73 Kelimpahan ikan hasil pengamatan UVC pada stasiun penelitian pada
stasiun pengamatan di tampilkan dalam Tabel 10. Tabel 10 Kelimpahan ikan pada masing-masing stasiun penelitian di Perairan
Sitardas 2009
Stasiun Jumlah Individu
Luas Transek Kelimpahan
ekor m2
Ind100 m
2
SIT 01 759
350 217
SIT 02 782
350 223
SIT 03 945
350 270
BKL 04 334
350 95
UNG 05 385
350 110
Kelimpahan ikan karang merupakan interpretasi jumlah jenis ikan yang ditemukan pada stasiun penelitian. Semakin banyak jumlah individu maka
semakin tinggi kelimpahan ikan tersebut. Seperti halnya pembahasan persentase jumlah ikan pada masing-masing stasiun penelitian, sama dengan bagaimana
kondisi kelimpahan ikan pada masing-masing stasiun penelitian.
4.4 Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat
Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor sosial merupakan penentu utama sukses tidaknya suatu kawasan konservasi Fiske 1992, Kelleher dan
Recchia 1998, McClanahan 1999, Roberts 2000. Bunce et al. 2000 dan NOAA-CSC 2005 mengemukakan bahwa kajian sosial ekonomi adalah jalan
untuk mempelajari kondisi sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan, individu, kelompok dan masyarakat. Beberapa faktor sosial yang umum dikaji ialah a
bentuk pemanfaatan sumberdaya, b karakteristik pemangku kepentingan dan masyarakat, c persepsi, sikap dan kepercayaan pemangku kepentingan, d isu
gender, e pelayanan masyarakat dan fasilitas, f pengetahuan tradisional. Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi, kuisioner, diskusi dan
wawancara langsung dengan masyarakat serta pihak terkait lainnya di lokasi penelitian diketahui beberapa karakteristik aspek-aspek sosial ekonomi
masyarakat yang berkaitan terhadap pengelolaan ekosistem terumbu karang di Perairan Sitardas. Secara umum aspek-aspek tersebut merupakan bentuk ataupun
74 kondisi objektif masyarakat dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kependudukan
Bedasarkan data Kabupaten Tapanuli Tengah jumlah penduduk desa Sitardas tahun 2007 tercatat 1832 jiwa dengan komposisi 998 jiwa laki-laki dan
834 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah penduduk yang tercatat sampai bulan Nopember tahun 2008 di Kantor Kepala Desa Sitardas sebanyak 2047 jiwa
dengan komposisi 44.15 laki-laki dan 55.85 perempuan. Penduduk Desa Sitardas terdiri dari beberapa suku, yakni suku Batak, Nias, Melayu, dan Jawa
dengan kebudayaan yang telah mengalami akulturasi dengan budaya pesisir. Bahasa yang digunakan sehari-hari mempunyai ciri tersendiri, seperti bahasa
melayu pesisir yang diwarnai dialek Batak atau dialek Jawa. Tingkat heterogenitas yang tinggi tidak menimbulkan terjadinya perpecahan, tetapi saling menghargai
dan tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah; Badiri Dalam Angka, 2008.
Berdasarkan data statistik kependudukan di atas diketahui bahwa perkembangan jumlah penduduk Desa Sitardas meningkat dari tahun ke tahun,
sehingga berdampak secara langsung kepada pemanfaatan ekosistem terumbu karang. Seperti dijelaskan oleh Brown, 1993 salah satu ancaman terbesar bagi
terumbu karang adalah peningkatan populasi manusia terutama di wilayah pesisir dan pembangunan fisik. Sejalan dengan pembangunan fisik yang mengubah
bentangan alam, jumlah aliran permukaan air tawar terus meningkat membawa sedimen dalam jumlah besar dan nutrient dalam kadar tinggi dari pertanian atau
sistem pembuangan. Akibatnya sedimentasi akan menutup terumbu karang atau menyebabkan peningkatan kekeruhan karena penyuburan eutrofikasi yang dapat
menurunkan jumlah cahaya mencapai karang dan dapat menyebabkan pemutihan. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan terhadap pengelolaan
sumberdaya yang ada seiring peningkatan jumlah penduduk, agar tidak terjadi degradasi
hasil sumberdaya. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan pengelolaan ekosistem terumbu karang tersebut antara lain adalah
mendidik masyarakat dalam hal perlindungankonservasi sehingga dapat
75 meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban untuk berperan aktif dalam
menjaga dan mengelola sumberdaya mereka secara lestari Tulungen et al., 2002. Pendidikan
Menurut LPPM STPS, 2004 masyarakat Desa Sitardas mempunyai kualitas tingkat pendidikansumberdaya manusia yang masih relatif rendah. Hal
ini ditdanai dengan banyaknya penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan SD 54.55, sedangkan tingkat pendidikan SMP sebesar 16.70 dan tidak
bersekolah 28.75. Prasarana pendidikan yang ada di desa ini adalah 2 buah gedung Sekolah Dasar yang terletak di Dusun Kampung Sawah dan Dusun Bulu
Suratan. Tenaga pengajar di kampung sawah sebanyak 5 orang PNS dan 2 orang tenaga Honorer. Sedangkan tenaga pengajar di SD di Dusun Bulu Suratan
sebanyak 4 orang PNS dan 5 tenaga honorer. Kondisi bangunan sekolah sudah sangat memprihatinkan dan fasilitas proses belajar mengajar sangat minim.
Masyarakat pesisir dengan tingkat pendidikan demikian sangat membutuhkan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, baik melalui
pendidikan formal maupun informal. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Desa Sitardas ini adalah merupakan salah satu kelemahan dalm upaya pengelolaan
ekosistem terumbu karang dan DPL Sitardas. Seperti djelaskan Nikijuluw 1994 dalam pengelolaannya umumnya DPL dilakukan berbasis masyarakat atau biasa
disebut Community Based Management CBM yang merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam seperti ekosistem terumbu karang dan
sumberdaya perikanan yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Namun CBM ini juga memilki
kelemahan nilai-nilai negatif dari pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan berbasis masyarakat karena masyarakat memiliki keterbatasan seperti
tingkat pendidikan serta kesadaran akan pentingnya lingkungan. Kemudian menurut Madrie 1986 bahwa tingkat pendidikan, umur dan kesesuaian kegiatan
dengan kebutuhan merupakan faktor pribadi yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang dalam melakukan kegiatan.
76
Mata Pencaharian dan Pendapatan
Berdasarkan pekerjaan komposisi masyarakat Desa Sitardas adalah 92.41 petani dan 2.53 sebagai Nelayan. Umumnya masyarakat Dusun
Kampung Sawah–Desa Sitardas seluruhnya bekerja sebagai nelayan, sedangkan di dusun lainnya sebagian besar bekerja sebagai petani, dan hanya 3 sebagai
nelayan. Nelayan yang terdapat di desa ini terdiri dari buruh nelayan anak buah kapal, tekong juru mudi kapal, nelayan pemilik kapal toke serta nelayan
pengolah hasil perikanan. Banyaknya jumlah nelayan yang ada di Desa Sitardas ini menjadi ukuran tingginya interaksi manusia dengan lingkungannya, terutama
ekosistem terumbu karang. Untuk itu perlu pula adanya pengaturan yang baik dan tepat dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Sarana perikanan yang terdata di desa ini adalah perahu sebanyak 12 unit dan beberapa buah bagan tancap. Dalam kegiatan penangkapan ikan di laut,
umumnya nelayan menggunakan kapal kayu kecil berukuran 5–10 GT dengan mesin motor tempel 10 PK atau perahu tanpa motor jukung. Alat tangkap yang
dioperasikan umumnya jaring insang gill net untuk menangkap jenis ikan pelagis, dan sebagian menggunakan alat pancing. Dalam kondisi demikian, daerah
penangkapan ikan fishing ground terbatas di perairan sekitar pantai perairan neritik, sehingga produksi ikan relatif rendah. Walaupun keadaan ekonomi sulit,
nelayan tetap bertahan untuk melaut karena pekerjaan itu sudah mereka lakukan secara turun temurun, tidak ada alternatif pekerjaan lain dan mereka tidak
mempunyai keterampilan lain. Dalam situasi seperti ini diperlukan pengembangan pekerjaan alternatif bagi masyarakat nelayan, yang dapat dilakukan oleh anggota
keluarga sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan tersebut. Secara umum tingkat perekonomian masyarakat di Desa Sitardas masih
tergolong rendah, sehingga umumnya masyarakat mementingkan memenuhi kebutuhan hidupnya dari pada aktif dalam kegiatan untuk pelestarian dan
pengelolaan sumberdaya alam. Dijelaskan oleh Soeryani, 1987 bahwa tingkat pendidikan dan kemiskinan adalah faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam melaksanakan suatu kegiatan, termasuk dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam.
77
Sarana dan Prasarana Umum
Di Desa Sitardas belum ada fasilitas pasar, sehingga masyarakat harus pergi ke Desa Hutabalang atau Desa Hajoran yang telah mempunyai fasilitas pasar
untuk memperoleh bahan kebutuhan sehari-hari. Demikian juga dengan fasilitas pendaratan ikan belum ada, sehingga bongkar muat produksi perikanan dilakukan
di pinggir pantai di Dusun Kampung Sawah. Sarana dan prasarana jalur transportasi menuju ke desa ini masih berupa
jalan tanah. Sedangkan transportasi menuju kampung sawah kebanyakan orang menggunakan jalur laut. Minimnya sarana dan prasarana yang ada di desa
sitardas, terutama yang berkaitan dengan kegiatan perikanan seperti tempat pendaratan ikan mengakibatkan pengelolaan wilayah peisisir Sitardas kurang baik.
Bongkar muat hasil-hasil perikanan yang dilakukan secara tradisional di pinggir laut dapat menyebabkan pencemaran serta dampak negatif terhadap lingkungan
perairan disekitarnya. Berdasarkan informasi Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang LPSTK Sitardas sarana dan prasarana dalam upaya
pengelolaan ekosistem terumbu karang seperti kapal boat pengawasan DPL juga sangat memprihatinkan. Oleh karena itu diperlukan adanya pengelolaan secara
terpadu melalui peningkatan sarana dan prasarana yang ada agar pengelolaan dan pengawasan ekosistem terumbu karang di perairan dan DPL Sitardas dapat
berjalan dengan baik.
Aspek Kelembagaan
Desa Sitardas dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dibantu oleh seorang Sekretaris Desa, seorang Kepala Urusan Pemerintahan, seorang Kepala Urusan
Umum, dan seorang Kepala Urusan Pembangunan. Desa Sitardas mempunyai 5 dusun, masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Dusun serta bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Desa. Dusun I Kampung Sawah terletak di tepi pantai, Dusun II gabungan dari Kampung Mali-mali, Jambar Toba dan Meranti
berupa lembah dan perbukitan, Dusun III Bulu Suratan merupakan dataran rendah, Dusun IV Sawangan Rambutan berupa dataran rendah sampai
perbukitan, dan Dusun V P. Panjang dan Danau Pdanan berupa dataran rendah. Aspek kelembagaan yang ada di Desa Sitardas merupakan komponen yang
penting dalam upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang dan DPL Sitardas.
78 Bentuk nyata dari implementasi aspek kelembagaan ini terhadap pengelolaan
ekosistem terumbu karang di Desa Sitardas adalah adanya legimitasi terhadap DPL Sitardas melalui Peraturan Desa Perdes Nomor : 1 Tahun 2008, pada
tanggal 15 Oktober 2008. Perdes ini mengatur tentang kawasan DPL, pemanfaatannya, alat penangkapan yang diperbolehkan, larangan serta sanksi
terhadap pelanggaran peraturan yang ditetapkan. Aspek kelembagaan yang ada di Desa Sitardas ditampilkan pada diagram Gambar 17.
Gambar 17 Struktur Pemerintahan Desa Sitardas
Sumber: Kantor Kepala Desa Sitardas 2009
Selain aspek kelambagaan pemerintahan Desa Sitardas, terdapat pula Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang LPSTK yang bertanggung
jawab dalam upaya pengelolaan ekositem terumbu karang di Desa Sitardas, yang berada di bawah naungan COREMAP II Kabupaten Tapanuli Tengah.
Sikap, Persepsi dan Partisipasi Masyarakat
Hasil pengumpulan data baik melaui diskusi formal dan informal maupun kuisioner yang dibagikan diketahui bahwa sikap masyarakat terhadap pelestarian
dan pengelolaan ekosistem terumbu karang di Perairan Sitardas cukup tinggi. Dari 30 responden yang dilakukan wawancara menyatakan setuju dengan adanya
daerah perlindungan laut sebagai salah satu upaya dalam pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang di daerah tersebut.
Kepala Desa BPD
LPM
Sekretaris Desa Kepala
Dusun I Kepala
Dusun II Kepala
Dusun III Kepala
Dusun IV Kepala
Dusun V
KAUR UMUM
KAUR PEMERINTAHAN
KAUR PEMBANGUNAN
79 Sikap masyarakat ini ditunjukkan dengan kesadaran untuk tidak
melakukan kegiatan yang dapat merusak terumbu karang. Kemudian kesediaan masyarakat untuk menjalankan Peraturan Desa Perdes yang ditetapkan bersama
sebagai dasar kekuatan hukum untuk perlindungan DPL Sitardas. Persepsi terhadap pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang
di Perairan Sitardas telah ada, sehingga dapat mendukung keberadaan daerah perlindungan laut. Namun sangat disayangkan pengetahuan dan pemahaman
terhadap keberadaannya, lingkungannya serta pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang ada masih kurang. Hal ini juga menyebabkan kurangnya peran
serta masyarakat dalam kegiatan pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang ada.
Dijelaskan oleh Dutton et al. 2001 mengenai sikap dan persepsi masyarakat terhadap sumberdaya pesisir dan lautan Indonesia untuk pertama
kalinya, bahwa pada wilayah pedesaan pesisir dan pedalaman pengetahuan masyarakatnya akan keberadaan Indonesia dan letaknya masih sangat rendah.
Rendahnya pengetahuan ini mencakup minimnya pengetahun mengenai sumberdaya pesisir dan lautan yang berlimpah bagi kehidupan sosial dan
ekonomi. Disamping itu perbedaan yang mendasar dalam pengetahuan dan pengertian masyarakat menjadi kendala keikutsertaannya dalam program
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang lebih baik. Namun demikian di luar keterbataan yang ada tersebut, masyarakat secara umum menyadari pentingnya
sumberdaya pesisir dan laut bagi kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masyarakat sebenarnya bersedia untuk
terlibat langsung secara aktif bersama dengan pemerintah setempat dan institusi lainnya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Dutton et al., 2001. Oleh
karena itu perlu adanya adanya pembinaan, pendidikan, petunjuk serta kepercayaan dalam keterlibatannya untuk pengelolaan sumberdaya tersebut.
Untuk partisispasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang di Perairan Sitardas belum tampak jelas. Sebagian masyarakat masih ada
yang belum mau untuk aktif serta dalam pengawasan untuk perlindungan ekosistem terumbu karang yang ada. Meskipun sebagian masyarakat telah terlibat,
namun hanya sebagai pemanfaat dan pemantau kondisi ekosistem terumbu karang
80 saja. Kegiatan pengawasan DPL sendiri masih dilakukan oleh sebagian anggota
masyarakat yang tergabung kedalam Kelompok Masyarakat Pokmas. Secara umum operasional pengawasan dan pengelolaan terhadap ekosistem terumbu
karang yang ada, masih berdasarkan pada anggaran untuk pengelolaan DPL dari pemerintah pusat melalui PIU COREMAP II Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Tapanuli Tengah. Belum adanya swadaya dari masyarakat disebabkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah.
Sepeti dijelaskan oleh Cohen dan Uphoff 1977 bahwa partisipasi dibedakan berdasarkan tahapannya terbagi atas; 1 Partisipasi dalam pembuatan
keputusan, kebijakan dan perencanaan pembangunan. 2 Partisipasi dalam pelaksanaan program pembagunan. 3 Partisipasi dalam memanfaatakan atau
menggunakan hasil-hasil pembangunan. 4 Partisipasi dalam mengevaluasi dan mengawasi pembangunan.
4.5 Analisis Pengelolaan untuk Pengembangan