56
6.2 Kurangnya Pemahaman Pekerja terhadap Peraturan Perusahaan
Kurangnya pemahaman pekerja terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja dalam perusahaan telah menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan
kondisi kerja yang nyata antara pekerja laki-laki dan perempuan dalam perusahaan. Marginalisasi ini nampak dalam hal ketimpangan upah, status
pekerja, jaminan kerja, dan jaminan keluarga, yang merupakan variabel-variabel kondisi kerja pekerja dalam perusahaan yang lebih jauh lagi akan berpengaruh
pada kesejahteraan keluarga pekerja pabrik. Tingkat pemahaman pekerja terhadap Peraturan Perusahaan yang memuat
hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dihitung berdasarkan tingkat pengetahuan pekerja dengan tingkat pelaksanaan pekerja terhadap tentang
Peraturan Perusahaan. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar hubungan pemahaman pekerja akan peraturan perusahaan di tempat mereka bekerja yang
terhadap kondisi kerja. Pada Tabel 15 dapat dilihat hubungan dan komposisi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat pemahaman, dan kondisi
kerja pekerja. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat
Pemahaman Pekerja Terhadap Peraturan Perusahaan, dan Kondisi Kerja, CV.Mekar Plastik Industri, 2009
Jenis Kelamin
Tingkat Pemahaman
Pekerja Kondisi Kerja
Total Baik Tidak
Baik Jumlah
Persentase Jumlah Persentase
Laki-laki Paham
12 63,16 7 36,84 19
100 Tidak
Paham 2 18,18 9 81,81 11
100 Perempuan
Paham 10 66,67 5 33,33
15 100
Tidak Paham 4
26,67 11
73,33 15
100
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat sebanyak 63,16 pekerja laki-laki yang paham akan peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban mereka
dengan kondisi kerja yang baik, 81,81 pekerja laki-laki yang tidak paham akan
57
peraturan tersebut dengan kondisi kerja yang tidak baik. Mengenai tingkat pemahaman, jumlah pekerja perempuan yang tidak paham lebih banyak
dibandingkan dengan yang paham. Jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki, persentase jumlah laki-laki yang paham dan memiliki kondisi kerja yang baik
lebih besar daripada pekerja perempuan. Hal ini disebabkan oleh pola pikir perempuan yang biasa menerima apa adanya atas kondisi kerja yang mereka
terima stereotip gender. Mereka tidak memiliki keberanian untuk meminta hak mereka secara penuh dan terang-terangan kepada pihak perusahaan karena status
kerja mereka yang rentan dipecat sebagai operator packing, berbeda dengan pekerja laki-laki yang lebih berani dan terbuka dalam meminta hak-haknya
kepada pihak perusahaan karena status kerjanya yang lebih kuat. Pada Tabel 15 juga dapat dilihat hubungan atau korelasi antara tingkat
pemahaman pekerja akan peraturan perusahaan yang memuat hak dan kewajiban dengan kondisi kerja. Data menunjukkan ada 22 pekerja laki-laki dan perempuan
yang paham dan memiliki kondisi kerja yang baik, dan hanya enam pekerja yang tidak paham memiliki kondisi kerja yang baik. Begitupun sebaliknya, terdapat 20
pekerja yang tidak paham memiliki kondisi kerja tidak baik, dan 12 orang pekerja yang paham memiliki kondisi kerja yang tidak baik. Data tersebut membuktikan
adanya hubungan silang berhubungan antara tingkat pemahaman dengan kondisi kerja. Semakin tinggi pemahaman pekerja terhadap Peraturan Perusahaan dan
terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, maka semakin baik pula kondisi kerjanya, sedangkan semakin rendah tingkat pemahaman pekerja terhadap
Peraturan Perusahaan dan terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, semakin tidak baik kondisi kerjanya.
Jika dilakukan pengujian korelasi dengan Uji Korelasi Spearman antara status pekerja dengan kondisi kerja, terlihat nilai p value pada kolom sig. 2 tailed
sebesar 0,0010,05 level of significant α sehingga Ha diterima tingkat
pemahaman pekerja berkorelasi dengan kondisi kerja dengan keeratan korelasi yang kuat sebesar 0,413.
58
Ikhtisar
Pada penelitian di CV. Mekar Plastik Industri, Kelurahan Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung tidak ada hubungan langsung antara
stereotip gender dengan kondisi kerja tidak diuji, namun stereotip gender mempengaruhi adanya pembagian kerja secara seksual yang dilakukan pihak
perusahaan, yang nantinya pembagian kerja tersebut akan mempengaruhi status pekerja itu sendiri. Status pekerja adalah tingkat kerentanan pekerja atas tindak
pemecatan berdasarkan jenis pekerjaan pembagian kerja yang termasuk dalam alat ukur kondisi kerja. Dapat disimpulkan bahwa stereotip gender, pembagian
kerja secara seksual, dan kondisi kerja saling saling berpengaruh, namun jika diuji, pembagian kerja secara seksual tidak memiliki hubungan langsung dengan
kondisi kerja pekerja itu sendiri Selain stereotip gender, ada faktor lain yang turut mempengaruhi kondisi
kerja pekerja dalam perusahaan, yaitu tingkat pemahaman pekerja akan Peraturan Perusahaan yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha. Tingkat
pemahaman pekerja memiliki hubungan nyata dengan nilai keeratan korelasi yang kuat sebesar 0,413. Semakin tinggi pemahaman pekerja terhadap Peraturan
Perusahaan dan terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, pekerja dapat melakukan kewajibannya dengan baik dan meminta haknya secara penuh
kepada pihak perusahaan, sehingga semakin baik kondisi kerjanya.
59
BAB VII KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PABRIK