Profil Pemain Film “Guru Bangsa Tjokroaminoto”

Putri Ayudya Putri Ayudya dalam film ini memerankan sebagai Soeharsikin, yaitu istri dari HOS Tjokroaminoto. Ia mewakili provinsi DKI Jakarta 2 dalam Tiga puluh delapan finalis dari 33 provinsi berkompetisi memperebutkan gelar Puteri Indonesia 2011, menjadi presenter di program Jejak Petualang di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia . Ayu berkesempatan mendaki pegunungan Himalaya bersama 50 wanita dari kelompok kartini petualang, walaupun hanya sampai di ketinggiian 6.000 kaki di atas permukaan Ayu bangga karena dapat melihat langsung dampak pemanasan global terhadap es abadi di Himalaya. Ia juga merupakan salah satu finalis Wajah Femina pada tahun 2008. Selain gemar mendaki gunung, Gadis Sampul 2002 ini juga menyukai olahraga bela diri Karate. Filmografi FTV Pesan Dari Samudra Christoffer Nelwan Christoffer Nelwan lahir di Jakarta, Indonesia, 30 Januari 1997; umur 17 tahun dalam film ini ia memerankan peran sebagai Tjokro Muda. Ia juga merupakan seorang aktor berkebangsaan Indonesia. Dia pertama kali bermain di drama musikal seperti Laskar Pelangi pada tahun 2010 Ia juga memainkan film tentang Pramuka berjudul 5 Elang. Ia mempunyai kakak kembar yang bernama Athina Nelwan dan Bianca Nelwan. Di tahun 2014 lalu dia bermain film komedi yang berjudul Marmut Merah Jambu. Ia dan kedua kakak nya juga menyanyikan soundtrack film Marmut Marmut Merah jambu yang berjudul nama film itu sendiri. Filmografi a 5 Elang 2011 b Habibie Ainun sebagai Ilham Akbar Kecil 2012 c Marmut Merah Jambu 2014 Christine Hakim Herlina Christine Natalia Hakim lahir di Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956; umur 57 tahun atau lebih dikenal dengan nama Christine Hakim dalam film ini ia memerankan peran sebagai mbok tambeng, ia adalah kerabat dekat dari Soeharsikin. Ia adalah salah satu aktris senior dan terkemuka di Indonesia . Meski dilahirkan di Jambi, namun orang tuanya merupakan campuran Minangkabau, Aceh, Banten, Jawa, dan Lebanon. Hal inilah yang menyebabkan Christine kecil sering mempertanyakan identitas dirinya. Sepanjang kariernya sebagai artis film Indonesia, Christine Hakim dikenal sebagai artis yang memiliki akting yang sangat bagus. Sehingga telah banyak mendapatkan pujian dan meraih penghargaan piala Citra selama beberapa kali. Karena itulah dia juga kerap dikatakan hanya bermain di film-film yang berkualitas bagus di bawah arahan sutradara-sutradara yang handal. Ketika perfilman Indonesia mencoba bangkit kembali di era 2000-an awal, Christine Hakim langsung mengambil peran penting dalam film penuh pujian Pasir Berbisik. Dengan lawan main Dian Sastrowardoyo, aktris muda yang sedang naik daun ketika itu, film ini bertabur berbagai penghargaan di ajang festival film luar dan dalam negeri. Di ajang Festival Film Indonesia pada 2004 setelah 12 tahun absen diselenggarakan, Pasir Berbisik mengantongi 8 nominasi penghargaan termasuk untuk kategori bergengsi Film Terbaik dan Aktris Utama Terbaik. Walaupun tidak meraih Film Terbaik, film ini adalah catatan kembalinya Christine Hakim dalam sinema Indonesia terkini yang didobrak sebagai sineas muda yang haus akan idealism berkarya. Penghargaan a Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik, dalam film Cinta Pertama 1974 b Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Sesuatu Yang Indah 1977 c Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Pengemis dan Tukang Becak 1979 d Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Kerikil-Kerikil Tajam 1985 e Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Di Balik Kelambu 1983 f Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Tjoet Nja’ Dhien 1988 g Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Tjoet Nja’ Dhien 1989 h Penghargaan khusus Festival Film Bandung 1999 i Best Actrees pada Asia Pasific International Film Festival dalam film Daun diatas bantal 1998 j Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Pasir Berbisik 2002 Lifetime Achievement SCTV Awards 2002 k Nominasi Piala Maya 2012 – Aktris Pemeran Pendukung Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya l Nominasi Piala Maya 2013 – Aktris Pemeran Pendukung Sang Kiai Sujiwo Tedjo Agus Hadi Sudjiwo lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 51 tahun atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo. Di film ini ia memerankan sebagai Mangoensoemo. Ia adalah seorang budayawan Indonesia. Ia pernah mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia seni yang lebih disenanginya . Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti “Ketawa Bareng Tejo”. Sujiwo Tejo juga aktif dalam menggelar atau turut serta dalam pertunjukan teater. Antara lain, membuat pertunjukan Laki-laki kolaborasi dengan koreografer Rusdy Rukmarata di Gedung Kesenian Jakarta dan Teater Utan Kayu, 1999. Sujiwo Tejo juga menjadi Sang Dalang dalam pementasan EKI Dancer Company yang bertajuk Lovers and Liars di Balai Sarbini, Sabtu dan Minggu, 27- 28 Februari 2004. Selain teater, Sujiwo Tejo juga bermain dan menjadi sutradara film. Debut filmnya adalah Telegram 2001 arahan Slamet Rahardjo dengan lawan main Ayu Azhari. Film ini bahkan meraih Best Actress untuk Ayu Azhari dalam Asia-Pacific Film Festival. Kemudian dilanjutkan Kafir 2002, Kanibal 2004 menjadi Dukun Kuntetdilaga, Janji Joni 2005, dan Kala 2007. Bersama Meriam Bellina, Sujiwo Tejo membintangi Gala Misteri SCTV yang berjudul Kafir-Tidak Diterima di Bumi 2004. Filmografi a Telegram 2001 b Kafir 2002 c Kanibal – Sumanto 2004 d Detik Terakhir 2005 e Janji Joni 2005 Kala 2007 f Hantu Aborsi 2008 g Kawin Laris 2009 h Capres Calo Presiden 2009 i Sang Pencerah 2010 j Tendangan dari Langit 2011 k Semesta Mendukung 2011 l Sampai Ujung Dunia 2012 m Soekarno 2013 Maia Estianty Maya Estianty lahir di Surabaya, Jawa Timur, 27 Januari 1976 atau dulu juga dikenal dengan nama Maia Ahmad adalah seorang musisi dan pengusaha berkebangsaan Indonesia. Dalam film ini, ia memerankan sebagai Ibu Mangoensoemo istri dari Mangoensoemo. Ia merupakan salah satu penyanyi dari duo Maia dan sebelumnya dikenal sebagai kibordis dari duo Ratu . Selain bernyanyi, Maia juga terjun ke dunia artis dan menjadi salah satu pemeran komedi Extravaganza di Trans TV tetapi kemudian berhenti, lalu melanjutkan berperan di drama sit-kom OB di RCTI untuk beberapa episode. Pada tahun 2009, duo Maia merilis album bertajuk Sang Juara dan Album mereka mencetak single seperti “Pengkhianat Cinta” dan “Serpihan Sesal” serta Sang Juara yang didedikasikan untuk para Olahragawan Indonesia yang di nobatkan sebagai lagu wajib oleh Menteri Pemuda Olahraga Indonesia, Adyhaksa Dault dalam acara Pertandingan-Pertandingan Serta Kejuaraan Olahraga yang diselenggarakan di Indonesia menggantikan lagu “We Are The Champion” yang dibawakan Queen. Maia juga membintangi Film yang berjudul “Kata Maaf Terakhir”. Dari bisnis musik, kini Maia melirik film. Ia ingin menjadi produser film. Diam-diam, ternyata Maia menjadi salah seorang yang menyiapkan film “Guru bangsa Tjokroaminoto” ini, dan memang ingin didedikasikan untuk sang kakek, yaitu Hadji Oemar said Tjokroaminoto. Filmografi a Lantai 13 2007 – Bintang Tamu b Oh My God 2008 – Pemeran Pendukung c Kata Maaf Terakhir 2009 – Pemeran Utama

G. Tim Produksi

Dalam suatu pembuatan film, tentunya tidak akan berjalan secara baik jika tidak ada tim produksi didalamnya, karena sejatinya tim produksi inilah yang nantinya akan berada secara penuh dan langsung di lokasi pembuatan film tersebut. Ada beberapa bagian dalam suatu tim produksi, yaitu : Departemen Produksi a Sutradara : Garin Nugroho b Produser : Christine Hakim, Alm. Didi Petet, Dewi Umaya Rachman, Sabrang Mowo Damar Panuluh, Nayaka Untara, Ari Syarif. c Penata skrip cerita : Ari Syarif, Kemal Pasha Hidayat, Erik Supit d Line Producer : Elza Hidayat e Asisten sutradara : Sugeng Wahyudi f Manajer Lokasi : Agus Santoso g Casting Director : Adji Nur Ahmad h Pencatat Adegan : Pritagita Arianegara i Asisten Produksi : Dian Lasvita j Pimpinan Pasca Produksi : Rizky Amalia k Produser Eksekutif : Ai Tjokroaminoto l Produser Eksekutif : Erik Hidayat Departemen Kamera a Penata Kamera : Ipung Rachmat Syaiful Departemen Artistik b Disain Produksi : Ong Hari Wahyu c Penata Artistik : Allan Sebastian d Penata Busana : Retno Ratih Damayanti e Penata Rias : Didin Syamsudin Departemen Suara dan Musik a Penata Suara : Satrio Budiono b Perekam : Suara Trisno c Penata Musik : Andi Rianto Departemen Penyuntingan a Penata Gambar : Wawan I Wibowo b Efek Visual : Satria Bayangkara Departemen lainnya a Fotografi : Erik Wirasakti Produksi b Produksi : Pic[k]lock Production c Produksi : Yayasan Keluarga Besar HOS Tjokroaminoto d Produksi : MSH Films 61

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos dalam Film “Guru Bangsa

Tjokroaminoto”. Film ini dimulai dengan scene dimana Tjokro Reza Rahadian sedang diinterogasi oleh salah seorang pekerja Belanda berkebangsaan Yaman di penjara kalisosok Surabaya, karena ia dicurigai telah melakukan tindakan yang dianggap oleh pemerintah Belanda adalah menyimpang. Pihak Belanda mencurigai Tjokro atas kerusuhan yang terjadi di Garut – Jawa Barat pada tahun 1921, karena ia adalah ketua dari organisasi Sarekat Islam, salah satu organisasi yang dinilai oleh Belanda sering melakukan pemberontakan terhadap kolonial-kolonial Belanda, juga sering membuat kerusuhan dimana-mana. Kemudian, dilanjutkan ketika Tjokro muda melihat seorang buruh yang disiksa oleh atasannya yaitu salah seorang dari kolonial Belanda karena buruh tersebut telah melakukan keteledoran. Darah yang terpercik di antara hamparan kapas menjadi potret yang terekam kuat di benaknya dan membekas dalam hatinya. Sehingga pada saat itu jiwa nasionalismenya sedikit demi sedikit mulai tumbuh di dalam dirinya. Sampai akhirnya ia berniat untuk segera membuat pemerintahan sendiri, agar rakyat Indonesia tidak lagi di jadikan “Sapi Perah” oleh pemerintah Belanda. Film drama-biopik „Guru Bangsa Tjokroaminoto’ ini berdurasi 160 menit, dan hanya menceritakan 10 tahun perjuangannya pada periode 1911 sampai 1921 saja. Film ini mengisahkan sosok Tjokro ketika berjuang untuk memberontak