Pendidikan Anak KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PABRIK

62 di Rumah Sakit. Pembedaan akses kesehatan ini termasuk dalam marginalisation as economic inequality bagi pekerja perempuan. Jika dilihat dari perbedaan akses kesehatan antara pekerja laki-laki dan perempuan, pekerja perempuan tidak memiliki akses terhadap fasilitas pengobatan yang cukup untuk keluarganya, namun keadaan kesehatannya tetap saja baik. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata pekerja perempuan dan keluarganya tersebut masih mampu melakukan pengobatan di medisdokter karena adanya tambahan pendapatan dari pihak suami yang bekerja. Ini berarti kondisi kerja yang diberikan perusahaan kepada pekerja perempuan, tidak terlalu berpengaruh pada kondisi kesehatan keluarga pekerja, khususnya keluarga pekerja perempuan.

7.3 Pendidikan Anak

Pendidikan anak diukur dari banyaknya anak pada usia sekolah yang masih sekolah dan tidak sekolah. Semakin banyak anak pada usia sekolah yang masih sekolah maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga pekerja, namun pendidikan anak ini juga diukur dari banyaknya anak yang berhenti sekolah. Semakin banyak anak yang berhenti sekolah, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga pekerja semakin tidak baik. Pada Tabel 18 ditunjukkan kondisi pendidikan anak pekerja dan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja yang dibandingkan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Anak, dan Tingkat Kesejahteraan, CV.Mekar Plastik Industri, 2009 Jenis Kelamin Pendidikan Anak Tingkat Kesejahteraan Total Responden Sejahtera Tidak Sejahtera Jumlah Persentase Jumlah Persentase Persentase Laki-laki Baik 8 38,1 13 61,9 21 100 Tidak Baik 1 11,1 8 88,9 9 100 Perempuan Baik 19 70,37 8 29,63 27 100 Tidak Baik 2 66,7 1 33,3 3 100 63 Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa kondisi pendidikan anak pekerja sudah baik karena lebih dari 50 keluarga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kondisi pendidikan anak yang baik, namun hal ini tidak dapat dijadikan variabel pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pekerja karena sebagian besar anak-anak pekerja tersebut berada pada program pendidikan gratis. Pendidikan anak ini dihitung berdasarkan banyaknya anak yang melanjutkan sekolah pada usia sekolah tertentu lebih banyak daripada anak yang tidak sekolah karena DO, berhenti, ataupun bekerja. Berdasarkan hasil Uji Korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan antara pendidikan anak dengan tingkat kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat dengan melihat nilai p value pada kolom sig. 2 tailed sebesar 0,0540,05 level of significant α sehingga Ho diterima dan Ha ditolak pendidikan anak tidak berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja. Hal ini berlawanan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin baik pendidikan anak, maka semakin baik tingkat kesejahteraaannya, walaupun pada kenyataannya banyak keluarga pekerja yang tidak sejahtera tetapi tetap memiliki pendidikan anak yang baik. Hal ini tak lepas dari adanya campur tangan pemerintah yang memberikan fasilitas sekolah gratis berupa Pendidikan Dasar 9 Tahun secara gratis, dan berdasarkan data di lapangan, ternyata sebagian besar anak pekerja berusia sekitar 7 tahun-16 tahun masa usia sekolah SD sampai SMP sehingga mereka dapat menikmati program pendidikan gratis ini. Dengan adanya bantuan pendidikan dari pemerintah tersebut, pekerja merasa terbantu untuk menyekolahkan anak-anaknya. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya khusus yang besar untuk iuran sekolah ataupun buku-buku pelajaran karena ada subsidi pemerintah, dan anak-anaknya pun termotivasi untuk memanfaatkan peluang sekolah gratis ini sebagai dasar pendidikan mereka untuk masa depannya kemudian hari. Berbeda halnya saat anak tersebut harus memasuki sekolah SMA setelah lulus dari SMP. Setelah lulus SMP dari Program Pendidikan Gratis 9 Tahun tersebut, mereka tidak mendapatkan program sekolah gratis lagi karena belum ada program dari pemerintah yang memfasilitasi. Sebagian dari anak mereka ada yang dapat meneruskan pendidikan anaknya hingga tahap Sekolah Lanjutan Tingkat 64 Atas SLTA, namun ternyata lebih banyak yang memilih berhenti melanjutkan sekolah ke SLTA lalu bekerja di pabrik seperti kedua orangtuanya karena merasa malas, buang-buang waktu dan uang saja. Banyak diantara mereka menjadi pekerja anak di beberapa pabrik tertentu yang memang membuka peluang untuk anak-anak di bawah umur bekerja, walaupun tak lebih dari seorang buruh serabutan biasa yang tak punya jaminan masa depan bagi si anak itu sendiri.

7.4 Pola Konsumsi