PRINSIP HACCP DAN IMPLEMENTASINYA DALAM INDUSTRI PANGAN

40 berisiko tinggi seperti pada industri pengolahan ikan dan daging oleh US FDA dan USDA Katsuyama dan Jantschke, 1999. Program persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs yang perlu dipersiapkan oleh setiap industri pangan untuk mendukung penerapan sistem manajemen HACCP menurut Codex Alimentarius Commission atau CAC 2003 dalam General Principles of Food Hygiene mencakup : Desain bangunan, fasilitas dan peralatan produksi, Pengendalian proses produksi atau operasi Pengendalian bahaya, sistem pengendalian higiene, persyaratan bahan mentah, pengemasan, pengolahan air, manajemen dan supervisi, dokumentasi dan rekaman, prosedur penarikan produk, Pemeliharaan Maintenance dan Sanitasi Pemeliharaan dan pembersihan, program pembersihan, sistem pengendalian hama dan penyakit menular, pengelolaan dan pengolahan limbah, dan keefektifan pemantauan, Higienekebersihan personilkaryawan Status kesehatan karyawan, kebersihan personil, tingkah laku personil, prosedur penerimaan tamupengunjung, Transportasi Persyaratan, penggunaan dan pemeliharaannya, Informasi Produk dan Kesadaran Identifikasi lot, informasi produk, labelling, dan pendidikan konsumen; serta Pelatihan.

E. PRINSIP HACCP DAN IMPLEMENTASINYA DALAM INDUSTRI PANGAN

1. Definisi dan Terminologi HACCP HACCP atau hazard analysis critical control point adalah suatu pendekatan sistem manajemen yang bersifat sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya keamanan pangan NACMCF, 1998. Pendekatan sistem manajemen keamanan pangan ini pertama kali dimulai dalam tahun 1960-an oleh perusahaan industri pengolah pangan Pillsbury company yang bekerja sama dengan NASA National Aeronatics and Space of America untuk memasokmensuplai produk pangan yang diperlukan oleh para astronotnya dalam program ruang angkasanya Stevenson, 1999. Konsep asli awalnya sistem HACCP sendiri terdiri tiga prinsip, yaitu : prinsip pertama, identifikasi dan pengkajian bahaya yang berhubungan dengan pemanenan hingga penyediaannya; prinsip kedua, penentuan titik kendali kritis dan batas kritis untuk 41 mengendalikan bahaya yang terdidentifikasi; dan prinsip ketiga, menetapkan sistem prosedur untuk memantau titik kendali kritis Bauman, 1995. Selanjutnya, konsep sistem HACCP ini dari tiga prinsip diperluas oleh the internasional commission on microbiological specifications for foods atau ICMSF 1988 dan national advisory committee on microbiological criteria for foods atau NACMCF 1989 menjadi tujuh prinsip. NACMCF membuat konsep sistem HACCP menjadi lebih ringkas concise, ada bagian yang dihilangkan, direvisi dan penambahan definisi, termasuk bagian baru yang disebut sebagai program persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs, adanya pendidikan dan pelatihan, serta implementasi dan pemeliharaan rencanarancangan HACCP-nya. Sejak saat itu, HACCP telah diusulkan secara kuat sebagai sistem pendekatan manajemen keamanan pangan yang efektif untuk pencegahan preventif bahaya- bahaya keamanan pangan oleh kelompok-kelompok ilmuwan nasional dan internasional, korporasi, lembaga pemerintah dan perguruan tinggiuniversitas serta lembaga penelitian dan pengembangan Pierson, 1995. Selanjutnya, codex alimentarius commission CAC yang tergabung dalam WHOFAO dan NACMCF merevisi dan memperhalus penjelasan prinsip-prinsip HACCP serta memberikan suatu pedoman guidelines yang dapat digunakan dalam penerapan prinsip-prinsip HACCP pada berbagai industri pengolahan pangan. Saat ini, komisi gabungan Codex yang berasal dari WHOFAO telah mengadopsi versi terakhir pedoman penerapan sistem HACCP yang memasukkan gagasan NACMCF FAOWHO, 1997. Menurut Motarjeni et al 1996 dan Stevenson 1990, HACCP merupakan sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional, sistematis dan komprehensif dengan tujuan mengidentifikasi, memantau atau memonitor dan mengendalikan bahaya hazard mulai dari bahan baku, proses produksipengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan; untuk menjamin bahwa pangan tersebut aman bila dikonsumsi. Dengan demikian, dalam sistem HACCP, bahan atau materi yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk pangan tidak dikehendaki; diidentifikasi dan dikaji dimana kemungkinan besar terjadinya kontaminasi atau kerusakan 42 produk pangan mulai dari penyediaan bahan baku, selama tahap proses pengolahan hingga sampai distribusi dan penggunaannya. Sistem HACCP bersifat rasional atau logis, karena pendekatannya didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul illness dan kerusakan pangannya spoilage. HACCP dikatakan bersifat sistematis, karena sistem HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasional tahap demi tahap, prosedur dan ukuran kriteria tindakan pencegahanpengendaliannya. Sedang sistem HACCP juga disebut bersifat kontinyu, karena apabila ditemukan atau terjadi suatu masalah maka dapat segera melaksanakan tindakan koreksi untuk memperbaikinya Bryan, 1990. Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif, karena sistem HACCP ini berkaitan erat dengan ramuaningredien pangan, proses pengolahan dan tujuan penggunaan produk pangan selanjutnya Stevenson, 1999. Dalam beberapa kamus bahasa Inggris disebutkan bahwa istilah bahaya hazard dan risiko risk kurang lebih hampir sama atau bersinonim. Dalam istilah HACCP, bahaya hazard didefinisikan sebagai suatu yang berpotensi menyebabkan kerusakan atau bahaya. NACMCF 1997 dan CAC 1997 mendefinisikan bahaya sebagai suatu agen biologis, kimia dan fisik yang berpotensi menyebabkan sakit illness atau cedera injury sebagai akibat dari tidak adanya pengendalian. Sedang risiko risk adalah peluang kemungkinan terjadinya suatu bahaya. Sampai saat ini sistem HACCP telah dan sedang dikaji untuk diadopsi atau diterapkan dalam peraturanhukum di beberapa negara. Di EU European Union, HACCP telah diadopsi melalui peraturan the Directive 9343 pada tahun 1993 Ziggers, 2000. Di Amerika Serikat, sistem HACCP telah dimandatorikan dalam industri pengolahan ikan tahun 1995, untuk industri daging dan ternak unggas pada tahun 1998 dan untuk industri pembuatan sari buah juice pada tahun 2001 FDA, 2001. Di Indonesia, melalui BSN Badan Standardisasi Nasional telah memutuskan untuk mengadopsi sistem HACCP CAC HACCP System : Guidelines for application menjadi SNI 01-4852-1998 Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik KritisHACCP – serta Pedoman Penerapannya dan telah menetapkan panduannya, yaitu Pedoman BSN 1004-1999 tentang panduan 43 penyusunan rencana sistem analisis bahaya dan pengendalian titik kritis – HACC P Suprapto, 1999. Menurut Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan 1996, dinyatakan bawa tujuan umum HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui pangan, sedang tujuan khusus HACCP adalah : 1 Mengevaluasi cara memproduksi pangan untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari makanan, 2 Memperbaiki cara memproduksi pangan dengan memberi perhatian khusus terhadap tahap- tahap proses yang dianggap kritis, 3 Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi pangan, dan 4 Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan. Disamping itu, HACCP sangat berguna bagi industri pangan, yaitu dalam hal : mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan keamanan produk pangan, pembenahan dan pembersihan pabrik, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan kepercayaan konsumen dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk pangan. 2.Prinsip HACCP dan Implementasinya Dalam Industri Pangan Sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan hazard analysis critical control point HACCP pada dasarnya terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut : CAC, 1997; Ditjen POM, 1996; NACMCF, 1999 : 1 Analisis bahaya dan penetapan risiko, yaitu identifikasi secara hati-hati bahaya yang mungkin timbulterdapat pada bahan pangan , mulai dari pemanenan bahan mentah dan ingredien, pengolahan, distribusi, pengangkutan dan konsumsi pangan; 2 Identifikasi titik kendali kritis atau CCP critical control point, yaitu suatu titik, proses atau prosedur yang jika pengendaliannya kurang baik akan menimbulkan risiko bahaya keamanan pangan yang tinggi; 3 Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi untuk setiap CCP yang telah ditentukanteridentifikasi; 4 Penetapan prosedur pemantauan untuk setiap CCP yang perlu dimonitor; 5 Menentukan tindakan koreksi corrective action yang segera diambil untuk memperbaiki sistem jika terjadi penyimpangan pada batas kritisnya; 6 Penetapan dan 44 pengembangan sistem dokumentasi yang efektif terhadap catatan operasi record- keeping dan merupakan bagian dari dokumen rancangan HACCP; dan 7 Penetapan prosedur verifikasi yang menunjukkan bahwa sistem HACCP telah berjalan dengan baik. Untuk menerapkan dan mengembangan sistem HACCP dalam industri pangan, tahap pertama yang harus dilakukan oleh setiap industri pangan adalah perlu adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan perusahaan industri pangan dengan fokus keamananan pangan serta pemenuhan terhadap persyaratan kelayakan dasar sistem HACCP. Adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan dari perusahaan industri pangan berarti dari pihak manajemen puncak hingga seluruh karyawanstaf yang terlibat, dalam proses produksi pangan harus mendukung dan melaksanakan program keamanan pangan yang dicanangkan dalam kebijakan perusahaannya. Tanpa adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan yang baik, program tersebut tidak akan berhasil dilaksanakan. Persyaratan kelayakan dasar untuk penerapan sistem HACCP yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pemilik atau pimpinan atau penanggung jawab manajemen perusahaan industri pangan adalah pemenuhan terhadap persyaratan cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice GMP termasuk higiene dan sanitasinya IFST, 1991. Salah satu buku petunjuk yang dipakai sebagai acuan untuk memenuhi persyaratan GMP ini di Indonesia adalah buku pedoman penerapan cara produksi pangan yang baik oleh Departemen Kesehatan Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1996. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan meliputi : pengadaan bahan mentah, disain bangunan dan fasilitas pabrik, proses pengolahan pangan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higiene dan kesehatan karyawan, pemeliharaan fasilitas dan program sanitasi, penyimpanan, transportasi, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasipencatatan dan penarikan produk recall serta pelatihan dan pembinaan karyawan. Langkah-langkah penerapan dan pengembangan sistem HACCP Hazard Analysis Critical Control Point dalam industri pangan menurut standar NACMCF 1997 dan CAC 1997 disajikan secara ringkas pada Tabel 9. 45 Tabel 9. Langkah-langkah penerapan dan pengembangan sistem HACCP dalam industri pangan menurut standar NACMCF National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods dan CAC Codex Alimentarius Commission No. Kegiatan yang dilakukan untuk penerapan dan pengembangan sistem HACCP Keterangan 1. Penyusunan tim HACCP dan penentuan lingkup penerapan sistem HACCP Langkah pendahuluan pertama 2. Penyusunan deskripsi produk dan metode distribusinya Langkah pendahuluan kedua 3. Penyusunan deskripsi tujuan penggunaan produk pangan Langkah pendahuluan ketiga 4. Penyusunan diagram alir proses produksi secara lengkap Langkah pendahuluan keempat 5. Verifikasi diagram proses produksi on-site di lapangan Langkah pendahuluan kelima 6. Penyusunan dan penentuan semua bahaya yang berkaitan dengan setiap langkah proses atau pembuatan tabel analisis bahaya dan penentuan tindakan untuk pengendaliannya Prinsip HACCP pertama 7. Penentuan titik kendali kritis atau critical control point CCP Prinsip HACCP kedua 8. Penentuan batas kritis untuk setiap CCP Prinsip HACCP ketiga 9. Penetapan prosedur pemantauan untuk setiap CCP Prinsip HACCP keempat 10. Penyusunan rencana tindakan koreksi untuk setiap kemungkinan penyimpangan atau ketidaksesuaian Prinsip HACCP kelima 11. Penyusunan prosedur perekaman dan dokumentasi sistem HACCP Prinsip HACCP keenam 12. Penyusunan prosedur verifikasi sistem HACCP Prinsip HACCP ketujuh Sumber : NACMCF 1997 dan CAC 1997. Langkah-langkah 1 sampai dengan 5 pada Tabel 9 tersebut merupakan langkah pendahuluan penerapan dan pengembangan sistem HACCP. Dalam hal ini, perusahaan industri pengolah pangan perlu menyusun tim HACCP terlebih dahulu. Tim bisa berjumlah 3-5 orang atau lebih tergantung besar kecil dan ruang lingkup kegiatan industri pangan dan tim ini sebaiknya berasal dari berbagai disiplin ilmu serta pernah mendapat pelatihan sistem HACCP. Anggota tim HACCP tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian : produksi, pengendalian mutu atau quality control QC, jaminan mutu atau quality assurance QA, manufakturing, keteknikan engineering, penelitian dan pengembangan atau research and development R D serta sanitasi. Tim HACCP merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan 46 pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis dan masukan atau input dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem HACCP secara efektif dan benar. Bila tim belum pernah mendapat pelatihan sistem HACCP, sebaiknya diberi pelatihan terlebih dahulu baik melalui program pelatihan di luar perusahaan eksternal ataupun pelatihan di dalam perusahaan internal. Tujuannya supaya anggota tim HACCP tersebut mampu dan kompeten menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP dalam perusahaan industri pangan yang bersangkutan. Bila perlu dapat juga memanfaatkan jasa konsultan tenaga ahli yang sudah berpengalaman dalam menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP. Deskripsi produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan dan cara distribusinya diusahakan disusun secara lengkap langkah pendahuluan ke-2 dan didiskusikan oleh anggota tim HACCP. Deskripsi produk mencakup : nama produk, bahan baku, uraian singkat proses pengolahan, pengemasan, daya simpan atau keawetan produk, sistem penjualan, instruksi pada label, metode distribusi, target pengguna, serta informasi lain yang sekiranya diperlukan. Sedangkan deskripsi tujuan penggunaan produk perlu dijelaskan, misalnya dikonsumsi langsung ready-to-eat atau ready-to-drink, dimasak terlebih dahulu, dan sebagainya. Langkah pendahuluan selanjutnya adalah penyusunan diagram alir proses produksi pada industri pangan secara lengkap. Diagram alir proses ini harus dibuat lengkap dari penerimaan bahan di pabrik, bahan penolong untuk keperluan pengolahan pangan, dan bahan pengemas yang dipakai sampai dengan penyimpanan produk dan distribusinya. Kemudian, diagram alir proses harus diverifikasi di lokasi proses produksi agar mencerminkan keadaankondisi yang ada di lapangan NACMCF, 1999. Langkah berikutnya adalah penerapan prinsip-prinsip HACCP mulai dari prinsip pertama HACCP sampai dengan prinsip ketujuh HACCP. Langkah penerapan prinsip pertama adalah tim HACCP yang dibentuk menganalisis dan mendaftar semua potensi bahaya biologis, kimia, fisik yang mungkin timbul pada setiap titiktahap proses pengolahan pangannya beserta menentukan cara pencegahanpengendaliannya preventive measure. Menurut NACMCF 1999 47 ataupun CAC 1997. Tujuan dilaksanakannya analisis bahaya ini adalah untuk mengembangkan suatu daftar bahaya yang beberapa di antaranya diketahui nyata signifikan dapat menyebabkan cidera atau sakit bila tidak dikendalikan secara efektif, sedang proses analisis bahaya itu sendiri terdiri atas dua tahap, yaitu : identifikasi bahaya dan evaluasi bahaya. Bahaya hazards didalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore dan Wallace 1995 adalah perangkat biologis, kimiawi, dan fisik yang dapat menyebabkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. International Commission of Microbiological Specifications for Food ICMSF, 1992 membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat risiko bahaya, yaitu Grup I yang mempunyai bahaya besar, grup II mempunyai tingkat bahaya sedang tetapi bahaya penyakit yang ditimbulkannya berpotensi untuk meyebar, dan grup III yang mempunyai tingkat bahaya sedang dengan penyebarannya yang terbatas. Jenis-jenis bahaya mikrobiologis tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Bahaya mikrobiologis mikroba, virus dan parasit yang dibagi berdasarkan risiko keparahan bahayanya . Bahaya Tinggi Grup I Bahaya Sedang , Potensial menyebar Grup II Bahaya Sedang, Terbatas Penyebarannya Grup III Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F Listeria monocytogenes Bacillus cereus Shigella dysenteriae Salmonella sp Campylobacter jejuni Salmonella typhii , paratyphy A, B Shigella sp Clostridium perfringens Virus Hepatitis A dan E Enterovirulent Escherichia coli EEC Staphyloccus aureus Brucella abortis; B. suis Streptococcus pyrogenes Vibrio cholerae, non O1 Vibrio cholerae O1 Rotavirus Vibrioparahaemolyticus Vibrio vulnivicus Norwalk virus grup Yersinia enterocolotica Taenia solium Entamoeba histolytica Giardia lamblia Trichinella spiralis Diphyllobothrium latum Taenia saginata Ascaris lumbricoides Cryptosporodium parvum Sumber : ICMSF 1992. Menurut Cliver 1992 bahaya kimia dalam makanan dibagi menjadi dua macam, yaitu yang secara alami terjadi dan kedua bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja. Bahan yang tidak disengaja ditambahkan berasal dari residukontaminan dari bahan yang bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi, bahan mentah pada penanganan yang terus terbawa sampai saat 48 dikonsumsi, terdapat pada bahan pangan sedikit atau banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan, sisa pestisida, pupuk, antibiotik, herbisida dan logam berat; sedangkan yang sengaja ditambahkan misalnya bahan pengawet, antioksidan, pengemulsi dan penstabil, pewarna, penguat rasa, humektan, pewangi, pengasam, pemanis, pemutih, enzim, penambah nilai gizi dan lain-lain. Bahan-bahan kimia yang berbahaya pada pangan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Bahan kimia berbahaya pada pangan Sumber Bahan Kimia Jenis Bahan Kimia Berbahaya Terbentuk secara tidak sengaja - Mikotoksin - Skrombotoksin histamin - Ciguatoksin - Toksin jamur - Toksin kerang : toksin paralitik PSP, toksin diare DSP, neurotoksin NSP, toksin amnesik ASP - Alkaloid pirolizidin - Fitohemaglutinin - PCB polychlorinated biphenyl Ditambahkan secara sengaja atau tidak sengaja - Bahan kimia pertanian : pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon pertumbuhan - Logam berbahaya Pb, Zn, As, Hg, sianida - Bahan tambahan jumlah terbatas : pengawet nitrit dan sulfit, perangsang cita rasa MSG, penambah gizi niasin, bahan pewarna amaranth, methanyl yellow, rhodamin B, bahan pemanis - Bahan bangunan dan sanitasi : lubrikan, pembersih, sanitaiser, pelapis cat. Sumber : Fardiaz 1996. Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang secara normalnya tidak terdapat dalam pangan dan dapat menimbulkan penyakit termasuk trauma psikologis atau luka terhadap individu Corlett, 1992. Sumber bahaya fisik antara lain berasal dari bahan mentah air, gedung, peralatan, material gedung dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan bahaya fisik dapat dilihat pada Tabel 12. Selain bahaya fisik di atas, bahaya fisik lainnya meliputi rambut, kotoran, kelupasan cat, karat, debu dan kertas Pierson dan Corlett, 1992. Bahaya kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada kenyataannya memberikan risiko kesehatan tidak cukup fatal dan umumnya memberikan pengaruh dalam waktu yang panjang. Bahaya biologis lebih besar, kemungkinan bahaya yang ditimbulkannya dalam bentuk keracunan pangan makanan. Adapun bahaya fisik sangat mudah dikenali dan dihindari oleh konsumen Thaheer, 2005. 49 Tabel 12. Material utama yang menyebabkan bahaya fisik Material Bahaya Potensial Sumber Gelas Terpotong, berdarah, luka dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Botol, wadah, lampu, peralatan pengolahan Kayu Terpotong, infeksi, tercekik dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Pallet, boks, gedung, pohon ranting Batukerikil Tercekik, gigi patah Lapangan, gedung Logam Terpotong, infeksi, mungkin perlu operasi untuk menghilangkannya Mesin pengolahan lapangan, kawat, pekerja Serangga dan kotorannya Penyakit, trauma psikologis dan tercekik Lapangan, peralatan yang sudah lama tidak digunakan, gudang Bahan insulasi Tercekik, penggunaan asbes dalam waktu lama Material bangunan Potongan tulang Tercekik, trauma Lapangan, proses pengolahan pemisahan tulang yang tidak benar Plastik Tercekik, terpotong, infeksi, mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya Lapngan, bahan pengemas, pallet, pekerja Bagian tubuh kuku, rambut, bulu, dan lain- lain Tercekik, terpotong, gigi patah dan mungkin perlu operasi untuk menghilangkannya Pekerjakaryawan Sisik, kulit Tercekik Pembersihan sisik ikan dan pengulitan hewan secara tidak benar Sumber : Corlett 1992 Identifikasi bahaya kadang-kadang atau seringkali dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan informasi dari peraturan pemerintah, undang-undang yang berlaku, hasil penelitian dari lembagainstansi yang kompeten di bidangnya oleh tim HACCP dan selanjutnya tim HACCP akan meninjau atau mengkaji ulang tentang : bahan baku danatau ingredien yang digunakan dalam produk, aktivitas yang dilakukan pada setiap langkah proses pengolahan, peralatan yang digunakan untuk membuat menghasilkan produk pangan, cara penyimpanan dan distribusi, serta tujuan penggunaan produk dan konsumen yang memanfaatkannya. Sedang evaluasi bahaya dilakukan setelah bahaya-bahaya yang teridentifikasi tersebut dievaluasi berdasarkan dua faktor, yaitu berdasarkan tingkat keparahannya menyebabkan sakit atau cidera dan peluang kemungkinan terjadinya bahaya tersebut Bernard et al, 1999. Bahkan analisis bahaya ini diperlukan sebagai dasar penyediaan informasi penentuan titik kendali kritis atau CCP critical control point . Untuk menentukan risiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya pada produk pangan, maka dapat dilakukan penetapan kategori risiko. Kategori risiko bahaya pada produk pangan ada enam bahaya, yaitu bahaya A sampai F 50 disajikan pada Tabel 13, sedang penetapan kategori risiko produk dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13. Karakteristik Bahaya Pada Produk Pangan Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok berisiko tinggi lansia, bayi, immunocompromised Bahaya B Produk mengandung ingredient yang sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik Bahaya C Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali, yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik Bahaya D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen, atau tidak ada pemanasan akhir atau pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik untuk bahan baku, atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik Sumber : NACMCF 1995 Tabel 14. Penetapan Kategori Risiko Produk Produk Berisiko Tinggi Produk Berisiko Sedang Produk Berisiko Rendah . Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serealia danatau ingredien susu yang perlu direfrigerasi . Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serealia dan atau ingredien atau penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi higiene makanan . Produk asam nilai pH di bawah 4,6 seperti pikel, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam . Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu . Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar . Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas . Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau di atasnya yang disterilisasi dalam wadah yang tertutup secara hermetis . Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing . Selai jam, marmelade dan conserves . Produk-produk konfeksioneri berbasis gula . Minyak dan lemak Sumber : NACMCF 1995. Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, ingredien pangan dan produk pangan, maka National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods 1995 mengelompokkan kategori risiko 51 bahaya dalam enam kategori, yaitu kategori risiko I sampai dengan VI seperti yang tercantum pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Penetapan Kategori Risiko Suatu Bahan Pangan Karakteristik Bahaya Kategori Risiko Jenis Bahaya Tidak mengandung bahaya A sampai F + I Mengandung satu bahaya B sampai F ++ II Mengandung dua bahaya B sampai F +++ III Mengandung tiga bahaya B sampai F ++++ IV Mengandung empat bahaya B sampai F +++++ V Mengandung lima bahaya B sampai F A+ Kategori khusus dengan atau tanpa bahaya B- F VI Kategori risiko paling tinggi semua produk yang mempunyai bahaya A Sumber : NACMCF 1995. Setelah bahaya-bahaya tersebut teridentifikasi, dengan menggunakan petunjuk yang disebut diagram alir pohon penentuan titik kendali kritis Gambar 2, maka tim HACCP dapat menentukan pada tahap atau titik mana yang ditetapkan sebagai titik kendali kritis atau CCP critical control point. NACMCF 1999 dan CAC 1997 mendefinisikan titik kendali kritis atau CCP sebagai suatu titik lokasitahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan penting untuk mencegah atau mengeliminasi atau mengurangi bahaya keamanan pangan hingga tingkat yang dapat diterima. Beberapa contoh pada tahap produksi pangan yang dapat dikatakan sebagai CCP misalnya : proses thermal, pendinginan chilling, pembekuan freezing, pengujian ingredien untuk residu bahan kimia, pengendalian formulasi produk, dan pengujian produk terhadap kontaminasi logam. Oleh karena itu, CCP harus dikembangkan dan didokumentasikan dengan baik oleh tim HACCP. Setelah CCP ditetapkan, tim HACCP pada industri pangan harus menetapkan batas kritisnya, karena batas kritis pada titik kendali kritis atau CCP menujukkan batas keamanan pangan. NACMCF 1999 mendefinisikan batas kritis sebagai nilai toleransi maksimal danatau minimal parameter biologi, kimia atau fisik yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk mengendalikan bahaya tersebut pada CCP secara efektif sampai tingkat yang dapat diterima. Beberapa 52 contoh batas kritis yang perlu ditetapkan dan harus dipenuhi sebagai alat tindakan pengendalianpencegahan bahaya dalam industri pengolahan pangan misalnya adalah : suhu dan waktu maksimal yang ditetapkan untuk proses kecukupan thermal , suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendingin-anpembekuan, jumlah maksimal residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan, pH maksimal yang diperkenankan pada tahap proses formulasi bahan dan batas maksimal penggunaan bahan tambahan pangan BTP yang digunakan dalam proses produksi pangan. 53 Identifikasi bahaya dalam menggambarkan proses Tingkatan yang dapat diterima tidak dapat diterima yang diperlukan didefinisikan dalam semua tujuan mengidentifikasi CCP dalam rencana HACCP Gambar 2. Diagram alir bagan penentuan titik kendali kritis atau CCP Sumber : BSN, 1998; Codex Alimentarius CommissionCAC, 1997 Ya Apakah ada tindakan pengendalian terhadap bahaya yang diidentifikasi ? Apakah pengendalian pd langkah ini perlu untuk pengamanan ? Bukan CCP Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk Apakah langkah tsb dirancang khusus spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yg mungkin terjadi sampai ke tingkat yg dapat diterima ? Dapatkah kontaminasi dgn bahaya yg teridentifikasi terjadi melebihi batas yg dpt diterima atau dapatkah ini meningkat berkembang sampai tingkatan yg tdk dapat diterima ? Bukan CCP Apakah langkahtahapan berikutnya dpt menghilangkan bahaya yg teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya bahaya sampai ke tingkat yg dpt diterima ? Titik Kendali Kritis CCP Bukan CCP Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Berhenti Berhenti P 1 P 2 P 3 P 4 Berhenti 54 Langkah penerapan selanjutnya adalah pemantauan monitoring terhadap titik kendali kritis dan batas kritisnya. Monitoringpemantauan menurut NACMCF 1999 merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dan batas kritisnya dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan record yang tepat untuk digunakan dalam tahap verifikasi berikutnya. Kegiatan monitoring ini mencakup : 1 Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan dengan baik; 2 Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas suatu proses untuk mengendalikan CCP dan batas kritisnya; dan 3 Pengukuran dan pengamatan batas kritis untuk memperoleh data yang teliti dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk Corlett, 1991. Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi oleh tim HACCP agar dapat memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih dalam batas kritisnya dan menjamin tidak ada bahayanya. Idealnya, pemantauanmonitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 sehingga efektif dalam memberi jaminan keamanan pangan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Namun bila hal ini tidak memungkinkan, dapat dilakukan pemantauan secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan benar-benar terjamin. Kegiatan pemantauanmonitoring terhadap CCP dan batas kritisnya mencakup, yaitu : apa what yang dipantau, dimana where tempat dilakukan pemantauan, bagaimana how cara melakukan pemantauan, kapan when pemantauan dilakukan dan siapa who orang yang melaksanakan tindakan pemantauan Gombas et al, 2000. Langkah penerapan berikutnya adalah menerapkan prosedur untuk melakukan tindakan koreksi corrective action apabila pada CCP tersebut terjadi penyimpangan bias. Menurut NACMCF 1999 dinyatakan bahwa tindakan koreksi sebaiknya mencakup beberapa unsur sebagai berikut : a Penentuan dan pengoreksian penyebab terjadinya ketidaksesuaian non-compliance, b Penentuan disposisi produk yang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar proses 55 yang ditetapkan sehingga tidak mengakibatkan potensi bahaya baru, dan c Pencatatan dan pendokumentasian terhadap tindakan koreksi yang telah diambil dengan tujuan untuk memodifikasi suatu proses atau pengembangan lainnya. Langkah penerapan selanjutnya adalah menerapkan prosedur pencatatan dan pendokumentasian sistem HACCP yang efektif. Dokumentasi dan rekaman sistem HACCP sangat penting bagi industri pangan untuk keperluan kaji ulang review penerapan sistem HACCP dan bagi auditor keamanan pangan untuk mengetahui apakah rancangan HACCP-nya sudah diterapkan secara efektif dan konsisten dalam operasionalnya. Dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman sistem HACCP yang diperlukan untuk keperluan audit keamanan pangan mencakup : susunan tim HACCP yang telah disahkan oleh pimpinan manajemen perusahaan, deskripsi produk yang dibuat termasuk penggunaannya, diagram alir dan denah area produksi, tabel analisis dan identifikasi bahaya, tabel penentuan CCP critical control point , tabel pengendalian sistem HACCP, instruksi kerja CCP, rekaman pemantauan lainnya dan daftar amandemen atau perubahan dokumen. Langkah penerapan berikutnya adalah tim HACCP melakukan kegiatan verifikasi terhadap sistem HACCP. Kegiatan verifikasi tim HACCP dalam industri pangan dapat dilakukan dengan cara mengaji ulang dan audit untuk mencek terhadap metode, prosedur, cara uji, cara analisis dan lain-lain yang dipraktekan di lapangan untuk mengetahui apakah sistem HACCP sudah sesuai dengan rancangan HACCP HACCP Plan yang sudah disusun dan beroperasibekerja dengan efektif dan benar NACMCF, 1999. Verifikasi menurut SNI 01-4852-1998 adalah penerapan metode, prosedur, pengujian, dan cara pendataannya, disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP HACCP Plan. Dalam panduan HACCP yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission CAC yang diadopsi oleh SNI 01-4852-1998 memasukkan validasi ke dalam bagian dari verifikasi. Sementara itu, dalam standar ISO 22000 : 2005, verifikasi disebutkan sebagai konfirmasi melalui penyediaan bukti obyektif bahwa suatu persyaratan khusus telah terpenuhi. Sedang, validasi ditegaskan sebagai konfirmasi melalui penyediaan bukti obyektif 56 bahwa persyaratan bagi penggunaan khusus atau penerapan telah mampu dipenuhi. Verifikasi yang dilakukan oleh tim HACCP mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan penerapan sistem HACCP, yaitu : penetapan jadwal verifikasi yang tepat, peninjauan kembali review rancangan HACCP, pemeriksaan dan penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya, pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksiperbaikan yang harus dilakukan, pengambilan contoh dan analisis fisik, kimia danatau mikrobiologis secara acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis; catatan tertulis mengenai kesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan terhadap rancangan dan tindakan koreksiperbaikan yang dilakukan; validasi rancangan HACCP, termasuk pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP serta pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP Corlett, 1991. Selain itu, verifikasi oleh tim HACCP dilakukan dengan cara melakukan audit internal dan kaji ulang manajemen atau management review. Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu : a secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan; b jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khuus karena informasi terbaru tentang keamanan pangan; c jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab terjadinya keracunan pangan; dan d jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap, atau jika ada saranrekomendasi dari instansi yang berwenang dan kompeten di bidang keamanan pangan.

F. KENDALA DALAM PENERAPAN SISTEM HACCP