1  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di sepanjang garis pantai daerah tropis yang terbentuk dari endapan
massif kalsium karbonat CaCO
3
, dihasilkan oleh karang  hermatifik  yang bersimbiosis dengan alga zooxantella Nybakken  1992.  Terumbu karang
mempunyai nilai penting antara lain fungsi biologis tempat memijah, bersarang, mencari makan dan tempat pembesaran berbagai biota laut; fungsi kimiawi
sumber nuftah bahan obat-obatan; fungsi  fisik sebagai pelindung pantai dari abrasi; dan fungsi sosial sumber mata pencaharian nelayan dan objek wisata
bahari Supriharyono 2007. Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman jenis karang dan tempat
asal-usul karang.  Wilayah penyebarannya  diperkirakan mencapai 75  000 Km
2
atau sekitar 14 dari seluruh sebaran terumbu karang dunia  Dahuri  2003. Dinyatakan oleh Suharsono  2008 bahwa jenis-jenis karang yang ditemukan di
Indonesia diperkirakan sebanyak 590 jenis yang termasuk dalam 80 marga karang. Sebaran karang di Indonesia tidak merata mulai dari Sabang sampai Utara
Jayapura, ada daerah tertentu dimana karang dapat tumbuh dengan baik dan ada daerah tertentu karang tidak dapat tumbuh dengan baik. Sebaran karang sebelah
Barat Sumatera tersebar  pada  Pantai Barat Sumatera mulai dari Pulau Weh, Pulau-pulau Banyak, Pulau Simelue, Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, Pulau Siberut,
Pulau Pagai dan Sipora hingga Pulau Enggano. Menurut penelitian  P3O  LIPI 1996, kondisi terumbu karang Indonesia
berada dalam  kondisi rusak sekitar 39.5,  dalam kondisi sedang sekitar 33.5, kondisi baik 21.7 dan hanya 5.3 dalam kondisi sangat baik. Hal ini
disebabkan selain dampak dari perubahan alam seperti perubahan iklim, juga disebabkan oleh aktifitas manusia dalam praktek-praktek perikanan yang merusak
destruktive  fishing seperti eksploitasi berlebih, teknik penangkapan ikan  yang tidak ramah lingkungan  atau  merusak penggunaan bom, dan  racun sianida,
pencemaran, sedimentasi, penambangan dan pembangunan konstruksi pantai.
2 Tingkat kerusakan terumbu karang di Sumatera Utara saat ini, sebesar
40 rusak, 30  sedang  dan 30 baik. Sebagian besar tersebar di Kabupaten Tapanuli Tengah  di sekitar P.  Mursala dan tiga  kecamatan di sekitarnya, yaitu
Kecamatan Badiri, Kecamatan Jago-Jago dan Kecamatan Tapian Nauli  yang secara keseluruhan  sudah dalam keadaan rusak.  Luasan terumbu karang di
Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 25.3572 km
2
, dengan persentase tutupan karang hidup 26.98 COREMAP II 2004.
Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara terletak di Pantai Barat pulau Sumatera yang menjadi lokasi
pelaksanaan COREMAP II. Program COREMAP ini dilakukan dalam upaya rehabilitasi dan pengelolaan sumberdaya terumbu karang di wilayah yang menjadi
lokasi kegiatan tersebut. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Tengah terletak antara 1
o
11’00”–2
o
22’00” Lintang Utara dan 98
o
07’–98
o
12’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2  194.98 km
2
dan  dengan ketinggian antara 0–1.266 m di atas permukaan laut.
Berdasarkan hasil pengamatan  baseline  ekologi  Tapanuli Tengah tahun 2004 diperoleh persentase tutupan karang hidup bervariasi antara 19.90–67.20
dengan nilai rerata sebesar 43.59. Sedangkan hasil  pengamatan monitoring evaluasi Tapanuli Tengah tahun 2007,  hasil  pengamatan karang dengan metode
LIT di stasiun penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah dicatat persentase tutupan karang hidup bervariasi antara 9.0–71.73 dengan nilai rerata sebesar 38.31.
Hasil pengamatan kondisi terumbu karang tahun 2008 di  Kabupaten  Tapanuli Tengah diperoleh tutupan  karang hidup berkisar antara 12.73–69.00 dengan
rerata tutupan sebesar 42.48. Dari ketiga  time series  data tersebut disimpulkan bahwa terjadi penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem terumbu karang di
Kabupaten Tapanuli Tengah dari tahun sebelumnya. Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak hanya menyebabkan turunnya
kualitas dan kuantitas terumbu karang  tetapi  juga  menurunkan kualitas dan kuantitas biota yang berinteraksi terhadap terumbu karang, seperti halnya ikan dan
hewan benthic lainnya. Secara lebih luas berpengaruh pula dengan kehidupan masyarakat nelayan sebagai pemanfaat dan pengguna sumberdaya tersebut dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.  Pelestarian  dan  pengelolaan sumberdaya yang
3 ada perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah  penetapan  kawasan konservasi  melalui pembentukan Daerah Perlindungan Laut  DPL  atau dikenal dengan  marine sanctuary  yang
merupakan kawasan lindung skala kecil di tingkat desa. Daerah Perlindungan Laut  secara prinsipnya adalah merupakan suatu
kawasan yang ditetapkan sebagai zona lindung yang dilarang dimanfaatkan secara permanen dari berbagai kegiatan usaha perikanan, penambangan karang dan
pemanfaatan sumberdaya  serta  dibentuk dan dikelola oleh masyarakat setempat. Namun dalam prosesnya pembentukannya DPL juga harus dapat mengakomodir
aspirasi masyarakat, terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya yang ada. Akibatnya pembentukan DPL seringkali menjadi  polemik  karena adanya
pemahaman yang keliru dari sebagian masyarakat nelayan, yang khawatir akan mengurangi hasil tangkapannya apabila daerah penangkapan ikan mereka dibatasi.
Padahal dengan adanya DPL adalah untuk menjaga kelestarian sumberdaya yang ada, sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan secara
berkelanjutan. Adanya permasalahan  ini  menjadikan konsep DPL berbeda-beda pada masing-masing wilayah. Pengelolaan DPL di Perairan Sitardas yang
ditetapkan dalam Peraturan Desa Perdes Sitardas juga bersifat lebih akomodatif, demi kepentingan masyarakat. Zona DPL Sitardas dibagi menjadi zona inti yang
merupakan zona lindung yang tidak diperbolehkan adanya kegiatan penangkapan ikan dan aktivitas pengambilan dan sumberdaya lainnya, kemudian zona
penyangga yang merupakan suatu kawasan di sekeliling zona inti dimana beberapa kegiatan termasuk beberapa jenis kegiatan penangkapan ikan yang
ramah lingkungan dapat diperbolehkan. Proses pembentukan DPL dapat berdasarkan keinginan masyarakat
ataupun peranan pemerintah dalam upaya perlindungan sumberdaya yang ada. Proses pembentukan DPL Sitardas dimulai dari keinginan sebagian masyarakat
untuk memberikan perlindungan terhadap sumberdaya yang ada, akibat isu tentang kerusakan ekosistem terumbu karang di Perairan Sitardas. Kemudian isu
permasalahan yang ada tersebut didiskusikan oleh masyarakat dengan berbagai pemangku kepentingan stakeholder melalui pertemuan-pertemuan formal  dan
informal di  tingkat desa. Setelah adanya dukungan dari mayoritas masyarakat
4 dalam upaya pengelolaan terumbu karang di Desa Sitardas, maka di bentuklah
DPL Sitardas yang tetapkan dalam Peraturan Desa Perdes Sitardas yang ditandatangani oleh Kepala Desa atas Persetujuan Badan Permusyawaratan Desa
melalui musyawarah desa. Perdes tersebut dikirim ke Bupati melalui Camat, yang kemudian dijadikan sebagai rencana pengelolaan ekosistem terumbu karang di
Perairan Sitardas yang dituangkan sebagai rencana pembangunan desa. Penetapan kawasan DPL  berdasarkan Pedoman Pembentukan  Daerah
Perlindungan Laut dari DIRJEN P3K–DKP 2005, betujuan antara lain untuk : 1 Mengusahakan terwujudnya pelestarian sumberdaya alam hayati pesisir dan
lautan serta ekosistemnya  dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan di sekitar daerah perlindungan; 2 Menjaga, melindungi,
menglola dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan lautan, seperti keanekaragaman terumbu karang, ikan, tumbuhan dan biota laut lainnya; 3
Dapat dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata; 4 Meningkatkan pendapatankesejahteraan masyarakat setempat; 5 Mendorong dan memperkuat
masyarakat setempat dalam pengelolaan  sumberdaya alam yang mereka miliki; 6 Mendidik masyarakat dalam hal perlindungankonservasi sehingga dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat untuk mengambil peran dalam menjaga dan mengelola sumberdaya mereka secara lestari; 7
Sebagai lokasi penelitian dan pendidikan keanekaragaman hayati pesisir dan lautan bagi masyarakat, sekolah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
Berdasarkan konsep  tentang pembentukan dan tujuan adanya  Daerah Perlindungan Laut tersebut dapat dikatakan bahwa seharusnya kondisi ekosistem
terumbu karang yang berada di dalamnya selayaknya berada dalam keadaan baik dan stabil. Untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan adanya monitoring
dan evaluasi dari waktu kewaktu. Namun jika ternyata kondisinya juga berada dalam keadaan rusak, maka perlu adanya kajian secara spesifik agar diketahui
faktor-faktor penyebabnya serta dapat disusun strategi pengelolaannya secara lebih baik.  Daerah  Perlindungan Laut  merupakan salah satu upaya untuk
pelestarian terumbu karang yang banyak dilakukan diseluruh dunia  dan hasilnya sangat bermanfaat sehingga kajian tentang kondisi, efektifitas serta keterkaitannya
dengan sosial ekonomi masyarakat pesisir adalah sangat menarik untuk dilakukan.
5 Pengamatan ekologi terumbu karang di Kabupaten Tapanuli Tengah
sebagai baseline study telah dilaksanakan sejak tahun 2004, oleh tim dari CRITC COREMAP–LIPI pada lokasi  penelitian  di  Desa Sitardas,  Desa Jago-Jago dan
Desa Tapian Nauli, diperoleh hasil sebaran terumbu karang kurang lebih 1 721 ha. Desa Sitardas terletak di Kecamatan Badiri berbatasan dengan Desa Jago-Jago di
sebelah Utara, Kecamatan Sibangun di sebelah  Selatan, Samudera Indonesia di sebelah Barat serta Kecamatan Pinangsori di sebelah Timur.  Desa Sitardas
berjarak  +  14 km dari ibukota Kecamatan dan  +  28 km dari ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah, Pandan. Perjalanan menuju ke kota  kecamatan dari ibukota
kabupaten dapat ditempuh dengan kenderaan bermotor. Sulitnya akses jalan darat untuk menuju Desa Sitardas menyebabkan masyarakat umumnya dari kecamatan
menggunakan kapal menuju ke Desa Sitardas. Wilayah  Perairan Desa Sitardas  mempunyai panjang garis pantai sekitar
6 km dan berhadapan dengan Samudera Indonesia. Tinggi gelombang laut berkisar antara 0.6–2.5 m,  tinggi pasang surut rata-rata 0.70 m, tipe pasut
campuran condong ke harian ganda, kedalaman 1–10 m dan jenis substrat dasar pantai berpasir dan kerikil. Daratan pesisir terdiri dari kawasan perbukitan dan
dataran rendah yang dilalui beberapa sungai, di sebelah Utara terdapat Sungai Aek Lobu, di sebelah Selatan terdapat Sungai Aek Tunggal dan Sungai Kualo Maros.
Sepanjang pinggiran sungai banyak terdapat vegetasi mangrove yang di dominasi jenis  Rhizopoda  sp.  Terumbu karang di Desa Sitardas dapat dijumpai di bagian
Utara perairan pesisir pantainya hingga ke P. Ungge, P. Bakar dan Pulau Situngkus, tepatnya di depan Dusun Kampung Sawah. Di sekeliling perairan
pulau sampai 80 m kearah laut merupakan habitat terumbu karang dengan jenis biota antara lain: Anthozoa, lamun, porifera, hydra, udang karang dan ikan hias.
Berdasarkan informasi masyarakat setempat  kondisi ekosistem terumbu karang di Desa Sitardas sudah dalam keadaan rusak.  Umumnya  kerusakan
ekosistem terumbu karang yang terjadi di wilayah Perairan Desa Sitardas selama ini sebagian besar merupakan dampak dari kegiatan manusia yang miskin
pengetahuan dan miskin kesadaran yang hanya memperhatikan keuntungan jangka pendek.  Aktifitas penangkapan ikan  dengan menggunakan bom dan
penangkapan ikan  hias karang dengan menggunakan  potassium cyanide  masih
6 terjadi, meskipun peraturan  sudah dibuat  tetapi penangkapan  ikan hias  secara
sembunyi-sembunyi masih dilakukan. Bahkan ada kegiatan penangkapan yang dilakukan secara  terang-terangan di  backing  oleh oknum tertentu,  sehingga
masyarakat tidak berani untuk melarang. Kerusakan terumbu karang juga banyak terjadi karena penggunaan jangkar
besi yang digunakan oleh para nelayan.  Akibat kerusakan yang diakibatkan oleh manusia  masih dapat terlihat secara langsung pada kondisi ekosistem terumbu
karang di wilayah  Perairan Sitardas  sampai saat ini. Patahan karang rubble akibat penggunaan alat tangkap dan jangkar kapal, kemudian banyaknya karang
mati, luasnya pecahan terumbu karang serta tingginya persentase tutupan substrat pasir akibat pemboman ikan berdasarkan pengamatan langsung terlihat di perairan
ini. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap masalah konservasi sumberdaya laut berakibat rendahnya  kesadaran dan  peran
serta masyarakat dalam upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang. Untuk menyelesaikan kompleksitas permasalahan terhadap kerusakan
terumbu karang diperlukan adanya kajian yang tepat dalam perencanaan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara  baik.  Berdasarkan pengalaman
secara empiris, terbukti bahwa pendekatan dalam pembangunan dan perencanaan pembangunan wilayah pesisir yang dilakukan secara sektoral tidak membuahkan
hasil untuk mencapai pemanfaatan ekosistem secara berkelanjutan Dahuri 2003. Oleh karena itu, alternatif yang lebih baik adalah melalui pendekatan ekologi
secara langsung terhadap kerusakan terumbu karang. Untuk mengkaji kerusakan ekosistem terumbu karang, maka dikaji kondisi ekologi  serta  interaksi  dari
proses-proses di dalamnya yang menyebabkan terjadinya kerusakan terumbu karang. Kemudian bagaimana dampak dari upaya yang telah dilakukan dalam
upaya rehabilitasi terumbu karang tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan keberadaan potensi
terumbu  karang adalah melalui konservasi, untuk memberikan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan sumberdaya alam yang ada secara lestari. Dalam
upaya perlindungan dan pengamanan tersebut diperlukan keterpaduan gerak dari masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya. Penyuluhan dan penyadaran yang
diberikan kepada masyarakat merupakan langkah penting untuk memacu peran
7 serta masyarakat dalam upaya konservasi sumberdaya alam di wilayah pesisir
terutama terumbu karang. Peran serta  masyarakat  adalah  merupakan  keikutsertaan masyarakat baik
dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan, sebagai akibat dari terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat yang lain dalam
pembangunan.  Partisipasi masyarakat merupakan bentuk upaya yang dilakukan masyarakat  untuk ikut terlibat langsung dalam suatu kegiatan dan hasilnya akan
secara langsung atau tidak langsung dapat dinikmati oleh masyarakat tersebut Wardoyo 1992.
Penelitian kajian kondisi komunitas terumbu karang di  Perairan Sitardas dan  Daerah Perlindungan Laut  Sitardas ini dilakukan untuk dapat memberikan
arahan strategi upaya pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat, dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan serta pengawasan
terhadap ekosistem terumbu karang, agar pemanfaatan sumberdaya pesisir secara lestari dan berkelanjutan.
1.2  Permasalahan