namun Tjokroaminoto sendiri tidak pernah memakai sorban seperti kebanyakan ummat muslim lainnya yang menandakan bahwa ia adalah seorang muslim,
contoh salah satunya yaitu pangeran Diponegoro, orang-orang sekitarnya pun memakai sorban, namun ia tetap memakai peci kopiah. Ini juga merupakan
bentuk nasionalisme yang tergambar dari sosok Tjokroaminoto. 1.
Makna Mitos
Seperti yang dikatakan oleh Barthes, tema-tema yang ada di dalam berbagai dongeng paling awal yang dimiliki manusia dikenal dengan nama mitos, terus
merasuk ke dalam dan menjadi sumber informasi kegiatan pendongengan di dalam budaya pop
17
. Mitos adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang harus diyakini kebenarannya tetapi tidak dapat dibuktikan. Mitos bukan konsep atau ide
tetapi merupakan suatu cara pemberian arti. Secara etimologis, mitos merupakan suatu jenis tuturan, tentunya bukan sembarang tuturan. Suatu hal yang harus
diperhatikan bahwa mitos adalah suatu sistem komunikasi, yakni suatu pesan message. Tetapi mitos tidak didefinisikan oleh objek pesan melainkan dengan
cara menuturkan pesan tersebut, misalnya dalam mitos, bukan hanya menjelaskan tentang objek pohon secara kasat mata, tetapi yang penting adalah cara
menuturkan tentang pohon tersebut
18
. Artinya, ketika seseorang menjelaskan tentang pohon dapat dibuat dalam berbagai macam versi. Pohon yang diutarakan
oleh kelompok lingkungan bukan saja sebagai objek tetapi pohon mempunyai makna yang luas, psikologi, sakral, pelestarian dan sebagainya. Dalam artian,
pohon diadaptasi untuk suatu jenis konsumen, dengan kerangka literatur yang
17
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, terjemahan oleh A. Gunawan Admiranto “Understanding Media Semiotics” London : Arnold Publisher,2002, Yogyakarta : Penerbit Jalasutra,
2002, hal.55
18
A.V. Zoest, Semiotika, Tentang Tanda, Cara Kerjanya. Terjemahan Ani Sukowati. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
mendukung dan imaji-imaji tertentu yang difungsikan untuk keperluan sosial social usage yang ditambahkan pada objek murni.
Mitos yang berurusan dengan semiologi telah berkaitan dengan dua istilah, yakni penanda signified, dan petanda signified, dan kemudian bertautan
kembali dengan istilah sign. Misalnya satu karangan bunga menandakan cinta. Dalam hal ini berarti tidak hanya berurusan dengan penanda dan petanda, bunga
dan cinta, karena dalam tahap analisis terdapat tiga istilah, bunga yang menandakan cinta adalah tanda. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, dapat
dilihat bagan di bawah ini :
1. Signifier penanda
2. Signified petanda
3. Sign tanda
Kajian mitos yang paling populer di abad ke-20 adalah kajian yang dilakukan oleh akademisi Amerika Joseph Campbell 1904-1987. Dalam
bukunya yang sangat laris, Campbell menggabungkan pandangan psikologi jungian dan linguistik untuk memformulakan suatu teori umum mengenai asal
– usul, pengembangan, dan kesatuan seluruh budaya manusia. Jika seseorang
mendengar guntur di langit, dan dia kurang memahami akan “guntur”, maka guntur dapat dijelaskan sebagai suara dewa yang sedang marah; jika hujan, maka
hal tersebut dapat dijelaskan sebagai air mata dewa dan sebagainya. Suatu mitos adalah penceritaan akan peristiwa-peristiwa semacam itu
19
.
19
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, Dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Komunikasi, Yogyakarta : Jalasutra, 2012, h. 173
Mitos menurut Roland Barthes bukanlah mitos seperti apa yang kita pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, a historis,
dan irasional, tetapi tentang tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of speak tipe wicara atau gaya bicara seseorang, dan digunakan seseorang untuk
mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Mitos memiliki empat ciri
20
: a
Distorsif, hubungan antara form dan konsep bersifat distorsif dan
deformatif. konsep mendistorsi form sehingga makna pada sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang
sebenarnya. b
Intensional, mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan,
dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu. c
Statement of facts, mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita
menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam.
d
Motivasional, menurut Barthes bentuk mitos mengandung motivasi.
Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang akan digunakan.
Jika konotasi sudah menguasai masyarakat maka akan menjadi mitos. Barthes mencoba menguraikan betapa kejadian sehari-
hari menjadi “wajar”, padahal itu mitos belaka akibat konotasi yang mantap di tengah masyarakat
21
. Jika dihubungkan dengan tokoh Tjokroaminoto diatas adalah julukannya yang
20
Melisa Mayo, “Teori Semiotik Konotasi Foto Menurut Barthes”. Artikel Diakses Pada Tanggal 10
Mei 2016 Pkl. 14.38 WIB. http:melisamayo.blogspot.co.id200912teori-semiotik-konotasi-foto-menurut- Barthes.htmlm=1
21
Renata Pertiwi Isadi, “Bushido Pada Perempuan Jepang : Memaknai Nilai-Nilai Bushido pada Perempuan jepang dalam Film Rurouni Kenshin
,” Communication V, no. 2 Oktober 2014 : hal. 89
diberikan oleh ra kyat jawa pada masa itu yaitu „raja jawa tanpa mahkota’, sampai
akhirnya terdengar hingga ke pelosok-pelosok kota. Sebutan tersebut bermula dari konotasi yang beredar kuat sehingga menguasai ideologi masyarakat jawa pada
masa itu kemudian menjadi mitos, yaitu anggapan masyarakat yang memandang tokoh Tjokroaminoto terlihat sangat gagah, pemberani juga cerdik melawan
penjajah Belanda dengan ideologi-ideologinya. Hanya Tjokro yang berani melawan dan memberontak Belanda hingga masyarakat merasa dilindungi dan
diayomi oleh sosok pahlawan di tanah jawa yaitu Tjokro. Sampai akhirnya ia dapat mencetak murid-murid yang bernyali besar dan menjadi tokoh-tokoh besar
Indonesia dengan berbagai ideologi hebat yang berbeda seperti Soekarno, Semaoen, Musso dan Kartosoewiryo sehingga masyarakat menyebutnya dengan
gelar „Raja jawa tanpa mahkota’. Ini semua berasal dari sikap nasionalismenya yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.
C. Pengertian Film
Secara harfiah menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia makna film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif yang akan
dibuat potret atau untuk tempat gambar positif yang akan dimainkan dalam bioskop atau lakon cerita gambar hidup
22
. Film sebagai karya seni sering diartikan hasil cipta karya seni yang memiliki
kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual. Dalam hal ini unsur seni yang terdapat dan menunjang sebuah karya film
adalah: seni rupa, seni fotografi, seni arsitektur, seni tari, seni puisi sastra, seni teater, seni musik. Kemudian ditambah lagi dengan seni pantomin dan novel.
22
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2003, ISBN 9789796662913, Tebal 1371 halaman. h. 330