WAKTu DAN TEMPAT PENElITIAN KEBuTuhAN KARBOhIDRAT

Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1 Latihan Imagery | 45

1. uji Normalitas

Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan terhadap hasil tes keterampilan bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery adalah sebagai berikut: Tabel 1. Rangkuman hasil uji Normalitas Kelompok N M SD Lhitung Lt 5 K1 30 13 2,771157 0,1251 0.161 K2 32 14 2,711237 0,1142 0.160 Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K1 diperoleh nilai L hitung = 0,1251 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5 yaitu 0,161. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada K1 termasuk berdistribusi normal. Sedangkan dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada K2 diperoleh nilai Lhitung = 0,1142 dimana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5 yaitu 0,160. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada K2 termasuk berdistribusi normal.

2. uji homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians antara kelompok 1 dan kelompok 2. Uji homogenitas ini berfungsi sebagai persyaratan dalam pengujian perbedaan, dimana jika terdapat perbedaan antar kelompok yang diuji, perbedaan itu benar–benar merupakan perbedaan nilai rata–rata. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2 adalah sebagai berikut: Tabel 2. Rangkuman hasil uji homogenitas Data Kelompok N SD2 Fhitung Ft 5 K1 30 0,012 1,0909 2.34 K2 32 0,011 Dari uji homogenitas diperoleh nilai Fhitung = 1,0909 sedangkan dengan db =19 lawan 19, angka F tabel 5 = 2,34 yang ternyata bahwa nilai F hitung F tabel 5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok 1 dan kelompok 2 memiliki varians yang homogen. Dengan demikian JUARA | Januari – April 2013 46 | Dr. Sapta Kunta Purnama apabila nantinya antara kelompok 1 dan kelompok 2 terdapat perbedaan, perbedaan tersebut benar–benar karena adanya perbedaan rata-rata nilai yang diperoleh.

K. PENGujIAN hIPOTESIS

Pengujian Hipotesis pada dasarnya merupakan langkah untuk menguji apakah pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan hipotesis dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik analisis t-test dengan taraf signifikansi 5. Rangkuman hasil perhitungan t-test dapat dilihat pada table 3, sebagai berikut: Tabel 3: Rangkuman hasil T-Test Keterampilan Bulutangkis pada Taraf Signiikasi α = 0,05. Data db t hitung t tabel Keterangan Tes Keterampilan Bulutangkis 30 4,3533 1.67 Signiikan Berdasarkan hasil uji t data dan tes Keterampilan Bulutangkis kelompok kontrol dan kelompok imagery diperoleh penghitungan t sebesar 4,3533 sedang angka batas penolakan hipotesis nol dalam tabel adalah 1,67. Ternyata lebih besar dari angka batas penolakan hipotesis nol, dengan demikian hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis.

l. KESIMPulAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Terdapat pengaruh signifikan latihan imagery terhadap keterampilan bulutangkis pada mahasiswa JPOK FKIP UNS. Hasil uji perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok imagery tersebut diperoleh t hitung sebesar 4,3533 t tabel = 1,67. Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan di atas maka disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Bagi para Pembina, pelatih dan guru penjaskes dalam upaya meningkatkan hasil belajar keterampilan motorik hendaknya menggunakan pendekatan mengajar atau latihan imagery. Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1 Latihan Imagery | 47 2. Dalam proses merencanakan program latihan imagery hendaknya harus disesuaikan dengan teori-teori latihan mentah mental training yang telah dibuktikan manfaatnya. 3. Bagi para peneliti lain disarankan untuk meneliti penerapan model latihan mental yang lain yang dapat mendukung tercapainya percepatan prestasi olahraga. DAFTAR PuSTAKA Bird, Anne Marie dan Bernette Cripe 1986. Psychology and Sport Behavior, Santa Clara: Times MirrorMosby College Publishing. Bompa, Tudor O. 1983. Theory and Methodology of Training, IOWA: KendallHunt Publishing Company. Drowatzky, Jonh N., Motor Learning principles and Practices, Minnesota: Burgess Publishing Company. 1975. Fox, Edward L. 1984. Sport physiology, Holt: W.B. Saunderts Company. Lutan, Rusli et al., Manusia dan Olah Raga, Bandung: ITB dan FPOK-IKIP Bandung, Tanpa tahun ___, Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1988 Porter, Kay dan Judy Foster 1`986. The Mental Athlete, New York: Ballantine Books. Rushall, Brent S., Imagery Training in Sports, San Diego: Sports Science Associates. 1991. Singgih D. Gunarsa 1996 Psikologi Olahraga: Teori dan Taktik, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. -----, Psikologi Olahraga, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 1989 Tutko, Thomas dan Umberto Tosi 1976. Sports Psyching, Los Angeles: JP. Tarccher, Inc. Yessis, Michael dan Turbo, Richard, Rahasia Kebugaran dan Pelatihan Olahraga Soviet. terjemahan. Bandung: ITB Bandung, 1993. — 48 — Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Antar Pertandingan Nurul Ratna Mutumanikam, dr,M.Gizi. Staf Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia P emenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan antar pertandingan merupakan hal yang penting, karena tidak jarang waktu yang diperlukan untuk pemulihan tidak cukup lama sebelum akhirnya seorang atlet harus segera bertanding kembali. Kondisi fisik yang prima dalam waktu cepat harus segera diraih untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan, meliputi: 1 - mengembalikan cadangan glikogen otot dan hati - regenerasi, perbaikan dan proses adaptasi dari kerusakan jaringan otot rangka akibat olahraga yang berkepanjangan - penggantian cairan dan elektrolit yang hilang dari keringat Dalam usaha pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pemulihan tidaklah mudah, karena tidak jarang memenuhi beberapa kendala, seperti: 1 1. Kelelahan fisik, yang menyebabkan hilangnya kemampuan dan atau keinginan untuk mengonsumsi makanan yang optimal. 2. Kehilangan nafsu makan akibat latihan intensitas tinggi. 3. Keterbatasan untuk mendapatkan makanan yang sesuai selama di tempat pertandingan. 4. Aktivitas setelah pertandingan yang telah menjadi perjanjian dan prioritas sebelumnya. 5. Kebiasaan yang dilakukan oleh atlet setelah bertanding. Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1 Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan | 49 Beberapa nutrisi yang menjadi perhatian pada masa pemulihan utamanya adalah karbohidrat, protein, cairan dan elektrolit.

A. KEBuTuhAN KARBOhIDRAT

Untuk mengisi kembali cadangan glikogen otot dan hati, diperlukan konsumsi karbohidrat dalam waktu cepat. Hal tersebut penting karena karbohidrat sebagai sumber dan cadangan energi utama pada masa pertandingan selanjutnya. Kebutuhan karbohidrat minimal untuk memenuhi cadangan glikogen otot dan hati adalah sebesar 7–10 gramkg massa tubuh, namun kebutuhan tersebut dapat meningkat hingga 12–13 kgkg massa tubuhhari pada atlet dengan waktu pertandingan yang lebih lama. Besarnya kebutuhan karbohidrat dipengaruhi oleh durasi olahraga yang dilakukan Tabel 1. 1 Tabel 1. Kebutuhan karbohidrat pada berbagai intensitas olahraga Kondisi Jumlah karbohidrat yang diperlukan Pemulihan cepat 0–4 jam setelah bertanding 1 – 1,2 gramkgjam Olahraga intensitas ringansedang 5 – 7 gramkghari Olahraga intensitas sedangberat 7 – 12 gramkghari Olahraga intensitas sangat berat 4 – 6 jamhari 10 – 12 gramkghari Sumber: Deakin V, Burke L. Clinical Sport Nutrition. hal. 425.

1. jenis karbohidrat yang efektif untuk dikonsumsi

Jenis karbohidrat yang diperlukan pada masa pemulihan adalah karbohidrat sederhana mono atau disakarida atau karbohidrat yang memiliki indeks glikemik IG sedang-tinggi. Jenis karbohidrat tersebut dapat segera diserap oleh tubuh dalam waktu singkat untuk disimpan menjadi cadangan glikogen. 1 , 2 Simpanan glikogen tubuh dapat meningkat secara efektif dalam 24 jam pertama pasca pertandingan apabila tubuh diberikan karbohidrat dengan IG tinggi dibandingkan dengan pemberian karbohidrat dengan IG rendah,meskipun dalam jumlah yang sama. 1 Karbohidrat sederhana umumnya memiliki IG sedang atau tinggi. Karbohidrat yang dikonsumsi mengalami pemecahan oleh enzim pencernaan menjadi ikatan mono dan disakarida,yang selanjutnya diserap oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi darah untuk dapat dibawa ke jaringan hati. Monosakarida yang mengalami metabolisme di hati diubah menjadi glukosa, kemudian JUARA | Januari – April 2013 50 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi dibawa oleh glukosa transporter untuk menjadi cadangan glikogen di otot rangka. Pada masa latihan dan pertandingan cadangan glikogen inilah yang selanjutnya dimetabolisme untuk menjadi sumber energi utama bagi tubuh. 3 Sebaliknya, konsumsi karbohidrat kompleks yang umumnya memiliki IG rendah lebih sulit dicerna dan memerlukan waktu yang lama karena komponen serat yang ada didalamnya. Akibatnya, pembentukan cadangan glikogen memerlukan waktu yang lebih lama. Komponen serat yang terkandung dalam karbohidrat kompleks juga memiliki efek tidak nyaman bagi pencernaan seperti kembung, rasa ‘penuh’, terutama apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dan durasi yang singkat bagi atlet yang akan memulihkan kondisinya di sela-sela waktu pertandingan. 1

2. Bentuk karbohidrat yang dapat dikonsumsi

Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk membandingkan pemberian karbohidrat dalam bentuk small-frequent feeding berupa camilan beberapa kali makan atau beberapa makanan utama. Hasilnya memperlihatkan tidak ada perbedaan cadangan glikogen dan kadar insulin apabila karbohidrat dikonsumsi dalam bentuk camilan, makanan utama maupun kombinasi keduanya. Karbohidrat tersebut harus diupayakan pemberiannya dengan segera, yaitu pada masa satu jam pertama setelah bertanding. Konsumsi camilan tinggi karbohidrat mungkin dapat dijadikan pilihan bagi atlet yang mengalami kelelahan atau penurunan nafsu makan pasca pertandingan. 1 Karbohidrat dalam bentuk solid maupun cairan memiliki efisiensi yang sama dalam membentuk cadangan glikogen di otot rangka. Umumnya karbohidrat dalam bentuk cairan lebih disukai karena mudah dikonsumsi, praktis, dan efisien, terutama apabila atlet mengalami kelelahan dan penurunan nafsu makan. 1 Pemberian infus glukosa dapat juga dipertimbangkan apabila atlet mengalami kelelahan berat, atau apabila waktu yang diberikan untuk masa pemulihan antar pertandingan cukup singkat. Infus glukosa dapat membentuk cadangan glikogen dalam waktu sekitar delapan jam, namun harus dipertimbangkan kembali penggunaannya karena memerlukan biaya tinggi dan efek samping yang kurang menyenangkan, seperti mual, muntah, Jurnal Iptek Olahraga, Volume I | No. 1 Kebutuhan Nutrisi pada Masa Pemulihan Pertandingan | 51 dan hiperglikemia. 1

B. KEBuTuhAN PROTEIN

Otot rangka pada padah tubuh massanya amat besar, terutama pada atlet, dan merupakan tempat utama pembentukan dan penguraian protein. Selama kondisi olahraga yang berkepanjangan, dimana terjadi kondisi stres katabolik, terjadi penguraian protein otot rangka dan pembebasan asam amino rantai bercabang AARB. 4 Asam amino rantai bercabang isoleusin, leusin, dan valin memiliki peran khusus di dalam otot rangka, karena merupakan asam amino yang dapat dimetabolisme di jaringan luar hati. Jalur metabolisme tersebut bermanfaat menghasilkan energi untuk otot rangka, atau disebut adenosine triphosphate ATP. 4 Selain itu, protein juga bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan protein positif, perbaikan jaringan otot rangka yang rusak akibat olahraga berkepanjangan atau pertandingan, dan proses adaptasi pembentukan protein baru. 1 Pada kondisi pasca olahraga atau pertandingan terjadi penguraian AARB secara berlebihan. Agar tubuh dapat menyimpan asam amino kembali untuk membentuk protein otot baru diperlukan konsumsi makanan atau minuman tinggi protein. Setelah mengonsumsi makanan atau minuman tinggi protein, tubuh memerlukan bantuan hormon insulin untuk meningkatkan penyerapannya. Peningkatan kadar hormon insulin dilakukan salah satunya dengan mengonsumsi makanan atau minuman tinggi karbohidrat. 4 Oleh karenanya, konsumsi tinggi karbohidrat beserta protein, yaitu salah satunya AARB amat penting dilakukan pada masa pemulihan pasca pertandingan. 1 Salah satu jenis AARB, leusin, memiliki manfaat positif dalam membentuk protein otot selama masa pemulihan. Kombinasi konsumsi karbohidrat dengan IG tinggi bersama dengan protein hidrolisat dan leusin lebih bermanfaat meningkatkan kadar hormon insulin dibandingkan dengan konsumsi karbohidrat IG tinggi saja. Pemberian protein protein hidrolisat maupun leusin bermanfaat dalam mendeposit protein otot, memperbesar ukuran otot rangka hipertrofi otot dan meningkatkan kekuatan otot rangka. Hal tersebut dikarenakan, protein hidrolisat merupakan komponen protein yang ikatannya lebih sederhana, sehingga JUARA | Januari – April 2013 52 | Nurul Ratna Mutumanikam, dr.M.Gizi mudah diserap di usus halus dibandingkan dengan protein utuh intak protein dan berefek sinergis dalam meningkatkan kadar insulin apabila dikonsumsi bersama dengan karbohidrat. 5 Sedangkan leusin, merupakan AARB yang dapat memberikan energi bagi otot rangka tanpa melalui metabolisme di hati. 4 Koopman dkk melakukan penelitian pada atlet dengan memberikan tiga jenis minuman yang berbeda, yaitu membandingkan efek pemberian minuman yang mengandung karbohidrat 0,3kgjam; minuman dengan kombinasi karbohidrat 0,3kgjam dan protein hidrolisat 0,2kgjam; serta minuman kombinasi karbohidrat 0,3kgjam, protein hidrolisat 0,2kg jam dan leusin 0,1kgjam. Hasilnya memperlihatkan bahwa konsumsi minuman dengan kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat-leusin mampu memperbaiki keseimbangan protein tubuh selama masa pemulihan, dibandingkan pemberian minuman karbohidrat saja atau minuman kombinasi karbohidrat-protein hidrolisat. 6 Konsumsi karbohidrat bersama dengan protein dapat meningkatkan efisiensi cadangan glikogen, apabila karbohidrat yang dikonsumsi jumlahnya dibawah ambang batas maksimal sintesis pembentukan glikogen. Kombinasi konsumsi karbohidrat dengan protein manfaatnya akan optimal dilakukan selama satu jam pertama pasca pertandingan. 1 Konsumsi yang diberikan dapat berupa minuman yang diberikan segera setelah bertanding atau latihan. 5 Pembentukan cadangan glikogen akan dihambat apabila selama masa pemulihan seorang atlet mengganti konsumsi tinggi karbohidrat dengan konsumsi tinggi protein dan lemak. 1

C. KEBuTuhAN CAIRAN

Pada kondisi biasa kebutuhan cairan dan elektrolit diatur oleh kondisi haus dan kehilangan cairan melalui urine. Pada kondisi stres, misalnya olahraga berat dan berkepanjangan, lingkungan panas atau dingin, rasa haus merupakan stimulus yang kurang sensitif sebagai indikator dehidrasi. Segera setelah bertanding, idealnya dilakukan rehidrasi cairan, namun pada kenyataannya apabila terjadi hipohidrasi yaitu kekurangan cairan sekitar 2–5 atau lebih dari massa tubuh. 1