Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos dalam Film “Guru Bangsa
Scene 1
Visual Durasi
Durasi 00 : 08 : 24
Dialog
Tjokro : “Orang-orang Eropa datang kesini untuk mencari apa yang tidak mereka punya. Karet, kopi, pala, cengkeh,
tembakau untuk pabrik-pabrik, mereka juga mencari pelabuhan-pelabuhan hangat untuk mengambil hasil kita
sepanjang tahun” Guru : “tutup mulutmu”
Type of Shot
Over The Shoulder Shot. Tipe shot ini merupakan yang dilakukan untuk dua subyek,
namun pengambilan gambar dilakukan dari belakang bahu salah satu subyek. Orang yang dihadapi subyek biasanya
harus menempati sekitar 13 frame. Tipe shot ini biasa digunakan dalam sebuah percakapan
dua subyek, framing gambar bisa dilakukan bergantian sehingga visual dapat terlihat dinamis.
Makna Denotasi
Tjokro menjelaskan apa yang ditanyakan oleh gurunya di sekolah OSVIA yaitu “apa yang terjadi jika kapal Eropa datang ke pulau Hindia Belanda?”, tetapi
gurunya tidak senang dengan jawaban Tjokro yang menyudutkan negara asalnya itu. Akhirnya, Tjokro pun dihukum oleh gurunya dengan bentuk hukuman yang
diberikan yaitu meletakkan tumpukkan buku-buku tebal diatas kepalanya, kemudian setelah panjang lebar Tjokro membantah, akhirnya ia diusir dari dalam
kelas oleh gurunya.
Makna Konotasi
Tjokro bukanlah anak yang pendiam, justru ia adalah anak yang agresif, pikirannya tak pernah berhenti melakukan kreativitas, tidak seperti anak-anak
lainnya yang seumuran dengannya. Progresivitas dan kreativitas yang berlebih itu kemudian biasanya orang-
orang menyebutnya dengan “anak nakal”. Karena itu, menjadi wajar ketika pada masa bermain, kreativitas Tjokro muda menyebabkan
ia menjadi dominan di antara teman-teman sebayanya di desa. Tetapi, kreativitas dan dominasi itu tidak menjadi masalah baginya, justru hal itu menjadi pupuk
yang tepat bagi tumbuhnya sifat kepemimpinan yang lugas di masa depannya. Masalah mulai muncul, ketika kreativitas dan dominasi itu terbawa di sekolah
formal yang aktivitasnya lebih diarahkan kepada pengetahuan dan perilaku berkepatuhan pada sistem kekuasaan penguasa kolonial Belanda.
Salah satu bentuk masalah yang timbul karena kreativitasnya yaitu yang terlihat pada scene diatas. Ketika gurunya
bertanya “apa yang terjadi jika kapal eropa datang ke pulau Hindia Belanda?”. Kemudian Tjokro menjawab, “Orang-
orang Eropa datang kesini untuk mencari apa yang tidak mereka punya. Karet,
kopi, pala, cengkeh, tembakau untuk pabrik-pabrik, mereka juga mencari pelabuhan-
pelabuhan hangat untuk mengambil hasil kita sepanjang tahun”. Kemudian gurunya membantah “tutup mulutmu” dan akhirnya mengeluarkannya
dari ruang kelas. Dari apa yang ia jelaskan itu, sebenarnya ia menjelaskan realita yang benar-benar terjadi pada saat itu. Adegan ini menginsyaratkan bahwa Tjokro
sudah mulai memberanikan dirinya untuk memberontak serta melawan penjajah dengan pengetahuannya atau pemikiran-pemikirannya yang kritis tersebut.
Mitos
Bentuk perlawanan dari sosok Tjokroaminoto sendiri sudah sangat terlihat sejak ia berusia dini. Walaupun ia terlahir dari keluarga priyai pangreh praja,
tetapi nyalinya semakin hari semakin bertambah kuat untuk memberontak dan melawan penjajah. Ketika ia kecil hingga remaja, ia memang tidak pernah
berfikir untuk melawan penjajah Belanda dengan senjata atau kembali membalasnya dengan kekerasan seperti apa yang telah dilakukan oleh tentara
Belanda kepada rakyat jawa. Justru ia lebih menekankan perlawanannya pada pemikiran-pemikirannya yang kritis hingga dianggap terlalu radikal revolusioner
oleh kolonial Belanda.
2 Fase Tjokro Beranjak Dewasa.
Pada fase ini bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia 20 tahun dan berakhir pada usia 30 tahun. Ini adalah masa pembentukan
kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang
secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.
Scene 2 dan 3
Visual Durasi
Durasi 00 : 14 : 49
Durasi 00 : 14 : 55
Dialog
Tjokro : “Teh ini panas, tapi tanganku sudah terbiasa dengan panasnya matahari. Teh ini ditanam di tanah
mereka, dengan keringat mereka. Tuan menikmati teh ini
pagi dan sore demi kesejahteraan hidup tuan”.
Type of Shot
1. Two Shot
Two Shot merupakan tipe shot yang menampilkan dua orang dalam satu frame kamera, tipe shot ini dapat
digunakan untuk membangun hubungan antara subyek satu dengan lainnya, masing-masing subyek dapat saling
berinteraksi dan terlibat dalam gerakan atau tindakan dalam pengambilan gambar.
Tipe shot ini juga biasanya digunakan ketika dua presenter sedang membawakan acara ataupun memperkenalkan dua
orang secara bersamaan.
2. Cutaway
Jenis shot ini digunakan untuk membangun situasi. Subyek bisa berbeda, misalnya hewan kesayangan milik subyek,
bagian yang berbeda dari subyek misalnya properti milik subyek, atau apapun.
Denotasi
Pada dua scene diatas terlihat Tjokro sedang menuangkan teh ke dalam cangkir Haendlift yaitu salah seorang staff Belanda, setelah ia memarahi salah
seorang pekerja pribumi pelayan karena telah membawa secangkir minumannya tanpa alas tangan. Dengan berani Tjokro menatap dan berkata kepada haendlift
dengan tatapan mata yang tajam, nada bicara yang tegas serta lugas, ia mengatakan “teh ini panas, tapi tanganku sudah terbiasa dengan panasnya
matahari. Teh ini ditanam di tanah mereka, dengan keringat mereka. Tuan menikmati teh ini pagi dan sore demi kesejahteraan hidup tuan”, sampai teh yang
ia tuangkan ke dalam cangkir terisi penuh hingga akhirnya mengalir menumpahi meja kerja haendlift dan hampir saja mengenainya.
Konotasi
Pada scene diatas, Tjokro nampak kesal dengan apa yang sudah Haendlift lakukan terhadap rakyatnya tersebut. Berawal karena Haendlift beranggapan
bahwa jika tubuhnya tersentuh dengan kulit rakyat pribumi yang sering sekali terserang berbagai penyakit, menurutnya akan menularkan penyakit-penyakit
tersebut kepadanya, sehingga Haendlift kesal jika didapatinya pelayan yang membawakan minuman ataupun makanannya tanpa memakai alas tangan.
Kemudian Tjokro menunjukkan rasa kekesalannya terhadap Haendlift dengan memberanikan dirinya, untuk melawannya dengan menghampirinya dan
menuangkan teh ke dalam cangkirnya sambil berkata “teh ini panas, tapi tanganku sudah terbiasa dengan panasnya matahari. Teh ini ditanam di tanah mereka,
dengan keringat mereka. Tuan menikmati teh ini pagi dan sore demi kesejahteraan hidup tuan”, sampai akhirnya teh yang ia tuangkan ke dalam cangkir terisi penuh
hingga mengalir menumpahi meja kerja Haendlift. Ini adalah salah satu bentuk nilai nasionalisme yang tergambar dalam dirinya, yaitu kepeduliannya terhadap
segala bentuk masalah yang dihadapi oleh rakyatnya, ia pun sudah ikut serta dalam upaya pembelaan terhadap rakyatnya yang sudah diperlakukan seperti itu
oleh penjajah.
Mitos
Pada masa itu, seluruh pekerja Belanda dari setingkat buruh hingga priyai pangreh praja akan selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh Belanda. Jika
ada yang memberontak, tentara Belanda akan siap menyiksa orang tersebut sampai ia akan menuruti apa yang diperintahkan. Sangat berbeda dengan apa yang
dipikirkan serta apa yang dilakukan oleh Tjokro. Walaupun ia sudah lama menggeluti pekerjaannya sebagai priayi pangreh praja, tetapi jika ia melihat
ketidakadilan ia akan tetap memberontak walaupun tidak dengan alat senjata perang ataupun membalasnya kembali dengan kekerasan. Sejak kekerasan
merajalela di tanah jawa, sejak saat itu pula Tjokro menjadi sosok yang anti kekerasan. Apalagi yang menjadi korbannya adalah rakyat jawa yang dilakukan
oleh penjajah Belanda. Ia akan tetap melakukan perlawanan dengan pemikiran- pemikirannya yang cemerlang juga dengan pembawaannya yang tenang. Dan ia
pun akan terus melakukan perlawanan terhadap Belanda jika ia melihat rakyatnya kembali diperlakukan tidak adil oleh Belanda.
3
Fase Pertengahan Dewasa
Periode perkembangan yang bermula pada usia kira-kira 35 hingga 45 tahun dan merentang hingga usia 60 tahun. Ini adalah masa untuk
memperluas keterlibatan dan tanggung jawab pribadi dan sosial seperti membantu generasi berikutnya menjadi individu yang berkompeten, dewasa
dan mencapai serta mempertahankan kepuasan dalam berkarir.
Scene 4
Visual Durasi
Durasi 00 : 55 : 27
Dialog
Tjokro : “Mari kita sama-sama melakukan perlawanan atas ketertindasan, agar semua rakyat nusantara tidak lagi
dipandang sebagai seperempat manusia”
Type Of Shot
Medium Close Up Shot tipe ini mengambil gambar dari dada sampai atas
kepala untuk menunjukkan ekspresi lebih jelas.
Denotasi
Pada scene ini, terlihat Tjokro sedang berpidato dengan tatapan mata yang tajam, raut wajah yang serius, jari telunjuk yang menunjuk keatas juga terlihat
sangat bersemangat saat peresmian pergantian nama organisasi SDI Sarekat Dagang Islam menjadi SI Sarekat Islam di surabaya. Ia juga mengatakan
kepada rakyatnya bahwa, “Mari kita sama-sama melakukan perlawanan atas
ketertindasan, agar semua rakyat nusantara tidak lagi dipandang sebagai seperempat manusia”. Tjokro mengajak dengan meyakinkan seluruh
masyarakatnya untuk melakukan perlawanan yang juga ditemani oleh H. Samanhoedi di sampingnya.
Konotasi
Sebagai orator yang ulung, Tjokroaminoto berpidato di hadapan ribuan masyarakat yang hadir, juga ditemani oleh H. Samanhoedi selaku ketua umum
SDI Sarekat Dagang Islam pada tahun 1913 di Surabaya dengan sorotan mata yang tajam, suara yang lantang juga menggelegar, ditambahkan dengan gerakan
tubuh dan acungan jari telunjuknya ke atas menjadi nilai plus baginya untuk mengajak, meyakinkan serta mendorong keinginan rakyatnya agar siap melawan
Belanda dengan menjadi anggota Sarekat Islam. Pada hari itu ia memakai beskap semacam jas yang hanya digunakan oleh priayi yang bekerja di pemerintahan
Belanda juga memakai blankon semacam penutup kepala yang hanya dipakai oleh orang-orang jawa. Hal ini menandakan bentuk nasionalisme yang pasti dari
sosok Tjokro dan prinsipnya tentang “sama rasa sama rata” yang ia tanam kepada rakyatnya. Sebagai ketua organisasi Sarekat Islam, ia meyakinkan di dalam
pidatonya kepada masyarakat yang hadir agar memberanikan dirinya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda yang selama ini sudah menginjak-
injakkan harga diri rakyat nusantara khususnya rakyat jawa, juga sudah menjadikan rakyatnya sebagai “sapi perah” bagi keuntungan Belanda karena
politik etisnya.
Mitos
Jiwa kepemimpinan seorang Tjokro sudah sangat kuat terlihat oleh rakyat jawa ketika ia berpidato di depan ratusan masyarakat, juga sekaligus menjadi
ketua Sarekat Islam. Kedatangan Tjokro pada saat itu sangat tepat, dimana sejak setelah pangeran Diponegoro memimpin tanah jawa, lebih dari 70 tahun rakyat
nusantara tidak lagi memiliki sosok pemimpin. Rakyat jawa sangat mendambakan sosok “ratu adil” atau seorang pemimpin yang benar-benar dapat melindungi dan
membantu mereka hingga rakyat nusantara merasakan keamanan, kenyamanan, keadilan juga kemerdekaan dengan aturan pemerintahan sendiri. Dan mereka
sangat berharap agar tidak lagi menjadi “sapi perah” bagi penjajah Belanda.
Scene 5 dan 6
Visual Durasi
Durasi 01 : 02 : 21
Durasi 01 : 02 : 28
Dialog
Tjokro : “Aku datang kesini bukan menikmati wedangan, aku datang untuk menegur kalian. Sudah berapa kali aku
katakan, segera buat koperasi. Perlu kalian ketahui, oerganisasi ibarat rumah, rumah perlu dapur, dan koperasi
adalah dapurnya. Hasil bumi ini sudah sangat melimpah. Harusnya ini
membuat kesejahteraan bagi kalian, bukan untuk oranglain. Bisa bapak bayangkan nasib anak cucu bapak nantinya,
kalau ini terus diambil, diambil, dan diambil?
Segera buat koperasi”
Type Of Shot
Medium Shot Pada teknik ini area pengambilan gambar sedikit lebih
sempit yaitu dimulai dari batas pinggang sampai atas kepala. Teknik ini bertujuan untuk menonjolkan lebih
detail lagi bahasa tubuh dari ekspresi subyek.
Denotasi
Pada scene ini terlihat Tjokro dengan tuan Rinkes sedang mengunjungi anggota organisasi Sarekat Islam SI di Surabaya. Ia menyarankan serta meminta
kepada mereka agar segera membuat koperasi, karena baginya peran koperasi dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Ia mengatakan, “Aku datang kesini
bukan menikmati wedangan, aku datang untuk menegur kalian. Sudah berapa kali aku katakan, segera buat koperasi. Perlu kalian ketahui, organisasi ibarat rumah,
rumah perlu dapur, dan koperasi adalah dapurnya. Hasil bumi ini sudah sangat melimpah. Harusnya ini membuat kesejahteraan bagi kalian, bukan untuk
oranglain. Bisa bapak bayangkan nasib anak cucu bapak nantinya, kalau ini terus diambil, diambil, dan diambil? Segera buat koperasi”
Konotasi
Dalam scene ini, Tjokro berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk rakyatnya yaitu dengan memberikan saran agar membuat koperasi yang mana
menurutnya koperasi adalah salah satu wadah yang terpenting untuk mensejahterakan rakyatnya dibawah pimpinan organisasi yang dipimpinnya yaitu
Sarekat Islam. Bukan hanya itu, ia pun menekankan kepada anggotanya agar membangun sebuah koperasi supaya hasil pertanian mereka yang melimpah
tersebut tidak terus-menerus diambil dan dinikmati oleh pihak Belanda, tetapi juga bisa dinikmati sendiri oleh semua rakyat Hindia Belanda khususnya rakyat di
tanah Jawa. Ia sangat berharap rakyatnya dapat hidup dengan layak, nyaman juga aman. Sebagai warga negara yang baik, tentunya tidak akan membiarkan bangsa
dan negaranya selalu dalam keadaan terpuruk.
Mitos
Tindakan Tjokro yang tergambar diatas adalah salah satu bentuk profesionalitas dari sosok Tjokro yang ia lakukan yaitu untuk mensejahterakan
rakyatnya, yang mana ia harus memegang teguh amanat yang diberikan kepadanya oleh seluruh rakyatnya khususnya di tanah jawa, karena seyogyanya
kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa :
Ibn umarr.a berkata : “saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya. Seorang kepala Negara akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga
yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya
perihal tanggung
jawab dan
tugasnya. Bahkan
seorang pembantupembantu rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik
majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya diminta pertanggung jawaban dari hal yang
dipimpinnya.”HR. Bukhari dan Muslim Maka dari itu, dalam hal ini Tjokro bukan semata-mata melaksanakan tugas
hanya sekedar seorang pemimpin dari organisasi saja, melainkan bertanggung jawab pula untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang dipimpinnya.