4  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Kondisi Umum Daerah Penelitian
Hampir semua lokasi penelitian di Tapanuli Tengah memiliki pantai yang sempit, terdiri dari pasir putih yang diselingi bongkahan batu cadas batu gunung.
Ke arah darat ditumbuhi oleh tumbuhan pantai yang terdiri dari semak belukar, pdanan laut, mangrove atau pun pohon kelapa.  Beberapa lokasi  tak jauh dari
pantai,  merupakan  dataran tinggi  sebagai bagian dari gugus bukit barisan di sebelah Barat Pulau Sumatera yang ditumbuhi oleh pohon-pohon berukuran besar.
Wilayah pesisir Desa Sitardas mempunyai panjang garis pantai sekitar 6 km dan berhadapan dengan Samudera Indonesia.  Tinggi gelombang laut berkisar
antara 0.6–2.5 m, tinggi pasang surut pasut rata-rata 0.70 m, tipe pasut campuran condong ke harian gdana, kedalaman perairan pada sekitar pesisir berkisar antara
1–10 meter dengan jenis substrat dasar pantai berpasir dan batu kerikil. Perairan Desa Sitardas  selain pesisir pantai juga memiliki  Pulau  Ungge
P. Ungge dan Pulau Bakal P. Bakal yang masuk kedalam wilayah administrasi Desa Sitardas.  Daratan  Desa Sitardas  mempunyai  3  tiga  buah sungai  yang
memisahkan desa ini dengan desa lain di  sekitarnya. Di sebelah Utara terdapat Sungai  Aek Lobu merupakan perbatasan dengan Desa Jago-jago, di sebelah
Selatan terdapat Sungai Aek Tunggal  kemudian  Sungai Kualo Maros yang melintasi  Desa  Sitardas  yang  bermuara di Dusun Kampung Sawah.  Adanya
sungai-sungai yang bermuara langsung ke  Perairan Sitardas  sangat berpengaruh terhadap kondisi biofisik perairan di sekitar Desa Sitardas.
Berdasarkan dinamika perairan  dimana  massa air pesisir berinteraksi dengan massa air Sungai Aek Lobu, Sungai Aek Tunggal dan Sungai Kualo
Maros, sehingga perairan dekat pantai mempunyai salinitas rata-rata  18 ppt, sedangkan di perairan lepas pantai offshore salinitas mencapai 30 ppt.  Hasil
pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pada tahun 2004, diketahui suhu permukaan air  laut rata-rata 28
o
C, kecerahan tinggi,  Zat padat tersuspensi TSS 32 ppm, warna  air  laut biru–hijau,  kadar oksigen terlarut DO 7.6 ppm,  BOD
5
7.2 ppm, dan pH air 8.2 CRITC–COREMAP LIPI 2004. Data tersebut menjadi baseline
untuk penelitian dan pemantauan kondisi  biofisik  di  Perairan Sitardas
37 selanjutnya, dimana pada saat tersebut  dapat dinyatakan bahwa  perairan tersebut
belum tercemar sehingga masih mendukung perkembangan sumberdaya hayati perairan pesisir seperti terumbu karang, padang lamun dan sumberdaya ikan.
Hasil pengukuran di  lapangan kondisi parameter fisika dan kimia di Perairan Sitardas pada lokasi penelitian yang dilakukan pada tahun 2009, ternyata
hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran pada tahun 2004, suhu permukaan laut berkisar 28
o
C–31
o
C, kecerahan tinggi, salinitas berkisar 29‰–29.5‰ kecuali perairan dekat pantai pada stasiun SIT 01 yang paling dekat kedaratan dan adanya
muara sungai Kuala Maros mempunyai  salinitas  rata-rata 22.5‰, kecepatan arus berkisar 2 cmdetik – 8 cmdetik. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
ini dilakukan di sekitar Perairan Sitardas, P. Ungge dan P. Bakal yang merupakan lokasi penelitian Gambar 7.
Gambar 7 Desa Sitardas:  a  dusun  I  Kampung Sawah,  b  Perairan Sitardas,
c P. Ungge dan d P. Bakal yang menjadi lokasi penelitian Desa Sitardas  mempunyai luas daratan 4  626 ha  dengan luas wilayah
menurut jenis penggunaan tanah  antara lain,  tanah sawah 10 ha, tanah kering
Doc by: Hemat  2009
a
d c
b
38 4 418 ha, bangunanpekarangan 48 ha, lainnya 150 ha. Desa ini merupakan desa
yang paling jauh letaknya dari ibukota  kecamatan  dibandingkan  dengan desa lainnya yaitu  sekitar 14 km.  sumber : Kantor Camat Kecamatan Badiri  2009.
Terdapat  5 dusun  di  Desa Sitardas  dari  Dusun I sampai dengan  Dusun V, masing-masing dusun dipimpin seorang Kepala Dusun. Dusun I Dusun Kampung
Sawah  adalah wilayah yang paling dekat dengan  Perairan Sitardas  sehingga mayoritas penduduknya adalah nelayan.
Desa Sitardas memilki Daerah Perlindungan Laut DPL yang di tetapkan berdasarkan Peraturan Desa Perdes Nomor : 1 Tahun 2008, pada tanggal
15 Oktober 2008. Di dalam perdes tentang pelestarian terumbu karang di perairan laut desa ini  diatur tentang kawasan  DPL, pemanfaatannya, alat penangkapan
yang diperbolehkan, larangan serta sanksi terhadap pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan.
DPL Sitardas dinamakan dengan DPL Karang Malako Simuju, terletak di sebelah Barat Desa Sitardas dengan luas  +  42 hektar. Lebar dari garis pantai
adalah 100 meter yang memanjang sejauh 4200 meter sepanjang perairan pesisir Desa Sitardas.  Kawasan perairan laut di sepanjang  pesisir desa maupun perairan
laut di sekeliling pulau-pulau yang terdapat di wilayah perairan desa sejauh 200 meter dari garis pantai surut terendah ditetapkan sebagai kawasan
pemanfaatan terbatas. Kawasan perairan laut di kawasan  Perairan Desa Sitardas sebelah Utara berbatasan dengan perairan laut Desa Jago-Jago, sebalah Barat
berbatasan dengan perairan laut Desa Tapian Nauli I dan sebelah Selatan berbatasan dengan perairan laut Desa Lumut Maju Kecamatan Lumut  yang
ditetapkan sebagai kawasan pemanfaatan tradisional. Dalam kawasan  DPL  dapat dilakukan kegiatan  penelitian dan wisata
terbatas. Kemudian pada kawasan pemanfaatan terbatas dapat dilakukan kegiatan pengambilan hasil sumberdaya laut secara tradisional, budidaya oleh masyarakat,
pengembangan fasilitas pendukung kegiatan perikanan, penelitian dan pariwisata. Selanjutnya pada kawasan pemanfaatan tradisional dapat dilakukan penangkapan
ikan dan pengambilan biota laut lainnya secara tradisional oleh masyarakat Desa Sitardas  maupun masyarakat desa lainnya yang berdasarkan asal-usulnya telah
melakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengambilan biota laut di kawasan ini.
39 Penentuan tata batas kawasan  DPL yang mencakup  kawasan  pemanfaatan
terbatas, kawasan pemanfaatan tradisional maupun kawasan pemanfaatan lainnya ditetapkan dalam keputusan Kepala Desa melalui  musyawarah desa  dengan
melibatkan Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa BPD dan masyarakat. Jenis alat tangkap yang diperbolehkan untuk mengambil ikan dan biota
laut lainnya di kawasan  pemanfaatan terbatas yang diatur dalam Perdes Sitardas adalah, pancing tangan hand line, bubu, jaring insang tetap set gill net dan jala.
Peta  DPL  Sitardas diperoleh dari LPPM Universitas Dharmawangsa  Medan selaku  pelaksana pekerjaan dalam  pengelolaan  Daerah Perlindungan Laut  di
Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8  Peta Daerah Perlindungan Laut Sitardas
LPPM Universitas Dharmawangsa Medan 2008
.
Kondisi  DPL  Sitardas dapat dikatakan berjalan cukup baik, kesadaran masyarakat Desa Sitardas akan pelestarian terumbu karang sudah  ada. Namun
selama ini pengetahuan tentang terumbu karang, manfaat serta pengelolaannya masih sangat kurang. Sebagian masyarakat belum secara aktif berpartisipasi
dalam pengelolaan terumbu karang  di wilayah tersebut.  Pengawasan terhadap ekosistem terumbu karang masih sangat minim  sehingga terjadi  kerusakan
terhadap terumbu karang  akibat  penangkapan ikan yang merusak,  seperti
40 penggunaan bom,  pottasium  dan  alat tangkap lainnya yang tidak diperbolehkan
serta akibat penggunaan jangkar kapal yang dilemparkan ke area terumbu karang di  perairan secara sembarangan  oleh nelayan.  Kerusakan ini sebagian besar
dilakukan oleh masyarakat nelayan dari luar Desa Sitardas, tetapi  ada  juga  yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sitardas sendiri yang tidak mengetahui dan tidak
menyadari pentingnya pelestarian dan pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan  ekosistem terumbu karang sudah berjalan sejak dibentuknya
DPL Sitardas,  tetapi  belum optimal. Masih adanya penzonasian  di dalam DPL membuka peluang terjadinya kerusakan akibat interaksi pemanfaatan sumberdaya
yang ada di dalam DPL. Sebagaimana diketahui bahwa DPL Sitardas di bagi atas zona inti dan zona penyangga. Zona inti  DPL Sitardas  merupakan kawasan
dimana kegiatan penangkapan ikan dan aktifitas pemanfaatan sumberdaya lainnya sama sekali tidak diperbolehkan. Kemudian kegiatan yang dapat merusak terumbu
karang  seperti pengambilan karang, pelepasan jangkar kapal, serta penarikan perahu di atas terumbu karang juga dilarang.  Nyatanya berdasarkan pengamatan
di lapangan terlihat bahwa kondisi terumbu karang pada zona inti juga mengalami kerusakan,  akibat kurangnya kesadaran masyarakat  yang tidak mematuhi
peraturan yang telah ditetapkan dengan melakukan aktifitas dan penangkapan ikan secara sembunyi-sembunyi.  Zona penyangga  DPL Sitardas yang disebut
masyarakat sebagai zona pemanfaatan tradisional merupakan kawasan di sekeliling zona inti yang di dalamnya masih diperbolehkan  adanya kegiatan
penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Berdasarkan pengamatan di lapangan disadari  pula  bahwa  akibat  adanya aktifitas penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap pancing, panah, bubu, jaring insang dan jala yang tidak baik dan benar  juga merupakan penyebab kerusakan terumbu karang. Selain itu
akibat  penangkapan ikan dengan alat tangkap yang tidak diperbolehkan secara sembunyi-sembunyi serta akibat jangkar kapal memperparah kerusakan terumbu
karang pada zona penyangga tersebut.  Belum optimalnya pengelolaan DPL Sitardas mengakibatkan kerusakan pada ekosistem terumbu karang. Peran serta
masyarakat untuk membentuk DPL berbasis masyarakat belum terlihat dengan jelas. Pengawasan dan penegakan hukum juga belum berjalan secara optimal,
41 masih perlu adanya pembinaan dan peningkatan sumberdaya manusia untuk
pengelolaan ekosistem terumbu karang di Perairan Sitardas. Berdasarkan hasil pengamatan pada stasiun penelitian kerusakan terumbu
karang terbesar adalah akibat faktor manusia, terutama kegiatan  penangkapan ikan.  Semua  stasiun penelitian  memperlihatkan  adanya  patahan karang rubble
dalam  persentase  yang cukup  tinggi.  Bahkan  pada stasiun  penelitian  SIT 02 TPTL 07 yang merupakan zona inti  DPL  Sitardas  juga  ditemukan adanya
rubble .  Stasiun  penelitian  SIT 01 yang merupakan zona pemanfaatan  DPL
Sitardas di temukan endapan lumpur yang cukup tinggi, sehingga kondisi terumbu karang pada stasiun ini kurang baik. Tingginya sedimentasi pada stasiun ini
disebabkan oleh letaknya yang paling dekat dengan muara sungai Kuala Maros yang mengalir dari Desa Sitardas yang membawa sedimentasi dari daratan. Hal ini
juga diperburuk dengan adanya kegiatan penebangan hutan di sekitar pinggang perbukitan daratan Sitardas yang letaknya berada di atas  DPL  Sitardas.  Kondisi
kerusakan terumbu karang paling buruk terjadi pada stasiun BKL 04 TPTL 05 di P. Bakal dan UNG 05 TPTL 04 di P. Ungge yang tidak merupakan wilayah DPL
Sitardas. Aktifitas kegiatan penangkapan ikan di perairan  kedua  pulau ini cukup tinggi, bahkan kedua pulau ini selalu dijadikan tempat persinggahan atau tempat
berlindung dari badai oleh nelayan. Penambatan jangkar kapal serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan diduga mengakibatkan kerusakan
terumbu karang.  Pada awalnya kedua pulau ini pernah akan dijadikan sebagai DPL, tetapi karena adanya  pertentangan oleh masyarakat setempat akhirnya
wilayah perairan kedua pulau ini tidak termasuk kedalam wilayah DPL Sitardas. Oleh karena itu dalam upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang di
Perairan Sitardas, maka dilakukan penelitian terhadap ekologi terumbu karang dan kondisi  sosial ekonomi masyarakat yang berdampak langsung terhadap terumbu
karang, agar pelestarian ekosistem terumbu karang dapat terjaga dan berjalan dengan baik  serta  diharapkan juga mampu meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat.
42
4.2  Parameter Fisika dan Kimia Perairan