matahari, sehingga mengurangi jumlah cahaya yang diperlukan untuk proses fotosintesis. Di sisi lain endapan sediment di permukaan koloni karang menyebabkan karang mengeluarkan banyak energi untuk membersihkan diri dari sediment tersebut. Akibatnya karang kehilangan banyak energi, sementara proses fotosintesis untuk menghasilkan energi juga terhambat, hal itulah yang menyebabkan karang menjadi terhambat pertumbuhannya Nybakken 1992. Secara umum sedimentasi di sekitar Perairan Sitardas di sebabkan oleh curah hujan tinggi yang menyebabkan terjadinya turbulensi dan membawa lumpur-lumpur yang berasal dari darat melalui aliran-aliran sungai ke perairan laut, sehingga perairan laut menjadi keruh. Kantor MNLH menetapkan Nilai 44 Ambang Batas NAB kecerahan adalah 3 m untuk perikanan, 5 m untuk karang dan 6 m untuk pariwisata KMNLH 2004. Akibat sedimentasi tersebut pada stasiun penelitian SIT 01 ini kondisi perairannya keruh dan banyak dijumpai endapan lumpur, sehingga kondisi terumbu karangnya juga kurang baik. Sebagai pembanding dapat dilihat kecerahan air laut pada stasiun penelitian lainnya, dimana kecerahan perairan dapat dikatakan mencapai 100 sampai menembus dasar perairan untuk kedalaman 3–6 meter. Secara umum berdasarkan kecerahannya, kualitas perairan pada stasiun-stasiun penelitian ini masih termasuk kategori baik. Berdasarkan NTAC 1968 dijelaskan kecerahan berbanding terbalik dengan kekeruhan, makin cerah suatu perairan makin rendah tingkat kekeruhannya. Kekeruhan air adalah suatu ekspresi sifat optik air yang berkaitan dengan pembiasan dan penyerapan cahaya oleh bahan-bahan yang tersuspensi dalam air, sehingga transmisi cahaya tidak berada dalam garis lurus. Oleh karena itu kekeruhan, warna dan kecerahan air merupakan fenomena kualitas air yang saling berkaitan. Salinitas diketahui juga adalah merupakan faktor pembatas kehidupan binatang karang. Salinitas air laut di daerah tropis rata-rata sekitar 35‰, binatang karang hidup pada kisaran salinitas tersebut. Menurut Coles dan Jokiel 1992 salinitas merupakan faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang. Sebaliknya menurut Vaughn 1919, Wells 1932 dalam Supriharyono 2007 pengaruh salinitas terhadap hewan karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan pengaruh alam seperti run–off, badai dan hujan. Kondisi perairan dan pengaruh alam ini dapat mengakibatkan kisaran salinitas bisa berkisar antara 17.5‰–52.5‰. Terumbu karang juga seringkali dapat hidup dan bertahan diluar kisaran normal rata-rata salinitas air laut 35‰. Meskipun pada beberapa jenis karang tidak mampu bertahan pada kisaran diluar salinitas tersebut. Karang hermatifik adalah organisme lautan sejati yang tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air luat yang normal 32‰–35‰. Disamping itu pengaruh air tawar adalah juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi organisme karang, karena meskipun pada skala yang kecil di daerah tropik, adanya pemasukan air tawar secara teratur dari sungai dapat menyebabkan pertumbuhan terumbu karang menjadi terhenti Nybakken 1992. 45 Salinitas di Perairan Sitardas pada lokasi penelitian berdasarkan hasil pengukuran berkisar antara 22.5‰ dan 29.5‰. Salinitas terendah ditemukan pada stasiun SIT 01, yang merupakan stasiun yang paling dekat dengan muara sungai Kuala Maros sehingga dipastikan adanya pengaruh percampuran air sungai dan air laut pada muara sungai menyebabkan pengaruh terhadap salinitas pada stasiun ini. Salinitas paling tinggi ditemukan pada stasiun SIT 02 di ujung pesisir Sitardas dan pada stasiun BKL 04 di P. Bakal. Berdasarkan kisaran tersebut salinitas pada stasiun penelitian ini masih dapat menunjang pertumbuhan terumbu karang. Lintasan arus dari Samudera Indonesia yang menuju Teluk Tapian Nauli hingga Perairan Sitardas ini menunjukkan vektor arus yang bergerak dari Barat condong ke Selatan. Akibat adanya arus ini menunjukkan bahwa pengaruh pasang surut tidak dominan di perairan ini. Arah arus menuju selatan baik dalam kondisi pasang bergerak surut maupun pada saat menuju pasang. Lintasan arus dari Samudera Indonesia ini mempunyai kecepatan arus antara 0.02 mdetik sampai 0.08 mdetik. Kecepatan arus tertinggi terjadi di stasiun SIT 02 yang merupakan wilayah paling ujung dari Perairan Sitardas. Kemudian pada stasiun UNG 05 dan BKL 04 yang merupakan wilayah terluar dari Perairan Sitardas. Sedangkan kecepatan arus pada stasiun SIT 01 dan stasiun SIT 03 lebih kecil, karena wilayah perairan stasiun ini lebih tertutup dan vektor arus juga berubah-ubah sesuai dengan lokasi perairan. Sesuai dengan hasil penelitian CRITC–LIPI 2004 bahwa terdapat dua lintasan arus di perairan Tapanuli Tengah yaitu; lintasan I dari P. Mansalar ke Pelabuhan Sibolga dan Lintasan II dari Teluk Tapian Nauli Bagian Selatan ke P. Mansalar. Arah arus menuju ke Selatan baik saat pasang bergerak surut maupun saat menuju pasang. Tekanan hydrodinamis seperti arus dan gelombang akan memberikan pengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang dengan adanya kecenderungan semakin besar tekanan hydrodinamis, maka bentuk pertumbuhan karang lebih ke arah bentuk pertumbuhan mengerak encrusting Supriharyono 2007. Selain itu arus berperan penting untuk mendatangkan makanan berupa plankton dan suplay oksigen serta mencegah terjadinya pengendapan sediment atau membersihkan karang dari endapan. Pada daerah terumbu karang siang hari oksigen banyak diperoleh dari hasil fotosintesis, sedangkan pada malam hari dibutuhkan adanya 46 arus yang sangat kuat untuk memasok oksigen yang cukup bagi fauna yang hidup di terumbu karang. Perairan yang berarus lebih kuat akan mempengaruhi terumbu karang menjadi lebih bervariasi dan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan perairan yang tenangterlindungi. Seperti dijelaskan oleh Nybakken 1992, bahwa pertumbuhan karang pada daerah berarus akan lebih baik dibandingkan dengan perairan tenang. Dengan kondisi demikian kehidupan terumbu karang di Perairan Sitardas cukup ditunjang oleh adanya arus yang bergerak dari Samudera Indonesia menuju ke Teluk Tapian Nauli tersebut. 4.3 Komunitas Terumbu Karang 4.3.1 Karang