27
3.3  Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini  meliputi  data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah metode survei
untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder dengan penelusuran literatur desk study dan pengumpulan data dari instansi yang terkait.
3.4 Data Primer
Data primer dikumpulkan dari kegiatan observasi, wawancara, diskusi, dan pengukuran di lapang. Pengumpulan data primer meliputi data sumber daya alam
menyangkut kondisi terumbu karang yakni, persentase terumbu karang, kemudian ikan karang  yakni,  kelimpahan ikan karang  serta  benthic fauna  lainnya yakni,
kelimpahan  benthic fauna.  Data  sosial ekonomi  merupakan  penjabaran kondisi masyarakat sebagai subjek dalam pengelolaan  sumberdaya alam yang ada di
Perairan Sitardas.
3.4.1  Parameter fisika dan kimia perairan
Untuk mengetahui kondisi perairan secara umum dilakukan  pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia  perairan antara lain;  kecerahan m diukur
dengan menggunakan secchi disk, suhu
o
C menggunakan thermometer, salinitas
00
menggunakan  refraktometer,  dan  kecepatan  arus cmdet menggunakan floating droadge.
Berdasarkan pemaparan literatur dalam tinjauan pustaka, diketahui bahwa parameter fisika dan kimia  perairan ini adalah merupakan faktor-faktor
penghambat pertumbuhan terumbu karang.
3.4.2  Data terumbu karang
Metode yang digunakan untuk pengambilan data biota pengisi habitat dasar adalah metode transek garis menyinggung Line Intercept Transect=LIT.
Pengamatan dilakukan di titik transek stasiun penelitian yang dilakukan LIPI pada kedalaman antara 3–5 m. Teknik pengamatan yang dilakukan sama dengan yang
telah dilaksanakan dengan kegiatan  baseline  dan  monitoring ekologi  oleh LIPI pada tahun  2004, 2007  dan 2008  untuk dapat membandingkan antara data
sebelumnya dengan data hasil penelitian yang dilakukan, sehingga diketahui
28 bagaimana perubahan kondisi terumbu karang serta biota yang hidup di dalamnya.
Panjang garis transek 10 m diulang sebanyak 3 kali pada  garis pita roll meter sepanjang 70 m. Pengamatan LIT dilakukan pada garis transek roll meter 0–10 m,
30–40  m dan 60–70 m, jarak antara transek pada garis diberi interval 20 m. Pengamatan biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan
lifeform yang memiliki kode-kode  tertentu English  et al.  1997.  Kemudian semua biota karang dan substrat yang berada  tepat di bawah transek tersebut
diukur menggunakan roll meter dan dicatat hingga ketelitian centimeter. Gambar teknik pengamatan karang yang dilakukan  disajikan dalam
Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4  Teknik Pengamatan Line Intercept Transect LIT.
3.4.3  Data ikan karang
Pengambilan data ikan karang menggunakan metode  sensus pengamatan bawah air Underwater fish Visual Cencus=UVC berdasarkan manual monitoring
kesehatan karang  CRITC COREMAP–LIPI 2006 yang diadopsi dari English et al. 1997. Pengamatan ikan-ikan karang dilakukan pada setiap transek
stasiun penelitian, dimana ikan-ikan yang dijumpai pada  jarak 2.5 m di sebelah kiri dan 2.5 m di sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan
jumlahnya. Luas bidang yang teramati pertranseknya yaitu 5 X 70 m = 350 m
2
. Interval waktu pengamatan antara jam 8.30 WIB sampai 17.00 WIB  untuk lebih
memudahkan pengamatan dan identifikasi yang dilakukan, oleh karena itu  data ikan yang diambil merupakan ikan yang bersifat diurnal.
Transek dipasang secara paralel terhadap garis pantai 70m
Ulangan 1 Ulangan 2
Ulangan 3 10 m
10 m 10 m
Tanda patok pertama yang berbeda dari yang lainnya
29 Gambar metode pengamatan ikan karang dengan UVC dapat dilihat pada
Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5  Metode Underwater fish Visual Census UVC.
3.4.4  Data benthic fauna
Benthic fauna yang diamati adalah hewan dasar perairan yang berasosiasi dengan terumbu karang dan mempunyai ukuran yang dapat dilihat dengan mata
telanjang.  Pengamatan  benthic fauna  dilakukan dengan metode  Reef Check Benthos
RCB  berdasarkan manual  monitoring kesehatan karang  CRITC COREMAP–LIPI 2006.  Pengamatan dilakukan dengan meletakkan  roll meter
berukuran sepanjang 70 m pada kedalaman 3–5 m pada transek stasiun penelitian lokasi LIT, kemudian semua benthic fauna yang berada 1 meter disebelah kiri dan
1 meter di sebelah kanan roll meter pada area pengamatan seluas 140 m
2
dicatat semua jumlahnya.  Pengamatan dengan metode RCB  sama  dengan metode UVC
pengamatan ikan karang, hanya saja objek yang diamati dan luasan area pengamatan yang berbeda.  Metode pengamatan  benthic fauna  dapat dilihat pada
Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6  Metode Reef Check Benthos RCB.
30 Berdasarkan manual  monitoring kesehatan karang  CRITC COREMAP–
LIPI 2006, pengamatan benthic fauna yang dilakukan terutama yang mempunyai nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan  sebagai  indikator kesehatan terumbu
karang. Benthic fauna  yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek terdiri dari:
- Lobster udang karang
- Acanthaster planci binatang bulu seribu
- Diadema setosum bulu babi hitam
- Pencil sea urchin bulu babi seperti pensil
- Large Holothurian teripang ukuran besar
- Small Holothurian teripang ukuran kecil
- Large Giant Clam kima ukuran besar
- Smal Giant Clam kima ukuran kecil
- Trochus niloticus lola
- Drupella  sp.  sejenis  Gastropodakeong yang hidup di atas atau di  antara
karang terutama karang bercabang -
Mushroom coral karang jamur, Fungia spp.
3.4.5  Data sosial ekonomi
Data sosial ekonomi yang dikumpulkan yaitu; kependudukan, pendidikan, mata  pencaharian,  pendapatan,  kelembagaan,  sikap, persepsi  dan partisipasi
terhadap pengelolaan ekosistem terumbu karang di perairan Sitardas. Data sosial ekonomi dikumpulkan sebagai data pendukung dalam rekomendasi strategi
pengelolaan  ekosistem terumbu karang  dan  DPL  Sitardas.  Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung interview dan kuisioner  serta
berdasarkan data sekunder.
3.5 Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi  terkait dan melalui penelusuran berbagai pustaka.  Data sekunder merupakan data pendukung  untuk
melihat pengaruh beberapa aspek  sosial ekonomi masyarakat  terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian. Data ini kemudian dianalisis untuk
memperoleh input berbagai faktor eksternal dan internal dalam analisis SWOT.
31
3.6 Analisis Data
Analisa  data yang dilakukan adalah analisa  deskriftif  berdasarkan hasil pengolahan data primer maupun sekunder.  Data yang dikumpulkan berupa data
kualitatif dan data kuantitatif  dari data primer maupun  data sekunder  yang menggambarkan  kondisi ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian serta
aspek-aspek yang mempengaruhiyang berkaitan langsung dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang dan  DPL  di Desa Sitardas. Analisis yang dilakukan
meliputi analisis data ekologis dan data sosial ekonomi.
3.6.1 Persentase tutupan karang
Persentase  tutupan karang berdasarkan pada kategori dan persentasi karang hidup life form, semakin tinggi persentase penutupan karang hidup maka
kondisi ekosistem terumbu karang semakin baik dan semakin penting pula untuk dilindungi. Data persentase  tutupan karang hidup yang diperoleh  dengan  metode
Line Intercept Tansect English et al. 1997, dihitung dengan persamaan:
Keterangan :   Ni = persen penutupan karang jenis ke-i li   = panjang total life form  jenis ke-i cm
L  = panjang transek 70 m Data kondisi  tutupan karang yang diperoleh dari persamaan di atas
kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap 1988 yaitu : a.
75 – 100    :   Sangat baik b.
50 – 74.9   :   Baik c.
25 – 49.9   :   Sedang d.
0 – 24.9   :   Rusak
3.6.2 Kelimpahan ikan karang
Analisis kelimpahan ikan karang yang terdapat pada  stasiun penelitian di perairan  dan  Daearah  Perlindungan  Laut  Sitardas  dihitung  berdasarkan  manual
monitoring kesehatan karang CRITC COREMAP–LIPI 2006, yaitu :
32 Selain itu dihitung juga kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit
individuluas transek. Kelompok ikan yang diamati dibagi atas 3 kelompok utama English et al. 1997 yaitu:
1. Ikan-ikan target, merupakan ikan ekonomis penting yang biasa ditangkap
untuk dikonsumsi. Ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat untuk pemijahan dan sebagai daerah asuhan. Ikan-ikan target ini terdiri dari
suku Serranidae ikan kerapu, Lutjanidae ikan kakap, Lethrinidae ikan lencam, Nemipteridae ikan kurisi, Caesionidae ikan ekor kuning,
Siganidae ikan baronang, Haemulidae ikan bibir tebal, Scaridae ikan kakak tua, dan Acanthuridae ikan pakol.
2. Ikan-ikan indikator, merupakan ikan karang yang khas mendiami daerah
terumbu karang dan menjadi indikator bagi kesehatan terumbu karang. Ikan- ikan indikator ini dari suku Chaetodontidae ikan kepe-kepe.
3. Ikan-ikan major,  merupakan ikan berukuran kecil berkisar antara 5–25  cm
yang mempunyai karakteristik pewarnaan beragam sehingga dekenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah baik dalam individu
maupun jenisnya serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, terdiri dari suku  Pomacentridae ikan
betok laut, Apogonidae ikan serinding,  Labridae ikan sapu-sapu dan Blenniidae ikan peniru.
3.6.3 Kelimpahan benthic fauna
Kelimpahan  benthic fauna  adalah merupakan  jumlah  benthic fauna  yang ditemukan pada stasiun penelitian. Benthic fauna yang diamati merupakan hewan
benthic  yang  memiliki nilai ekonomis penting serta yang berperan langsung di dalam ekosistem karena dapat dijadikan indikator kesehatan terumbu karang.
Hasil penghitungan jumlah benthic fauna, kemudian dihitung
kelimpahannya  berdasarkan  manual monitoring kesehatan karang CRITC COREMAP–LIPI 2006, yaitu:
33
3.6.4  Faktor sosial ekonomi
Data sosial ekonomi masyarakat diperoleh melalui data primer dengan pengamatanobservasi, pengisian kuisioner, serta wawancara secara langsung
dilokasi penelitian serta berdasarkan data sekunder dari instansi terkait. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik  purposive sampling
berjumlah minimal 30 orang yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, pengelola, dan juga Lembaga Swadaya Masyrakat LSM setempat yang berhubungan
dengan kegiatan pengelolaan Daerah Perlindungan Laut. Pertimbangan menggunakan metode  purposive  sampling  karena metode
pengambilan  sampel ini dengan sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan, yaitu dengan ketentuan  kondisi sosial ekonomi
masyarakat, sikap, persepsi  dan  peran serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan  ekosistem terumbu karang perairan Sitardas.  Pertimbangan
lain adalah kemudahan dalam melakukan wawancara dan  kesediaan responden dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian.
3.7 Analisis SWOT
Untuk strategi dan rekomendasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di perairan Sitardas dilakukan dengan analisis SWOT.  Analisis SWOT Strength,
Weakness, Opportunity, Threat adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi Rangkuti, 1997.  Melalui  analisis SWOT dilakukan identifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematik dan
kemudian merumuskannya. Selanjutnya membandingkan antara faktor eksternal, yakni peluang opportunities dan ancaman threats dengan faktor internal, yakni
kekuatan strength dan kelemahan weakness.  Dengan pendekatan matriks antara faktor eksternal dan internal dilakukan pembobotan dengan kisaran nilai
0.0–1.0. Untuk unsur peluang dan ancaman nilai ranking 1–4,  sedangkan pada unsur kekuatan dan kelemahan nilai ranking 4 hingga 1.  Analisis ini didasarkan
asumsi bahwa strategi yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan kesempatan yang dimiliki serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang
dihadapi.  Langkah-langkah dalam melakukan  melakukan analisis SWOT ini dijabarkan pada langkah-langkah dibawah ini.
34
Penentuan bobot setiap variabel
Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal. Penentuan bobot setiap variabel menggunakan
skala 1, 2, 3, dan 4 David 2002, yaitu: 1 : Jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal
2 : Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal 3 : Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator vertikal
4 : Jika indikator horizontal sangat penting dibandingkan indikator vertikal Pembobotan faktor strategis internal  dilakukan dengan pemberian nilai
terhadap faktor-faktor yang ada, melalui perbandingan antara faktor secara horizontal dan vertikal.  Kemudian hasil penilaian perbandingan  faktor-faktor
tersebut dilakukan pembobotan.
Penentuan peringkat rating
Penentuan peringkat merupakan pengukuran  pengaruh masing-masing variabel. Penentuan peringkat  menggunakan nilai  dengan skala  1–  4  terhadap
masing-masing faktor strategis internal dan eksternal Rangkuti 1997. Skala penilaian peringkat matriks Internal Factor Evaluation IFE untuk
faktor strategis kekuatan, yaitu: 1 = Kekuatan yang kecil
3 = Kekuatan yang besar 2 = Kekuatan sedang
4 = Kekuatan yang sangat besar Skala penilaian  peringkat matriks  IFE  untuk  faktor strategis kelemahan,
merupakan kebalikan dan faktor strategis kekuatan, yaitu: 1 = Kelemahan yang sangat berarti
3 = Kelemahan yang kurang berarti 2 = Kelemahan yang cukup berarti
4 = Kelemahan yang tidak berarti Pemberian nilai peringkat  matriks  Eksternal Factor Evaluation  EFE
untuk faktor peluang: 1  =  Peluang rendah, respon kurang
3  = Peluang tinggi, respon diatas rata-rata 2  =  Peluang sedang, respon rata-rata   4  = Peluang sangat tinggi, respon superior
Pemberian nilai peringkat matriks EFE untuk faktor ancaman, merupakan kebalikan dan faktor peluang:
1 = Ancaman sangat besar 3 = Ancaman sedang
2 = Ancaman besar 4 = Ancaman kecil
35 Kemudian nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada setiap
faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Total skor pembobotan berkisar antara
1 sampai dengan 4 dengan rata-rata 2.5. Jika total skor pembobotan IFE dibawah 2.5 hal tersebut menyatakan bahwa kondisi internal lemah. Jika berada diatas 2.5
maka menunjukkan kondisi internal adalah kuat. Matriks EFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan
eksternal dengan melakukan klasifikasi terhadap peluang dan ancaman. Total skor pembobotan EFE berkisar antara 1 sampai dengan 4 dengan rata-rata 2.5. Jika
total skor pembobotan EFE dibawah 2.5 hal tersebut menyatakan bahwa kondisi eksternal lemah. Jika berada diatas 2.5 maka menunjukkan kondisi eksternal
adalah kuat. Keterkaitan faktor internal dan eksternal tersebut digambarkan dalam
bentuk matriks SWOT  yang berisikan seluruh variable faktor strategis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.  Matriks SWOT ini dapat disusun beberapa
strategi  dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman serta meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang dan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.
Pembuatan tabel ranking alternatif strategi
Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan  dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan menentukan
rangking prioritas rekomendasi dan arahan strategi  pengelolaan  terumbu karang dalam pengembangan Daerah Perlindungan Laut Sitardas.
Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan skor dari setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Ranking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah  skor
terbesar sampai yang terkecil.  Strategi-strategi tersebut merupakan keputusan yang didesain untuk mencapai tujuan. Keputusan tersebut diterjemahkan lagi
kedalam keputusan-keputusan teknis guna merealisasikan strategi-strategi yang dibuat untuk jangka  panjang. Selanjutnya hasil keputusan taktis tersebut disusun
kembali menjadi keputusan teknis operasional, yaitu keputusan yang berada pada tingkat terbawah yang dimaksudkan untuk mensukseskan keputusan taktis.
4  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Kondisi Umum Daerah Penelitian