21
rendahnya tingkat kesejahteraan hidup pekerja, dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan keluarga pekerja sehari-hari seperti sandang, pangan,
papan, pendidikan anak dan kesehatan keluarga.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Marginalisasi Perempuan dalam Industri dan Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Keluarga Pekerja
Keterangan : : Memiliki hubungan diuji
: Memiliki hubungan tidak diuji
2.3 Hipotesis
Bagan alur pemikiran di atas menghasilkan beberapa hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, yaitu:
Stereotip gender
Kondisi Kerja Buruh:
- Status Pekerja
- Pengupahan
- Jaminan Kerja
- Jaminan
Keluarga Kurangnya
pemahaman pekerja
terhadap peraturan
perusahaan hak dan
kewajiban Pendapatan Total
Keluarga
Tingkat Kesejahteraan
keluarga - Perumahan
- Kesehatan - Pendidikan
Keluarga - Pola konsumsi
- Kepemilikan aset
Pembagian kerja secara
seksual Tanggungan
Keluarga
22
1. Diduga kurangnya pemahaman pekerja terhadap hak dan kewajibannya
sebagai pekerja berpengaruh terhadap kondisi kerja pekerja dalam pabrik. 2.
Diduga pembagian kerja secara seksual menyebabkan adanya ketimpanganketidakadilan gender dalam kondisi kerja pekerja dalam pabrik.
3. Diduga kondisi kerja memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan
keluarga pekerja. 4.
Diduga ada hubungan antara besarnya pendapatan total keluarga dengan tingkat kesejahteraan keluarga pekerja.
5. Diduga ada hubungan antara banyaknya jumlah tanggungan keluarga dengan
tingkat kesejahteraan keluarga pekerja.
2.4 Definisi Operasional
Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara
operasional. Variabel-variabel tersebut adalah: 1.
Tingkat pemahaman pekerja terhadap kewajiban dan hak-haknya yang tercantum dalam perjanjian kerja
a. Pengetahuan pekerja akan perjanjian kerja adalah tingkatan pengetahuan
pekerja terhadap aturan-aturan yang memuat pengetahuan tentang: perusahaan dan pekerja, jabatan atau jenis pekerjaan, besarnya upah dan
cara pembayaran, jam kerja, syarat-syarat kerja, masa berlaku kontrak kerja, dan sistem penerimaan pekerja atau perpanjangan masa kontrak
kerja. Penilaian: 2 : tahu , 1 : tidak tahu. b.
Pelaksanaan pekerja adalah kemampuan pekerja dalam melakukan semua aturan perusahaan sesuai perjanjian kerja yang telah disepakati. Penilaian:
1 : tidak dilaksanakan, 2 : dilaksanakan. Tingkat pemahaman pekerja adalah tingkat pengetahuan dan tingkat
pelaksanaan pekerja terhadap aturan-aturan perusahaan yang telah disepakati dalam perjanjian kerja. Skor berjumlah 16-24 = tidak paham, 25-32 = paham.
Semakin tinggi tingkat pemahaman pekerja terhadap perjanjian kerja maka semakin baik pembagian kerja seksual dan kondisi kerja pekerja dalam pabrik.
23
2. Stereotip pekerja tentang gender adalah pelabelan suatu sifat gender yang
sudah melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut,
cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa stereotip. Bias gender ini kemudian menimbulkan
ketidakadilan gender. Penilaian: 1: tidak setuju, 2: setuju. Skor berjumlah 15- 22: tidak setuju, 23-30: setuju. Semakin tinggi skor tentang stereotip
masyarakat tentang gender, bias gender makin tinggi, maka semakin buruk pembagian kerja secara seksual dan kondisi kerja pekerja dalam pabrik.
3. Pembagian kerja secara seksual
Ketidakadilan atau ketimpangan gender dapat disebut dengan diskriminasi. Salah satu contohnya terjadi dalam bentuk marginalisasi proses peminggiran.
Marginalisasi umumnya meminggirkan kaum perempuan karena dianggap sebagai makhluk yang inferior lemah dan tak dapat berbuat apa-apa,
misalnya dalam hal pembagian kerja secara seksual. Pembagian kerja dapat diukur dari jenis pekerjaan responden antara pekerja perempuan dan laki-laki.
Pekerja perempuan biasanya ditempatkan di bagian operator packing yang tidak membutuhkan tenaga besar diberi skor 1, dan laki-laki ditempatkan di
bagian operator mesin yang membutuhkan kekuatan diberi skor 2. 4.
Kondisi Kerja Pekerja dalam Pabrik Marginalisasi a.
Status pekerja atau tingkat kerentanan pekerja untuk dikeluarkan jika terjadi pemecatan. Status pekerja merupakan variabel untuk melihat
kondisi kerja pekerja, dibagi menjadi dua, yaitu: 1: pekerja harian lepas = rentan, 2: pekerja tetap = tidak rentan. Semakin rentan status pekerja maka
semakin buruk kondisi kerja pekerja. b.
Pengupahan. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja atas suatu pekerjaan danatau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja.
Pengupahan dibagi menjadi dua kategori menurut Upah Minimum Regional UMR daerah setempat, yaitu: Kategori 1= rendah , Kategori 2=
tinggi. Semakin tinggi upah maka semakin baik kondisi kerja pekerja.
24
c. Jaminan kerja
Jaminan kerja adalah banyaknya jaminan dan fasilitas yang diterima pekerja dari perusahaan. Jaminan kerja diukur dengan melihat ada
tidaknya: liburcuti jika sakit, libur tahunanhari raya, jaminan beristirahat, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatansakit, jaminan beribadah,
upah lembur, jaminan kematian, jaminan hari tua, cuti haidmelahirkan keguguran, liburcuti pernikahankematian kelahiran, dan pesangon PHK.
Penilaian: ada = skor 2, tidak ada = skor 1. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Semakin banyak jaminan
kerja yang diperoleh, maka semakin baik kondisi kerja pekerja. d. Jaminan keluarga adalah jaminan dan fasilitas kesejahteraan keluarga yang
diterima oleh pekerja. Jaminan keluarga merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Jaminan keluarga dapat dilihat dari ada tidaknya:
THR tunjangan hari raya, santunan menikah pertama kali, santunan melahirkan, santunan kematian ortumertua, santunan anak khitansunatan,
santunan kematian istrianaksuami, santunan perkawinan anak, santunan anggota keluarga meninggal dunia, santunan jika pekerja ditahan,
pinjamanhutang. Penilaian: ada skor 2, tidak ada skor 1. Skor berjumlah 10-15 = rendah, 16-20 = tinggi. Semakin banyak jaminan keluarga yang
diperoleh maka semakin baik kondisi kerja pekerja. Kondisi kerja adalah perlakuan perusahaan kepada pekerja yang meliputi
status pekerja, pengupahan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga. Kondisi kerja pekerja mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarganya. Penilaian: skor
≤36= buruk, skor 37-48 = baik. Semakin kecil skor maka semakin buruk kondisi
kerja pekerja. 5.
Kesejahteraan pekerja a.
Perumahan -
Status rumah adalah hak atas kepemilikan rumah bagi keluarga pekerja. Status rumah merupakan variabel untuk melihat tingkatan
keadaan infrastruktur rumah pekerja. Status rumah dibagi menjadi dua kategori, yaitu : bukan milik sendiri = skor 1, milik sendiri = skor 2.
25
- Keadaan rumah adalah kondisi fisik rumah yang dihuni oleh pekerja
dan keluarganya responden. Keadaan rumah merupakan salah satu variabel untuk melihat tingkatan keadaan infrastruktur rumah pekerja.
Keadaan rumah dibagi menjadi dua kategori, yaitu : skor 1 = bangunan tidak permanen, skor 2 = bangunan permanen, berlantai keramik,
berdinding tembok. -
Alat penerangan adalah jenis penerangan yang dipakai oleh keluarga pekerja. Alat penerangan merupakan merupakan salah satu variabel
untuk melihat tingkatan keadaan infrastruktur rumah pekerja. Alat penerangan dibagi menjadi dua, yaitu skor 1 = listrik 450 watt, skor 2
= 450 watt -
Kelayakan tempat tinggal antara luas rumah dengan jumlah anggota keluarga. Skor 1 = luas bangunan tidak memadai untuk seluruh
anggota keluarga, skor 2 = luas bangunan memadai untuk seluruh anggota keluarga. Memadai atau tidaknya luas bangunan diukur secara
emik, yaitu satu tumbak=14m² untuk satu orang yang tinggal. -
Perumahan adalah tingkatan keadaan infrastruktur rumah pekerja yang menunjukkan tingkat kesejahteraan keluarga. Hal tersebut dapat dilihat
dari status rumah, keadaan rumah dan alat penerangan. Penilaian: skor berjumlah
≤ 6 = tidak sejahtera, skor 7-8 = sejahtera. Semakin tinggi keadaan infrastruktur rumah pekerja maka semakin tinggi tingkat
kesejahteraan keluarga pekerja, begitu pun sebaliknya. b.
Kesehatan -
Angka kesakitan merupakan variabel untuk melihat status kesehatan keluarga pekerja. Angka kesakitan dilihat dari frekuensi seringnya
sakit pekerja atau keluarganya dalam satu tahun yang lalu. Angka kesakitan digolongkan menjadi : skor 1 :
≥ 5 kali, skor 2 : 5 kali. -
Jenis pengobatan merupakan variabel untuk melihat status kesehatan keluarga pekerja. Jenis pengobatan dilihat dari apa yang dilakukan
oleh pekerja dan keluarganya ketika terdapat anggota keluarganya yang sakit. Jenis pengobatan digolongkan menjadi: skor 1 = berobat
26
non medis dukunpengobatan alternatifmembeli obat warung, skor 2 = berobat medis Dokter, Puskesmas
- Frekuensi makan merupakan variabel untuk melihat taraf gizi keluarga
pekerja. Frekuensi makan dilihat dari seberapa sering pekerja dan keluarganya makan dalam satu hari. Frekuensi makan digolongkan
menjadi dua kategori, yaitu : skor 1 : 3 kali, skor 2 : ≥ 3 kali.
- Jenis makanan merupakan variabel untuk melihat taraf gizi pada
keluarga pekerja. Jenis makanan dilihat dari seberapa banyak macam makanan yang dikonsumsi pekerja dan keluarganya dalam satu hari.
Jenis makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu: skor 1 : karbohidrat, skor 2 : karbohidrat dan protein.
- Kesehatan keluarga adalah adalah status kesehatan dan taraf gizi
keluarga yang antara lain diukur melalui angka kesakitan, jenis pengobatan yang dilakukan, frekuensi makan dan jenis makanan yang
dikonsumsi keluarga. Kesehatan merupakan variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga. Penilaian: skor
≤ 6 = buruk, skor 7-8 = baik. Semakin tinggi status kesehatan keluarga pekerja maka semakin baik
kesehatan keluarga pekerja. Semakin baik kesehatan keluarga pekerja maka semakin sejahtera keluarga pekerja.
c. Pendidikan keluarga
Banyaknya anak pada usia sekolah yang masih sekolah dan tidak sekolah. Pengukuran: skor 1 : rendah :
≤ 1 orang, skor 2: tinggi : 1 orang. Semakin banyak anak pada usia sekolah yang masih sekolah maka
semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga pekerja. Selain itu, perlu diperhatikan banyaknya anak yang berhenti sekolah atau DO Drop Out.
d. Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian pengeluaran uang dalam
keluarga untuk kebutuhan akan makanan dibandingkan dengan konsumsi non makanan. Pola konsumsi digolongkan menjadi dua, yaitu : Skor 1 =
rendah : biaya konsumsi untuk makanan lebih besar dari biaya untuk kebutuhan non makanan, Skor 2 = tinggi, biaya konsumsi untuk makanan
lebih kecil.dari biaya untuk kebutuhan non makanan. Semakin tinggi
27
tingkat konsumsi makanan dibandingkan konsumsi non makanan, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga.
e. Kepemilikan aset : banyaknya jumlah barang berharga yang dimiliki
sebuah keluarga berupa barang mahal dan barang yang tidak mahal. Barang mahal seperti televisi, kulkas, komputer, parabola, handphone,
DVDVCD player dan kendaraan bermotor sepeda motor . Barang tidak mahal seperti : kipas angin, telepon, rice cooker, radiotape, setrika.
Kepemilikan aset merupakan variabel untuk melihat kesejahteraan keluarga dan dapat dilihat dari ada tidaknya aset. Penilaian : skor 1 = ada,
skor 0 = tidak ada. Skor untuk kepemilikan barang mahal yaitu 0-3 barang = rendah, dan 4-7
barang = tinggi, sedangkan skor untuk barang tidak mahal yaitu 0-2 barang = rendah, dan 3-5 barang = tinggi.
Skor jumlah untuk kepemilikan barang : ≤ 5 barang= rendah, skor untuk 6-
12 barang= tinggi. Semakin banyak banyak yang dimiliki maka semakin tinggi kesejahteraan keluarga pekerja. Jika barang yang dimiliki banyak,
maka diberi skor 2, dan jika barang yang dimiliki sedikit, maka skor 1. 6.
Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga yang tinggal dalam satu rumahtangga, termasuk kepala
rumahtangga itu sendiri. Jumlah tanggungan keluarga dikategorikan menjadi dua, yaitu: skor 2 :
≤ 3 orang = sedikit, skor 1 : 3 orang = banyak. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka kebutuhan keluarga dapat semakin
tidak terpenuhi, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga. 7.
Pendapatan adalah jumlah uang yang dihasilkan rumahtangga selama satu bulan bekerja. Pendapatan dapat berupa bantuan dari orang yang tinggal
bersama dalam satu rumahtangga. Pengukuran:
1: ≤Rp.1.500.000,- = rendah, skor 2 : Rp.1.500.000,- = tinggi.
Pengukuran ini berdasarkan emik yang didapat dari jumlah upah yang diterima pekerja ditambah dengan pendapatan lain-lain. Semakin tinggi
pendapatan keluarga maka kebutuhan keluarga dapat semakin terpenuhi, maka semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan keluarga.
28
8. Kesejahteraan pekerja adalah suatu pemenuhan kebutuhan danatau keperluan
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas
kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Tingkat kesejahteraan keluarga adalah kemampuan sebuah keluarga untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari rumahtangganya. Kesejahteraan keluarga pekerja dilihat dari pendapatan total keluarga, jumlah tanggungan keluarga, perumahan,
kesehatan, pendidikan keluarga, pola konsumsi, dan kepemilikan aset. Untuk
yang skornya lebih tinggi, diberi nilai 2, sedangkan untuk skor rendah, diberi nilai 1 untuk tiap variabelnya. Penilaian skor 7-10 = tidak terpenuhi, skor 11-
14 = terpenuhi. Semakin terpenuhinya kebutuhan keluarga pekerja maka semakin sejahtera sebuah keluarga.
29
BAB III METODE PENELITIAN