Klasifikasi Faktor Resiko Karakteristik Subjek Penelitian

bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan- bahan berbahaya dan infeksius berupa refleks batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003

II.4.2 Klasifikasi

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis : a. Pneumonia komuniti community-acquired pneumonia b. Pneumonia nosokomial hospital-acqiured pneumonia nosocomial pneumonia c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita Immunocompromis PDPI, 2003 2. Berdasarkan bakteri penyebab a. Pneumonia bakterial tipikal Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. b. Pneumonia atipikal, Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah immunocompromised Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. 3. Berdasarkan predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Universitas Sumatera Utara Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus c. Pneumonia interstisial Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.

II.4.3. Faktor Resiko

Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara lain usia 65 tahun; dan usia 5 tahun, penyakit kronik misalnya ginjal, dan paru, diabetes mellitus, imunosupresi misalnya obat- obatan, HIV, ketergantungan alkohol, aspirasi, penyakit virus yang baru terjadi misalnya influenza, malnutrisi, pasca operasi, lingkungan, pekerjaan Jeremy, 2007; Misnadirly, 2008. II.4.4. Diagnosis II.4.4.1 Gambaran klinis a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40ºC, batuk dengan dahak mukoid atau Universitas Sumatera Utara purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 b. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.

II.4.4.2. Pemeriksaan penunjang

a. Gambaran radiologis Foto toraks PAlateral merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 b. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000ul kadang-kadang mencapai 30.000ul, dan pada Universitas Sumatera Utara hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20,0 - 25 penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003

II.4.5. Pneumonia Pada Stroke

Pneumonia merupakan salah satu komplikasi medis yang paling sering pada penderita stroke dan sebagai penyebab demam yang paling sering dalam 48 jam setelah seragan stroke. Pneumonia akan meningkatkan resiko kematian tiga kali lipat pada penderita stroke Kumar S,2010 . Kebanyakan pneumonia tersebut disebabkan sebagai akibat aspirasi yaitu terinhalasinya kolonisasi bakteri yang ada di faring ataupun gingival Kumar S, 2010 . Pneumonia yang terjadi juga dapat merupakan hospital acquired nasocomial pneumonia yaitu inflamasi dari parenkim paru yang disebabkan agen infeksius dan tidak muncul pada saat masuk rumah sakit, dimana keadaan tersebut didapat lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit Rotstein C, dkk, 2008 . Bakteri penyebab tersering dari pneumonia aspirasi pada orang dewasa meliputi: - Enterobacteriaceae - S. Aureus - S. Pneumoniae - H. influenza Marrie TJ, 2005 Universitas Sumatera Utara Pencegahan dan deteksi pneumonia pada penderita stroke akut dapat dilakukan sebagai berikut : - Pneumonia akibat disfagia atau gangguan refleks menelan, erat hubungannya dengan aspirasi pneumonia, oleh karena itu maka tes refleks batuk perlu dilakukan untuk mengidentifikasi resiko pneumonia. - Pemberian pipa nasogastrik segera dalam 48 jam diajurkan pada pasien gangguan menelan - Pencegahan aspirasi dapat dilakukan dengan :  Elevasi kepala 30 - 45º  Menghindari sedasi berlebihan  Mempertahankan tekanan cuff endotrakeal yang tepat pada pasien dengan intubasi dan trakeostomi  Memonitor volume residual lambung selama pemberian makanan secara enteral.  Menghindari pipa nasogastrik yang lama  Seleksi diit yang tepat pada pasien dengan disfagia  Mengaspirasi sekret subglotis secara teratur  Rehabilitasi fungsi menelan PERDOSSI, 2011. Penatalaksanaan pneumonia pada penderita stroke meliputi : - Pemberian antibiotik sesuai indikasi, antara lain :  Tanpa komorbiditas : Macrolide azitromisin, klaritromisin atau eritromisin atau dosisiklin.  Disertai penyakit lain seperti diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, penyakit jantung serta imunosupresi : fluorokuinolon moksifloksasin, Universitas Sumatera Utara gemifloksasin atau levofloksasin atau beta-laktam dengan macrolide. Alternatif lainnya ceftriakson dan dosisiklin sebagai pengganti macrolide. - Fisioterapi chest therapy dengan spirometri, inhalasi ritmik dan menepuk – nepuk dada PERDOSSI, 2011 .

II.4.5.1. Faktor Yang Mempengaruhi Pneumonia Pada Penderita Stroke.

Chumber, dkk, 2010 melakukan penelitian dan menghasilkan tiga level sistem skor untuk memprediksi terjadinya pneumonia pada stroke akut. Faktor–faktor yang dapat memprediksi terjadinya pneumonia pada penelitiannya meliputi adanya riwayat menderita pneumonia nilai 4, disfagia nilai 4, nilai NIHSS yang tinggi pada saat masuk NHISS ≥ 2 nilai 3, penurunan kesadaran nilai 3 dan usia lebih dari 70 tahun nilai 2. Kemudian membagi menjadi 3 level, yaitu : nilai 0 memiliki resiko rendah terjadinya pneumonia pada fase akut 2,1, nilai 1-3 memilki resiko sedang 4,2 dan nilai ≥ 3 resiko tinggi 22,9 Chumbler HC, dkk, 2010 Penelitian Sellars, dkk, 2007 menghasilkan bahwa faktor – faktor berikut : usia 65 tahun, disartria atau tidak dapat berbicara karena afasia, skor modified Rankin Scale ≥ 4, skor Abbreviated Mental Test 8 dan ketidak mampuan melakukan tes menelan air, jika ditemukan 2 atau lebih akan mendapatkan pneumonia dengan sensitifitas 90,9 dan spesifisitas 75,6 Sellars, dkk, 2007 Penelitian Martino, dkk, 2005 menyatakan bahwa disfagia juga merupakan prediktor dari terjadinya pneumonia pada penderita stroke, dimana penderita yang disfagia sangat rentan terjadinya aspirasi, sehingga resiko terjadinya pneumonia semakin besar Martino, dkk, 2005 Universitas Sumatera Utara II.5. Screening Test Untuk Disfagia Disfagia sering terjadi pada penderita stroke, yang akan meningkatkan resiko aspirasi dan pneumonia. Screening menelan merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi resiko disfagia dan aspirasi. Deteksi awal dari disfagia memungkinkan tindakan yang segera dalam penatalaksanaan, sehingga menurunkan morbiditas, masa rawatan dan biaya perawatan pasien Daniels SK, 2012 Tes menelan air sebaiknya digunakan sebagai screening resiko terjadinya aspirasi pada penderita stroke. Cara melakukannya sebagai berikut : - Penderita stroke yang akan dilakukan tes screening menelan harus bisa duduk tegak dan sadar setidaknya selama 15 menit. Jika tidak maka tes tidak dapat dilakukan dan penderita tidak diperbolehkan makan minum dari mulut. - Periksa apakah rongga mulut penderita bersih atau tidak. Jika kotor, maka segera bersihkan. - Dudukkan penderita dan berikan satu sendok air sebanyak 3 kali. Letakkan jari di garis tengah dibawah laring dan rasakan saat penderita menelan. Kemudian perhatikan apakah ada tanda – tanda ketidak mampuan menelan, batuk, tersedak atau perubahan kualitas suara suruh penderita menyebut “aah” . Jika ada tanda – tanda tersebut maka penderita tidak diperbolehkan makan minum dari mulut. - Selanjutnya penderita disuruh minum segelas air dan diamati tanda – tanda seperti sebelumnya. Jika ada tanda – tanda tersebut maka penderita tidak diperbolehkan makan minum dari mulut. - Jika hal tersebut dapat dilakukan penderita stroke maka makanan minuman dapat diberikan melalui mulut Daniels SK, 2012.` Universitas Sumatera Utara

I.6 Kerangka Teori

II.7 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK – USU RSUP H.Adam Malik Medan dari tanggal 2 April 2014 sd 2 Desember 2014. III.2 Subjek Penelitian Subjek penelitian diambil dari populasi pasien di rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling konsekutif III.2.1 Populasi Sasaran Semua penderita stroke akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT Scan kepala III.2.2 Populasi Terjangkau Semua penderita stroke akut yang dirawat di ruang rawat inap neurologi FK USU RSUP H. Adam Malik Medan. III.2.3 Besar Sampel = Za = derivate baku alfa berdasarkan nilai yang telah ditentukan α = 0,05  Za = 1,96 Zβ = derivate baku beta = 0,842 P 1 = 0,21 Q 1 = 0,79 P 1 - P 2 = 0,2 Universitas Sumatera Utara P 2 =0,01 P = proporsi total = P 1 +P 2 2 Q = 1 – P 1 = N 1 = 37,21 = 38 Dibutuhkan minimal 50 kasus. sampel. . III.2.4 Kriteria Inklusi III.2.4.1 Kriteria Inklusi pasien disfagia 1. Penderita stroke akut yang dirawat diruang rawat inap RSUP H. Adam Malik dan telah dilakukan pemeriksaan klinis dan CT – Scan kepala

2. Memberikan persetujuan ikut dalam penelitian. 3. Mengerti bahasa indonesia

III.2.5 Kriteria Eksklusi 1. Penderita stroke akut yang pada saat masuk telah menderita pneumonia 2. Penderita stroke akut yang pada saat masuk telah menderita infeksi lainnya TB paru, bronkiektasis terinfeksi, jamur paru, abses paru, sarkoidosis III.3 Batasan Operasional Universitas Sumatera Utara Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut disebabkan oleh iskemik atau perdarahan berlangsung 24 jam atau meninggal, tapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan Sacco dkk, 2013. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai 1 minggu Misbach, 1999 Pneumonia adalah sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, parasit. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Pneumonia ditegakkan berdasarkan foto torak. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Disfagia adalah suatu gangguan menelan yang berkaitan dengan kesulitan dalam memindahkan makanan cairan dari mulut ke lambung Heart and Stroke Foundation of Ontario, 2006 Teritori vaskular adalah suatu area dari jaringan yang menerima darah dari pembuluh darah tunggal atau satu kelompok pembuluh darah Vega J, 2008. Klassifikasi Bamford 1992 membagi stroke iskemik berdasarkan gambaran klinis saja yang dibagi atas 4 kelompok yaitu: TACI, PACI, LACI, POCI yang dapat dijadikan pegangan adalah pada TACI diagnosa ditentukan dengan trias : hemiparesis, disfasia atau gangguan fungsi luhur lainya, dan homonymous hemianopsia. Pada PACI ditemukan jika ada dua dari gambaran klinis pada TACI atau defisit sensorik atau motorik sebagian misalnya hanya mengenai tangan saja dan LACI dikatakan jika ditemukan gangguan motorik murni, sensorik murni atau ataksia hemiparesis sedangkan pada POCI ditemukan adanya gangguan batang otak, serebellum, atau hanya ditemukan homonymous hemianopsia saja Misbach, J.2009 Universitas Sumatera Utara Distribusi anatomi adalah klassifikasi berdasarkan kortek dan subkortek. Pada kortek dibagi menjadi kortek dominan dan non dominan sedangkan pada subkortek dibagi menjadi basal ganglia, kapsula interna dan brainstem..Sundar U, 2008 Sub tipe stroke adalah klasifikasi stroke dapat dibagi dua kategori utama, yaitu stroke perdarahan dan stroke iskemik, dua kategori ini merupakan kondisi yang berlawanan, pada stroke hemoragik mengandung darah yang banyak, sedangkan stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan darah Gofir,2009 Mortalitas adalah sebuah akibat fatal, atau dalam satu kata kematian, berasal dari kata mortal yang berasal dari bahasa latin “mors” artinya kematian Sundar U,2008 III.4 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan metode pengambilan data secara potong lintang. III.5 Pelaksanaan Penelitian III.5.1 Instrumen  Computed Tomography Scan CT Scan kepala : CT Scan yang digunakan adalah X- Ray CT System, merk Hitachi seri W 450.  Foto Toraks : menggunakan X –Ray Hitachi tipe P-O-105H-B dan tipe PM 155VCIIU51 III.5.2 Pengambilan Sampel Universitas Sumatera Utara Semua penderita stroke akut, sadar yang mengalami disfagia dan tidak disfagia dilakukan screening tes menelan, masuk ke ruang rawat inap neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan telah ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan CT Scan kepala yang di ambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, kemudian dilakukan foto thorak dan kultur. Kemudian diamati jika muncul tanda – tanda pneumonia diamati hari ke 7 dan yang menentukan pneumonia adalah dokter paru. Universitas Sumatera Utara III.5.3 Kerangka Operasional III.5.4 Variabel yang diamati Variabel bebas : Teritori vaskular, subtipe stroke Variabel terikat : Pneumonia, mortalitas Universitas Sumatera Utara III.5.5 Analisa Statistik Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program computer Windows SPSS Statistical Product and Science Service. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut : III.5.5.1. Untuk melihat gambaran karakteristik demografi stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan analisis deskriptif III.5.5.2. Untuk mengetahui hubungan teritori vaskular dengan kejadian pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan  uji chi square III.5.5.3. Untuk mengetahui hubungan subtipe stroke dengan kejadian pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan  uji chi square III.5.5.4. Untuk mengetahui hubungan volume lesi dengan kejadian pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan  uji Spearman III.5.5.5. Untuk melihat hubungan distribusi anatomi pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan  uji chi square Universitas Sumatera Utara III..5.5.6.Untuk melihat hubungan gambaran hemiparesis pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan  uji chi square

BAB IV IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari keseluruhan pasien stroke akut yang mengalami disfagia dan non disfagia yang dirawat di bangsal neurologi RSUP. Haji Adam Malik Medan pada periode Mei 2014 hingga Desember 2014, terdapat 50 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga dimasukkan dalam penelitian. Universitas Sumatera Utara Dari 50 pasien yang ikut dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin terdiri dari laki-laki sebanyak 28 pasien 56,0 dan wanita sebanyak 22 pasien 44,0. Rerata usia subjek adalah 51,94 tahun, berdasarkan pendidikan pada peneitian ini pasien dengan tamat SD sebanyak 3 orang 6,0, SMP sebanyak 12 orang 24,0, tamat SMA sebanyak 22 orang 44,0 dan tamat perguruan tinggi sebanyak 13 orang 26,0. Berdasarkan suku pada penelitian ini suku Batak terdapat sebanyak 27 orang 54,0, suku Jawa terdapat sebanyak 7 orang 14,0, suku Melayu terdapat sebanyak 7 orang 14,0 dan suku Nias 3 orang 6,0 serta suku Aceh terdapat sebanyak 6 orang 12,0. Berdasarkan gejala klinis yaitu hemiparesis pada pasien penelitian ini terdapat 24 orang 48,0 dengan hemiparesis sinistra sedangkan yang mengalami kelemahan dekstra sebanyak 26 orang 52,0. Berdasarkan mortalitas pasien pada penelitian ini terdapat 39 orang 78,0 pasien yang hidup sedangkan pasien yang meninggal terdapat sebanyak 11 orang 22,0. Berdasarkan disfagia pada penelitian ini terdapat 21 orang 42,0 yang tidak mengalami disfagia sedangkan terdapat sebanyak 29 orang 58,0 pasien yang mengalami disfagia. Berdasarkan pneumonia terdapat 12 pasien 24,0 yang menderita pneumonia sedangkan yang tidak menderita pneumonia sebanyak 38 76,0 pasien. Berdasarkan kultur didapati hasil kultur negatif sebanyak 4182,0 dan kultur hasil positif terdapat sebanyak 918,0 pasien. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan subtipe stroke terdapat sebanyank 34 orang 68,0 penderita stroke iskemik dan terdapat sebanyak 16 orang 32,0 penderita stroke hemoragik. Berdasarkan lesi di disfagia terdapat sebanyak 1734,0 gangguan pada N.VII, terdapat sebanyak 24,0 gangguan pada NXII, terdapat sebanyak 36,0 gangguan pada pseudobulbar, terdapat sebanyak 918,0 pada NVII, NXII. Jenis Kelamin Gambar 6. Diagram Jenis Kelamin Penderita Universitas Sumatera Utara SUKU Gambar 7. Diagram Suku Penderita stroke akut Subtipe Stroke Gambar 8. Diagram subtipe stroke Penderita Hemiparesis 54 14 14 6 12 Suku Bat ak Jaw a M elayu Nias Aceh Universitas Sumatera Utara Gambar 9. Diagram Gambaran hemiparese Kultur Gambar 10. Diagram Kultur Universitas Sumatera Utara Disfagia Gambar 11. Diagram Disfagia Pneumonia Gambar 12. Diagram Pneumonia Mortalitas Universitas Sumatera Utara Gambar 13. Diagram Mortalitas Tabel 6. Karakteristik subjek stroke akut Karakteristik Sampel N Usia thn rerata ± 51,94 ± 12,42 Jenis Kelamin Laki-laki 28 56,0 Perempuan Suku Batak Jawa Melayu Nias 22 27 7 7 3 44,0 54,0 14,0 14,0 6,0 Pendidikan SD 3 6,0 SMP 12 24,0 22 78 M ortalitas Hidup M eninggal Universitas Sumatera Utara SMA 22 44,0 PT 13 26,0 Hemiparesis Sinistra 24 48,0 Dektra 26 52,0 Mortalitas Hidup 39 78,0 Meninggal 11 22,0 Disfagia Tidak 21 42,0 Ya Pneumonia 29 58,0 Tidak 38 76,0 Ya 12 24,0 Kultur Negatif Positif Subtipe stroke 41 9 82,0 18,0 Iskemik Hemoragik Teritori vaskular LACI 34 16 68,0 32,0 Universitas Sumatera Utara PACI POCI TACI SH Lesi disfagia N.VII N.XII Psuedobulbar NVII,XII 11 8 2 16 17 2 3 9 22,0 16,0 4,0 32,0 34,0 4,0 6,0 18,0 V.1.2.Distribusi gambaran hemiparesis berdasarkan variabel Berdasarkan jenis kelamin, gambaran klinis hemiparesis pada pria yang menderita hemiparesis sinistra terdapat 1428,0 pasien dan pada hemiparesis dekstra terdapat 1428,0 sedangkan pada perempuan yang hemiparese sinistra terdapat 1020,0 pasien dan pada hemiparesis dekstra pada perempuan terdapat sebanyak 1224,0 pasien. Berdasarkan subtipe stroke pada penelitian ini didapati stroke iskemik yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 1428,0 pasien dan pada stroke iskemik yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 2040,0 pasien sedangkan pada stroke hemoragik yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 1020,0 pasien dan pada stroke hemoragik yang mengalami hemiparese dekstra terdapat sebanyak 612,0 pasien. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan teritori vaskular LACI terdapat hemiparesis sinistra sebanyak 36,0 dan LACI yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 1020,0 pasien, pada PACI yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 612,0 pasien dan pada PACI yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 510,0 pasien. POCI yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 48,0 pasien dan pada POCI yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 48,0 pasien. TACI yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 12,0 pasien dan pada TACI yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 12,0 pasien. Bedasarkan mortalitas yaitu pada pasien yang hidup dengan kejadian hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 1836,0 pasien dan pasien yang hidup dengan kejadian hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 2142,0 pasien dan pada pasien yang meninggal yang mendapat hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 612,0 pasien dan pada pasien yang meninggal dengan kejadian hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 510,0 pasien. Berdasarkan disfagia yaitu pada pasien yang tidak disfagia yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 1020,0 pasien dan pasien yang tidak disfagia yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 1122,0 pasien sedangkan pasien yang disfagia yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat sebanyak 1428,0 pasien dan pasien disfagia yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 1530,0 pasien. Berdasarkan kejadian pneumonia yaitu pada pasien yang tidak menderita pneumonia yang mengalami hemiparesis sinistra terdapat Universitas Sumatera Utara sebanyak 1836,0 pasien dan pasien yang tidak menderita pneumonia yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 2040,0 pasien, pada pasien yang menderita pneumonia dengan yang mengalami sinistra terdapat sebanyak 612,0 pasien dan pasien pneumonia yang mengalami hemiparesis dekstra terdapat sebanyak 612,0 pasien tabel 7.

IV.1.3. Hubungan antara subtipe stroke dengan pneumonia pada stroke akut