59 Selain persentase tutupan karang hidup, persentase tutupan substrat pada
stasiun penelitian UNG 05  juga cukup tinggi. Sangat disayangkan karena pada stasiun penelitian ini persentase tutupan  rubble  cukup besar, berkisar 18.80
yang diikuti oleh persentase tutupan Dead coral algae sebesar 12.60. Dalam hal ini masih terlihat adanya kerusakan ekosistem terumbu karang pada stasiun
penelitian di P.  Ungge. Tingginya kerusakan terumbu karang disebabkan oleh tingginya aktifitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan di perairan
P. Ungge. Disamping itu P. Ungge juga dijadikan sebagai tempat persinggahan atau sebagai tempat berlindung bagi nelayan dari badai seperti halnya P. Bakal,
sehingga kerusakan ekosistem terumbu karang akibat penggunaan jangkar kapal dapat terlihat di stasiun penelitian ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
masyarakat setempat menyatakan bahwa P. Ungge adalah merupakan salah satu daerah penangkapan ikan hias oleh nelayan dari luar Desa Sitardas, bahkan
kegiatan pemboman ikan marak dilakukan di wilayah perairan ini. Dampak dari kegiatan penangkapan ikan hias dengan menggunakan racun cyanida atau disebut
masyarakat setempat dengan air mas serta pemboman ikan, masih tampak jelas dengan tingginya persentase Dead coral algae pada perairan ini. Dijelaskan oleh
Suharsono 1988 bahwa  penyemprotan  cyanida  pada karang  massive  dapat berakibat karang mengalami stress dengan mengeluarkan lendir. Dua bulan
setelah percobaan  yang  pada karang yang berikan perlakuan yang sama  dengan penyemprotan  cyanida  akan  menyebabkan karang  mengalami kematian pada
bulan ketiga.  Rendahnya kesadaran masyarakat akibat minimnya pengetahuan akan pelestraian dan pengelolaan terumbu karang serta kurangnya pengawasan
masih menjadi faktor utama penyebab-penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang di Perairan Sitardas.
4.3.2  Benthic fauna
Komposisi  benthic fauna  selain karang  berdasarkan data yang diperoleh dari  baseline  ekologi Tapanuli Tengah tahun 2004, monitoring ekologi Tapanuli
Tengah tahun 2007 dan monitoring terumbu karang Tapanuli Tengah tahun 2008 untuk 13 stasiun penelitian  dibandingkan  dengan hasil  penelitian  Reef  Check
Benthos RCB pada 5 stasiun penelitian Perairan Sitardas Tapanuli Tengah tahun
2009 disajikan dalam Tabel 2.
60 Tabel 2  Rerata jumlah  benthic fauna  per  transek hasil pengamatan  tahun 2004,
2007, 2008 dan 2009 Kelompok
Jumlah IndividuTransek 2004
2007 2008
2009 Udang
0.00 0.23
0.00 0.40
Bintang laut berduri 0.23
0.23 0.08
0.00 Bulu babi
93.69  51.46 30.00
52.60 Bulu babi pencil
0.00 4.46
0.00 0.00
Teripang besar 0.15
0.00 0.00
0.00 Teripang kecil
0.00 0.08
0.08 0.00
Kima besar 2.38
2.23 1.62
1.60 Kima kecil
0.92 2.69
1.92  113.00 Lola
0.23 0.08
0.08 0.00
Siput laut 0.00
0.00 1.31
0.00 Karang jamur
236.46  119.77  148.46 4.60
Sumber data: COREMAP–LIPI tahun 2004–2008 n=13 stasiun pengamatan Hasil penelitian 2009 n=5 stasiun pengamatan
Jumlah  rerata  indivdu  benthic fauna  per  transek stasiun penelitian tahun 2009, tidak jauh berbeda dengan pengamatan tahun-tahun sebelumnya. Hanya
terjadi pergeseran jumlah  dengan penurunan CMR  dan  large giant clam  namun terjadi  peningkatan  small  giant  clam, terkait  akibat terjadinya  perubahan kondisi
perairan terutama adanya peningkatan laju sedimentasi serta kerusakan ekosistem terumbu karang pada stasiun penelitian. Namun bagaimanapun juga sulit untuk
mengukur dan menguji terjadinya peningkatan ataupun penurunan jumlah jenis benthic fauna
bedasarkan hasil penelitian sebelumnya dengan hasil penelitian yang dilakukan, karena adanya perbedaan jumlah stasiun pengamatan. Perubahan
yang diukur adalah berdasarkan rerata jumlah individu per transek, bukan jumlah individu dalam satu transek yang sama.
Seperti yang diuraikan dalam metode penarikan sample dan analisa data, metode RCB yang dilakukan pada lokasi penelitian dalam penelitian ini mencatat
hanya beberapa dari jenis benthic fauna  yang bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang.
Beberapa biota mungkin tidak dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena luas pengamatan yang dibatasi luasan bidang pengamatan 140 m
2
transek, sehingga tidak menutup kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar transek.
61 Hasil  RCB  selengkapnya di masing-masing  stasiun penelitian  disajikan pada
Tabel 3.
Tabel  3  Jumlah  benthic fauna  dengan metode  RCB  pada  masing-masing  stasiun penelitian
Jenis Jumlah
SIT 01  SIT 02  SIT 03  BKL 04  UNG 05 Udang
2 Bulu babi
109 1
128 23
2 Kima besar
3 2
4 8
Kima kecil 150
95 107
26 187
Karang jamur 70
62 2
2 23
Total 332
160 237
55 222
Benthic fauna yang ditemukan pada lokasi penelitian untuk 5  stasiun
penelitian adalah, kima yang berukuran kecil small giant clam panjang  20 cm adalah yang paling banyak ditemukan yaitu  565 individu,  Kima Giant clam
dengan  panjang 20 cm dijumpai  sebanyak  17 individu, bulu babi Diadema setosum
dijumpai  sebanyak  263 individu, karang jamur CMR=Coral Mushroom
dijumpai  sebanyak 159 individu dan  lobster sebanyak 2 individu. Sedangkan  Acanthaster planci  yang merupakan hewan pemakan polip karang
tidak ditemukan pada seluruh transek  stasiun penelitian, meskipun  berdasarkan pengamatan tahun-tahun sebelumnya jenis ini ditemukan dalam jumlah yang
kecil.  Kemudian  tripang holothurian  berukuran besar  dengan panjang  20  cm dan yang berukuran kecil  dengan panjang  20 cm,  tidak dijumpai sama sekali
selama pengamatan dilakukan.  Rendahnya kualitas lingkungan akibat adanya kerusakan ekosistem terumbu karang pada stasiun penelitian,  menyebabkan
beberapa  benthic fauna  yang merupakan  indikator  kesehatan terumbu karang kima besar  dan jenis teripang  hanya ditemukan beberapa dan ada yang tidak
ditemukan sama sekali selama penelitian dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian Cappenberg dan Panggabean 2005,  tingginya aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya perairan pantai mengakibatkan degradasi pada rataan terumbu. Perubahan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi lingkungan dan
kualitas ekosistem perairan sekitar seperti moluska pada rataan terumbu.  Hal ini
62 terlihat dengan semakin menurunnya jenis-jenis moluska, terutama yang memiliki
nilai ekonomis penting seperti kima, yang semakin hari semakin sulit didapat. Dari hasil analisa data  benthic fauna  berdasarkan jumlah yang diperoleh
melalui  RCB  diketahui kelimpahan  benthic fauna  pada masing-masing-masing transek.  Kelimpahan  benthic fauna  menunjukkan kondisi  benthic fauna
berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada masing-masing stasiun penelitian. Kelimpahan  benthic fauna  per  transek pada lokasi penelitian dapat
dilihat pada Tabel 4. Tabel 4  Kelimpahan rata-rata  benthic fauna  di  stasiun penelitian  dalam luasan
transek Stasiun
Jumlah bethic fauna Luas Transek  Kelimpahan
individu m
2
ind100m
2
SIT 01 332
140 237
SIT 02 160
140 114
SIT 03 237
140 169
BKL 04 55
140 39
UNG 05 222
140 159
Kelimpahan  benthic fauna  tertinggi terdapat pada stasiun SIT  01 sebesar 332  ind140 m
2
. Hal ini terkait erat dengan kondisi terumbu karang yang mengalami kerusakan di stasiun penelitian tersebut.  Tingginya biota laut yamg
merupakan  benthic fauna  ditemukan pada perairan ini sebagai indikasi bahwa kondisi kualitas perairan sudah mengalami penurunan. Implikasi  lain  dari akibat
tingginya benthic fauna pada perairan ini adalah ditemukannya sedimentasi yang cukup tinggi pada beberapa stasiun  serta kerusakan komunitas terumbu karang
akibat interaksi dengan berbagai  benthic  fauna  perairan termasuk bulu babi sebagai pemakan karang.  Dijelaskan pula oleh  Supriharyono 2007  bahwa
binatang laut berduri,  Acanthaster planci  adalah predator karang yang cukup terkenal sebagai perusak karang di Indo-Pasifik. Selain  Acanthaster planci,
beberapa jenis hewan lainnya seperti, gastropoda  Drupella rugosa, bulu babi terutama Echinometra mathaei,  Diadema setosum  dan  Tripneustes gratilla dan
beberapa jenis ikan karang diketahui juga merupakan predator yang sering merusak karang.  Selanjutnya  disebutkan bahwa  pada perairan dapat ditemukan
63 adanya carbonate sediment, yaitu sediment yang berasal dari erosi karang-karang
secara fisik ataupun biologis bioerosion.  Bioerosion  ini umumnya dilakukan oleh hewan-hewan laut, seperti bulu babi, ikan  kakak  tua Scarrus  spp, bintang
laut dan sebagainya. Selain kelimpahan  benthic fauna  pada masing-masing stasiun penelitian,
maka berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan dapat ditentukan persentase jenis benthic fauna
untuk masing-masing stasiun penelitian Lampiran 7.  Untuk melihat persentase  benthic fauna  perjenis  yang ditemukan pada masing-masing
stasiun penelitian sehingga dapat diketahui jenis benthic fauna yang mendominasi pada masing-masing stasiun penelitia, disajikan pada histogram Gambar 13.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00 90,00
100,00
SIT 01 SIT 02
SIT 03 BKL 04
UNG 05 P
E R
S E
N T
A S
E
STASIU N
Lobst er Sea urchin
Large giant  clam Small giant  clam
M ushroom  coral
Gambar 13 Persentase jumlah benthic fauna  perjenis pada stasiun penelitian
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa  masing-masing  stasiun  penelitian didominasi oleh kima ukuran kecil small giant clam, kecuali pada stasiun SIT 03
persentase tertingi didominasi oleh bulu babi sea urchin. Persentase small giant clam
paling tinggi dijumpai pada  stasiun penelitian  UNG 05 sebesar 84.23. Stasiun ini merupakan stasiun penelitian yang cukup jauh dari pemukiman
penduduk dan muara sungai, sehingga jauh dari interaksi dan pencemaran limbah antropogenik
yang ada.  Kemudian  persentase  sea urchin  paling tinggi dijumpai pada stasiun SIT 03 sebesar 54.01.  Stasiun ini mendapat dampak sedimentasi
64 yang cukup serius dari muara sungai Aek Kuala Maros  dan  erosi tanah akibat
adanya  penggunduluan hutan di pinggang perbukitan Pesisir Sitardas yang berbatasan langsung dengan perairan stasiun ini.
Kima dijadikan sebagai indikator bahwa apabila jumlahnya cukup banyak dan ukurannya semakin besar dapat dikatakan kondisi lingkungan perairan masih
cukup baik dan mendukung kesehatan terumbu karang demikian pula sebaliknya. Menurut Usher 1984 dalam Cappenberg dan Panggabean 2005 mengemukakan
bahwa  akibat terjadinya  degradasi  lingkungan menyebabkan  jenis-jenis  kima seperti  Tridacna  gigas  dan  Tridacna derasa  di  Perairan Indonesia  Barat diduga
telah punah dan jenis-jenis yang lain populasinya semakin terbatas. Sea urchin
merupakan salah satu biota pengendali alga disamping ikan herbivora. Adanya sedimentasi pada stasiun penelitian  SIT 03 menyebabkan
kematian pada karang dan memacu pertumbuhan alga, sehingga  DCA cukup tinggi pada stasiun ini diikuti oleh tingginya jumlah  Diadema setossum  yang
mengindikasikan kondisi perairan kurang baik dan kesehatan karang juga kurang baik.  Berdasarkan penelitian  Jackson  et al. 2001 kelimpahan  Diadema
antillarum tinggi di Jamaica  akibat adanya penangkapan berlebihan ikan-ikan
herbivora yang mengurangi kelimpahan populasi ikan herbivora tersebut sehingga perannya sebagai pemakan alga digantikan oleh Diadema antillarum.
Hasil  pengamatan diperoleh  beberapa jenis  benthic fauna  mempunyai persentase jumlah jenis yang sangat rendah, bahkan ada yang tidak ditemukan
sama sekali sehingga di dominasi oleh jenis-jenis tertentu saja. Untuk mengetahui kondisi  benthic fauna  pada masing-masing  stasiun penelitian  berdasarkan RCB
disajikan pada peta Gambar 14.
Gambar 14  Peta  kondisi  benthic  fauna pada masing-masing stasiun penelitian di Perairan Sitardas Kabupaten Tapanuli Tengah
Sumber: Basemap Terumbu Karang Kabupaten Rapanuli Tengah. COREMAP–LIPI 2009
66
4.3.3  Ikan karang